Sunday, March 13, 2005

Bajakan


Senang? atau malu ya?
Aku kadang bingung, mana yang sebenarnya aku rasakan kalo membaca berita yang menceritakan bahwa negaraku yang tercinta ini adalah surga para pembajak. Senang? siapa yang tidak senang kalo bisa mendapatkan barang2 dengan harga yang jauh lebih murah. Malu? siapa yang tidak sakit hati kalo dibilang mengambil hak orang lain secara tidak sah.

Minggu lalu aku membaca berita kalau salah satu toko langgananku, tempat aku biasa membeli.. apa itu... emm... software2.. err... itu lho... yang... emm... ba... baja..kan :( , digerebek dan disita semua dagangannya oleh polisi dan penjualnya ditahan. Polisi menggerebek empat toko dan menyita sekitar tigapuluh ribuan CD :| . Dan sampai minggu ini aku liat toko itu masih tertutup dengan rapat.

Hmhh... aku bisa bilang apa ya? Memang tidak seharusnya beli barang bajakan. Karena itu artinya membeli barang curian orang lain :( Hak dari orang yang memproduksi barang itu untuk mendapatkan bayaran atas kerja kerasnya telah dilanggar.

Orang2 sih suka beralasan: Aahh mereka kan udah cukup kaya; Mereka kan sudah mengeruk keuntungan dari mengekspolitasi sumber alam kita untuk kepentingan mereka sendiri; Kalo ada yang murah kenapa beli yang mahal?; Kalo produksi dalam negri sebaiknya jangan, kalo bikinan barat nggak pa pa...

Pembelaan Diri

+ Itu alasan orang yang cari enak sendiri.

Tapi kan harga produk aslinya mahal banget! mana sanggup aku beli versi original dari semua software yang aku pakai? Aku kan tidak sekaya itu?

+ Kalo memang belum mampu beli, ya berarti belum saatnya kamu menggunakan software itu.

Lah? kalo aku tidak menguasai software2 termutakhir aku bakal ketinggalan jaman dong? Apa yang boleh jago memanfaatkan komputer cuma orang2 berduit? Kