Wednesday, December 01, 2010

The Adventures of Tom Sawyer

Penerbit : Atria
Penerjemah : Yang punya blog :p
Penyunting : Jia Effendi & Zaky Muzakir
Edisi : September 2010, 386 hlm
ISBN: 978-979-024-450-4



Tom Sawyer, cerita legendaris tentang seorang anak laki-laki berusia sekitar 12 tahun yang tinggal di tepian sungai Mississippi pada akhir abad ke-19. Seorang anak laki-laki dari keluarga sederhana yang hidup di masa yang masih serba sederhana. Namun hidupnya ternyata tidaklah sesederhana itu karena dia adalah anak yang kaya dengan imajinasi, banyak akal, dan gemar bertualang, sehingga banyak kejadian seru yang mewarnai kesehariannya.

Hari-hari kehidupan Tom adalah rentetan kisah dan petualangan yang menarik untuk diikuti. Mulai dari petualangan kecil saat Tom berhasil mengelabui teman-temannya untuk mengecat pagar rumahnya, namun di saat yang lain dia gagal membohongi Bibinya agar boleh tidak bersekolah. Lalu petualangan cintanya saat dia berhasil memikat Becky Thatcher, anak baru yang manis, dan juga kala hatinya hancur patah hilang harapan karena diabaikan. Dan petualangan sesungguhnya ketika dia memergoki sebuah peristiwa pembunuhan, kabur ke pulau dan dianggap sudah mati, hingga terlibat dalam perburuan harta karun. Kocak, mengharukan, sekaligus seru.

Kisah Si Anak Nakal

Ini adalah cerita yang mungkin di mata banyak orang adalah tentang seorang anak dengan label: 'nakal'. 'Nakal' pada anak-anak sebenarnya hanyalah sebuah penyaluran energi berlebih, dan juga penyaluran imajinasi dan rasa ingin tahu anak-anak yang belum banyak merasakan pengalaman kehidupan. Begitulah si Tom Sawyer ini, kebandelannya adalah karena dia memiliki energi dan rasa ingin tahu yang berlebih, ditambah dengan keinginan untuk tampil lebih menonjol di antara yang lain.

Mungkin beberapa pembaca dewasa akan merasa khawatir jika anak-anak seusia Tom membaca novel ini dan kemudian menjadikannya panutan. Masalahnya si Tom di buku ini diceritakan suka berbohong, menipu teman untuk kepentingan sendiri, minggat dari rumah, belajar merokok, hingga berusaha mencium teman perempuannya. Hehehe... Yah, tapi bukankah kehidupan yang sesungguhnya memang ada anak-anak yang seperti itu. Kalau dikhawatirkan akan jadi panutan, ya pintar-pintarlah para orang tua memberi pendampingan :)

Petualangan Menerjemahkan

Menjadi penerjemah buku ini untuk penerbit Atria adalah sebuah petualangan tersendiri. Awalnya nggak pede. Hah? buku klasik? susah nggak bahasanya? Trus dikirimkanlah naskah aslinya. Makin nggak pede. Hah? ini bahasa inggris dari planet mana? Tapi kok ya sok kepedean tetap nerima tantangan itu :p Dan hasilnya: satu bulan pertama mentok nggak bergerak di bab satu ... hahaha

Sumpah, baca versi aslinya bikin pusing kayak gasing. Mark Twain menuliskannya pakai bahasa inggris bercampur dengan bahasa slang Amerika abad pertengahan. Begitulah, udah bahasa slang, dari abad pertengahan pula yang sekarang udah nyaris nggak dipakai. Jadilah harus kelabakan cari referensi ke sana ke mari buat nerjemahinnya. Dan hampir di setiap paragraf, ada saja kata atau frasa tidak lazim yang harus dicari arti sebenarnya ke berbagai sumber. Bahkan kata-kata yang sekilas sepertinya dapat diterjemahkan harfiah, ternyata bisa jadi adalah sebuah idiom abad pertengahan yang beda artinya. Pusing gilak! :D Belum lagi harus nerjemahin puisi, prosa gak jelas, jampi-jampi, hingga bahasa bajak laut *tepok jidat*. Harusnya sih ini tugasnya mahasiswa atau lulusan sastra inggris kali ya, tapi entah kenapa aku nekat aja terus kerjain :D

Yang jelas aku sudah berusaha keras untuk menerjemahkan novel ini ke dalam bahasa indonesia yang lebih mengalir dan enak dibaca, tanpa menyimpang dari cerita aslinya. Semoga bisa menjadi bacaan menyenangkan :)


 

Monday, November 30, 2009

Moribito

MoribitoJudul : Moribito
Sub-judul : Guardian of the Spirit
Penulis : Nahoko Uehashi
Penerbit : Matahati
Penerjemah : Harisa Permatasari
Penyunting : seseorangyangtidakmaudisebutkannamanya:p
Edisi : Cetakan Pertama, November 2009, 349 hlm


Ini adalah novel silat fantasi ala jepang dengan setting kekaisaran Jepang pada suatu masa. Sebuah kisah para pendekar Jepang yang penuh dengan adegan perkelahian bersenjata yang seru. Masuk dalam genre fantasi karena juga melibatkan dunia lain dan munculnya beberapa makhluk aneh di dalamnya.

Novel berseri "Moribito" ini aslinya dalam bahasa Jepang telah terbit sejak tahun 1996. Hingga tahun 2007 telah terbit 10 buku serialnya. Novel versi bahasa Inggris dari buku pertamanya baru diterbitkan bulan Juni 2008. Sementara versi komik manga dan kartun anime telah diproduksi di tahun 2007.

Dikemas dalam sampul berwarna gelap dan pilihan tipografi yang menarik menjadikannya tampak elegan pada kesan pertamanya. Ditambah lagi dengan pemakaian kertas ringan dan adanya ilustrasi apik di awal bab. Mungkin harga yang menjadi penentu pertimbangan orang yang ingin membelinya :)

Menjaga Sebuah Telur

Balsa adalah seorang wanita pendekar yang sangat tangguh dengan senjata utamanya sebuah tombak pendek. Dia bekerja sebagai pengawal pribadi bayaran. Suatu saat dipanggil oleh permaisuri kerajaan New Yogo untuk mengawal Pangeran Kedua yang nyawanya telah beberapa kali terancam. Permaisuri menduga ada orang yang ingin menyingkirkan Pangeran Kedua, sehingga dia rela melepaskan anaknya untuk dijaga Balsa dan merekayasa kecelakaan palsu untuk mengabarkan Pangeran Kedua telah tewas. Balsa tidak mempunyai pilihan selain menyanggupinya.

Chagum, nama asli Pangeran Kedua, ternyata akan disingkirkan oleh ayahnya sendiri Sang Mikado. Itu semua karena Chagum ternyata terpilih menjadi Moribito, seorang anak yang tubuhnya dihuni oleh telur Roh Air, Nyunga Ro Im. Setiap seratus tahun Nyunga Ro Im meletakkan telurnya pada seorang anak. Dan telur itu harus dijaga hingga saatnya menetas di pertengahan musim panas. Jika gagal dijaga, maka tidak akan ada Nyunga Ro Im yang mengendalikan hujan. New Yogo akan kekeringan dan kelaparan. Namun Sang Mikado berniat membunuhnya, karena dalam legenda New Yogo anak yang membawa telur itu dianggap telah kerasukan iblis.

Selain dikejar pasukan dari kerajaan, Balsa juga harus menyelamatkan Chagum dari makhluk dari alam lain berjuluk Rarunga. Rarunga adalah pemakan telur Nyunga Ro Im. Cakar-cakarnya beberapa kali telah menghabisi nyawa anak yang menjadi penjaga telur itu. Balsa dibantu teman masa kecilnya, Tanda, dan seorang juru tenung tua, Torogai, berusaha keras menjaga Chagum hingga pertengahan musim panas tiba. Yang menjadi masalah besar adalah mereka tidak mengetahui bagaimana caranya menghadapi Rarunga untuk menyelamatkan Chagum, dan tak seorangpun yang mengetahui dengan pasti legenda yang telah terkubur ratusan tahun itu.

Runtut dan Seru

Novel ini cukup menarik untuk dibaca karena jalan ceritanya runtut dan mudah diikuti. Nahoko Uehashi tidak meninggalkan lobang-lobang pada plot cerita yang telah disusunnya dengan rapi. Selipan-selipan flash back ke masa lalu bisa disisipkan dengan pas tanpa ada yang terasa janggal dalam logika cerita.
Kekuatan yang lain adalah detil-detil pertempurannya yang cepat dengan berbagai jurus yang digambarkan dengan cukup seru. Sepertinya mampu membuat pembaca menahan nafas hingga pertempuran itu berakhir. Agak berdarah-darah tapi tidak ditampilkan dengan kasar.

Dramatisasinya di beberapa bagian juga cukup menyentuh. Karakter tokohnya cukup terjaga pada alurnya masing-masing. Balsa yang tangguh namun menyimpan kemarahan dan sekaligus kesedihan. Tanda yang sabar dan mengayomi. Chagum yang labil. Dan Torogai yang acuh.

Ada bagian yang menuntut imajinasi yang lebih luas untuk membayangkannya, karena melibatkan dunia lain yang tidak pernah terlihat di dunia nyata. Untungnya tidak mengambil porsi yang terlalu banyak, sehingga pembaca masih dapat kembali menjejakkan tanah di dalam imajinasi dalam dunia nyata. Mungkin akan lebih mudah ditangkap jika melihat versi komik atau menonton animenya berdasarkan imajinasi kartunis dan sutradaranya.

Memuji dan Mengritik Diri Sendiri :p

Bukan bermaksud memuji teman sendiri atau bahkan diri sendiri :p tapi saat membaca kembali novel terjemahan ini setelah menjadi sebuah buku, terasa lancar mengalir dan enak dibaca. Kalau masih ada salah ketik atau kalimat yang rancu yang belum dikoreksi, yah mohon maaf deh maklum editor baru :p Atau salahkan editor senior yang ikut terlibat dalam proses editing tapi tidak ikut dicantumkan namanya :D

Tapi ada beberapa hal yang setelah dibuka-buka lagi terasa agak mengganjal. Pertama di cerita novel ini dikatakan bahwa senjata utama Balsa adalah sebuah tombak pendek. Tapi gambar sampul novel yang mengambil dari karakter kartun animenya, digambarkan Balsa memegang tombak yang tidak bisa dibilang pendek. Dan memang dalam versi animenya, Balsa menggunakan tombak panjang untuk bertarung.

Hal yang lain, karena penerbit Matahati menerjemahkan dari buku versi Inggrisnya, muncullah beberapa hal kecil yang terasa sedikit aneh. Ini novel bersetting Jepang dari pengarang orang Jepang tetapi mengapa sub-judulnya dalam bahasa Inggris? Lalu mengapa nama kerajaannya adalah "New Yogo" dengan menggunakan "New" dalam bahasa Inggris? Aku sendiri tidak bisa merubahnya karena nggak tahu apa bahasa Jepangnya "Baru"... hehe... *peace*


 

Monday, September 28, 2009

Negeri 5 Menara

Negeri 5 Menara, A FuadiJudul : Negeri 5 Menara
Penulis : A. Fuadi
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama,
Edisi : Cetakan I, Agustus 2009, 432 hlm


Judulnya unik dan mengundang rasa ingin tahu. Gambar sampulnya menggambarkan 5 buah menara yang berbeda-beda – monas, bigben di London, monumen Washington, dan 2 buah menara masjid yang aku belum tahu masjid mana - semakin membuat bertanya-tanya, "Cerita tentang negeri apakah ini?". Deskripsi di sampul belakang kemudian menjelaskan lebih jauh tentang isi novel ini. Kisah dari dunia pesantren. Dunia yang dekat dengan masa kecilku tapi belum pernah aku masuki dengan sepenuhnya.

Aku pun ingin tahu lebih dalam, sejauh mana dunia itu bisa ditampilkan secara menarik dalam sebuah novel. Dengan embel-embel sekian banyak endorsement positif dari tokoh-tokoh terkenal, dari mantan presiden hingga artis, tampaknya novel ini cukup dijagokan oleh penerbitnya.

Sahibul Menara

Alif Fikri adalah seorang putra Minangkabau asal desa Bayur di pinggir danau Maninjau, Bukittinggi yang baru saja lulus dari madrasah Tsanawiyah. Dengan kecerdasannya ia ingin melanjutkan ke sekolah umum agar bisa mengejar cita-citanya menjadi seperti Habibie. Namun ternyata orang tuanya berkeinginan ia tetap di jalur sekolah agama agar ia menjadi seperti Buya Hamka. Dalam tekanan dan kebimbangan akhirnya Alif memutuskan untuk mengikuti kemauan orang tuanya tetap di sekolah agama, asal tidak di Bukittinggi. Ia memilih untuk menjadi santri di Pondok Madani (PM) di Ponorogo, Jawa Timur.

Di PM yang dikenal sebagai "pondok modern" Alif menemukan kehidupan pesantren yang berbeda dari kesehariannya dan juga sedikit berbeda dari tipikal pesantren pada umumnya. Selain dituntut ketekunan dan kemandirian, PM juga menuntut kedisiplinan tinggi. Peraturan Qanun dengan 13 butir aturan sehari-hari yang harus dihafal luar kepala dengan jadwal harian ketat yang diatur oleh bunyi lonceng mengendalikan kegiatan setiap penghuni PM. Penghuni baru PM juga harus bisa segera menguasai bahasa Arab dan Inggris dalam 3 bulan, karena setelah itu sama sekali tidak boleh menggunakan bahasa Indonesia lagi.

Di hari-hari pertamanya, Alif sudah harus terkena hukuman karena terlambat ke masjid bersama 5 orang teman seasramanya. Berenam mereka akhirnya menjadi semakin akrab meskipun berbeda latar belakang. Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan Baso dari Gowa. Berenam menemukan tempat beristirahat bersama di bawah menara masjid dan memutuskan tempat itu menjadi markas bersama. Hingga akhirnya mereka terkenal sebagai pasukan "Sahibul Menara", dengan masing-masing mendapat julukan sebagai menara 1 hingga menara 6.

Selanjutnya cerita mengalir tentang kehidupan mereka di pesantren. Keharusan hidup mandiri dalam kesederhanaan. Tuntutan tugas dan hafalan yang harus dikejar setiap hari. Kebersamaan dan kesetiakawanan di antara mereka berenam sembari berbagi mimpi dan semangat. Serunya kompetisi sepakbola antar asrama dengan Said sebagai jagoan baru. Keberhasilan Dulmajid membujuk ustad untuk mengadakan nonton bareng semifinal Thomas Cup di Aula padahal televisi sebelumnya adalah hal terlarang. Hadirnya putri seorang ustadz yang membuat heboh seluruh pondok. Kegamangan Alif yang sering tergoda oleh surat-surat dari temannya yang menempuh pendidikan SMA umum. Ketegangan mereka saat menghadapi ujian akhir di kelas 6. Hingga akhirnya saat mereka bertemu kembali belasan tahun kemudian.

Perspektif Baru Tentang Pesantren

Membaca novel ini yang paling berkesan adalah terbukanya sebuah cara pandang baru tentang tempat pendidikan yang berlabel 'pondok pesantren'. Ternyata pesantren tidaklah identik dengan pendidikan bergaya kolot dan konservatif, yang tidak flexible menghadapi perubahan jaman, yang lebih sering menjadi tempat pembuangan bagi anak-anak bermasalah.

Pesantren Madani di novel ini – yang sebenarnya merupakan gambaran riil dari Pondok Modern Gontor – memang patut berjuluk 'pondok modern'. Bukan hanya fokus pada pendalaman ilmu agama Islam, tetapi juga mempersiapkan setiap santrinya untuk siap berlaga di dunia global dari segi ilmu, bahasa, kemampuan berorasi, disiplin, hingga kepercayaan diri. Tontonan televisi memang dilarang, tapi buku dan majalah-majalah luar negeri yang bermanfaat bebas mengalir.

Penulis secara detail menjabarkan bagaimana sistem yang diterapkan di pesantren ini. Bagaimana kedisiplinan bisa dijaga dan mendarah daging pada setiap penghuni pondok. Bagaimana proses pendidikan bahasa dijalankan setiap saat agar dalam 3 bulan sudah mahir berbahasa asing. Bagaimana setiap murid dibentuk menjadi orator dan pembicara yang tangguh. Bagaimana masa ujian dikondisikan seperti sebuah perayaan tahunan yang penuh semangat belajar. Bagaimana bakat dan kreativitas setiap murid diakomodasi dan diarahkan menjadi lebih terasah. Bagaimana para pengajar dan para senior terus menerus memotivasi dan membangkitkan semangat dengan berbagai cara. Benar-benar suatu tempat yang dipersiapkan untuk melahirkan insan-insan unggulan.

Memang, sistem tersebut tidak diterapkan secara umum di semua pesantren, hanya di pesantren-pesantren tertentu yang mengaplikasikan sistem 'pondok modern'. Tapi paling tidak bisa membuka wawasan masyarakat umum bahwa pesantren bukan berarti tempat pendidikan kelas dua, atau tempatnya orang-orang 'garis keras'.

Bacaan yang Renyah Bergizi

Ahmad Fuadi, penulis buku ini, menjadikan kisah hidupnya sendiri selama di Pondok Modern Gontor sebagai inspirasi utama untuk menghidupkan novel ini menjadi sebuah memoar yang memikat. Romantika hidup dalam keterbatasan bisa ditampilkan tetap dengan penuh optimisme tanpa pernah mengasihani diri. Mencoba menularkan nilai-nilai kejujuran, ketekunan, kebersamaan, kegigihan, dan semangat untuk terus maju tanpa berkesan menggurui.

Dengan kemampuan jurnalistiknya Fuadi memberikan detail-detail yang bisa membangun imajinasi pembaca. Dialog dan narasinya mengalir mudah diikuti tanpa perlu mengerutkan kening. Pembaca juga akan dengan mudah meleburkan diri dalam sosok Alif Fikri dengan segala kekuatan dan kelemahannya.

Namun agak sedikit disayangkan adanya salah ketik di beberapa tempat yang terasa mengganggu konsentrasi membaca.

Kabarnya buku ini adalah bagian dari sebuah trilogi. Karena di akhir buku ini keenam sahabat itu telah menyelesaikan pendidikannya di PM, dan baru bertemu lagi belasan tahun kemudian, lalu apa yang akan dikisahkan pada buku lanjutannya? ... Ya, kita tunggu saja.

 

Monday, July 27, 2009

Gaul Jadul, Di Balik Pustaka

Asik, predikat "Penulis" sekarang sudah secara resmi boleh dicantumkan dalam portofolioku (jiyeeeeh..). Itu karena buku hasil tulisanku telah dirilis secara komersial ke pasar buku Indonesia. Dulu-dulu meskipun sering bikin tulisan tapi kayaknya belum pantas dibilang "Penulis", karena masih sebatas tulisan di blog atau beberapa review yang diambil oleh media cetak. Kalo sekarang namaku sudah bisa ditemukan di katalog toko-toko buku... huuu huihuihui..

Ini dia detil spesifikasi dari buku hasil tulisanku :)



Judul : Gaul Jadul, Biar Memble Asal Kece
Penulis : Q Baihaqi
Penerbit : Gagas Media, 2009
Editor : Valiant Budi
Dimensi : viii + 280 hlm, 13 x 19 cm
ISBN : 979-780-346-5
Harga : Rp. 36.500,-


Yap.. ini adalah kumpulan tulisan-tulisanku di blog Lapanpuluhan yang tentu saja isinya adalah banyak hal seputar nostalgia jaman-jaman dekade 80-an. Maunya sih semua tulisan yang ada di blog itu dibukukan, tapi atas pertimbangan penerbit yang masuk baru tulisan-tulisanku saja. Padahal kalau semuanya bisa masuk mestinya lebih seru dan lengkap.

Proses Penerbitan

Jadi gini, udah lama muncul ide untuk membukukan blog lapanpuluhan itu. Ngeliat banyaknya respon dari pengunjung blog, kayaknya bakal ada pasar yang akan menyambut gembira jika blog tersebut dibukukan. Temanya juga unik, tidak mengekor siapapun. Nanya-nanya ke teman yang di penerbitan terkenal, ada kans gak blog itu untuk diterbitkan jadi buku? Sayangnya pada bilang kalo mereka bingung akan dimasukkan ke lini mana? non fiksi, kisah nyata, dokumentasi, hobby??? ... Sementara penerbit yang sudah sering membukukan blog adalah Gagas Media yang aku gak kenal siapapun disana. Ada tawaran dari penerbit baru yang sama sekali belum pernah terdengar keberadaannya. Hmmm... gak yakin udah punya sistem yang bagus, jangan2 tar malah dikibulin :p. Ada yang ngusulin cetak dan terbitin sendiri. Hah? yakin lu? ribet tau.. ini bukan cuma sekedar masalah mencetak saja, tapi ada masalah distribusi, pemasaran dll dll...

Pucuk dicinta ulam tiba.. sekitar pertengahan bulan Juli tahun lalu, nemplok lah sebuah email di inbox ku dari seseorang yang mengaku penggemar blog Lapanpuluhan. Dia bilang kalo bekerja sebagai editor di Gagas Media dan menawarkan kerjasama untuk membukukan blog Lapanpuluhan di bawah penerbit Gagas Media. Horeeee... datang sendiri ternyata.. dan tentunya pantang ditolak dong

Ketemuan dengan Valiant (editor) dan Resita (editor merangkap proofreader) pertama kali di Skydining Plangi. Masih kagok dan bingung mo gimana dan bahas apa. Diskusi-diskusi akhirnya diputuskan yang dibukukan cuma tulisan-tulisanku doang. Kalau dari penulis lain mau dimasukkan aku sendiri yang harus mengatur perjanjian dengan penulis lain itu... waaaah.. ribet tuh. Selanjutnya aku diminta memilih artikel2 mana yang akan dimasukkan, dicompile jadi sebuah naskah dan dikirim ke mereka.

Editing Yang Lumayan Lama

Artikel-artikel yang layak terbit aku kumpulkan dan diedit ulang. Aku juga menjanjikan akan bikin tambahan artikel baru supaya lebih lengkap yang dibahas. Sempet stuck males ngerjain beberapa bulan :p. Pertama janji sekitar bulan September draft naskah akan aku kirim. Tapi ternyata draft pertama baru aku kirim bulan November.. wekekekeke... maap ya Val, Re :D Dua minggu kemudian draft itu dikirim balik ke aku dengan SEKIAN BANYAK CORETAN DAN WARNA MERAH DISANA SINI! Huaaaa ... huhuhuhu... berasa asistensi sama dosen pembimbing..

Dengan hati terluka (halah) aku perbaiki lagi naskah itu, dan aku tambah-tambahin lagi seperlunya. Tapi apa daya, harus tersendat-sendat karena aku juga harus persiapan untuk acara 'beritu' :D Edit, kirim, coret, kirim balik, edit, kirim, coret, kirim balik.. huuuhuhuhu... Naskah baru final sekitar akhir bulan Maret. Tanda tangan kontrak deeeeh

Tapi ternyata gak langsung bisa dicetak. Masih ada urusan nyari cover yang butuh waktu sampai sebulan lebih. Gonta-ganti berkali-kali. Bukan aku yang rewel milih cover, karena masalah cover adalah sepenuhnya urusan penerbit. Aku cuma disodorin beberapa contoh dan disuruh milih. Setelah cover fixed, ternyata ga bisa langsung cetak juga. Ada masa tenggang beberapa minggu nunggu giliran untuk dicetak, karena ada buku2 lain yang lebih diprioritaskan.

Akhirnya di penghujung bulan Juni 2009, lahirlah si bayi jadul itu... Alhamdulillah..

Beberapa Komentar

Ada komentar dari beberapa orang yang udah baca bukuku ini.
- Komen pertama dari mertua : "Lucu ya tulisannya, bisa nostalgia".. hihihi makasih Ma.
- Komen dari Budi Cheung yang menyumbangkan beberapa foto koleksi jadulnya: "Fotonya kurang banyaaak, man!". Yah.. apa boleh buat. Aku udah mengirimkan banyak foto buat ilustrasi, tapi yang mana yang dipasang di buku itu sepenuhnya keputusan penerbit.
- Komen dari Aldiwirya yang foto cover kaset jadulnya aku pinjam: "Ada yang salah tuh, Ratih Purwasih bukan dari artis JK!"... hah? oya? waduh.. salah fatal dong *tepok jidat*
- Komen Ferina di reviewnya: "Buku ini garink. Mau lucu-lucuan, kurang kena".. huaaaa, hiks hiks.. sebenarnya kan memang ini adalah tulisan dokumentasi yang aku bumbuin celetukan konyol. Di beberapa bagian yang aku lagi gak mood buat ngegaring emang jadi terkesan serius.
- Komen lain: "Banyak yang belum dibahas, seperti fashion, tempat gaul dll".. Memang banyaaaak yang belum dibahas. Karena banyak sekali kalo mau meng-eksplore semua hal di 80-an. Yang dimasukkan di buku ini baru beberapa hal yang sudah sempat aku gali dan bikin tulisannya. Untuk menggalinya perlu ada sumber yang lengkap sebagai referensi, itu yang agak susah nyarinya.

Ditunggu ya komentar-komentar yang lain :)

Dan terima kasih buat semua pihak yang mensupport dan menyemangati hingga akhirnya buku ini bisa terbit dan beredar di pasaran.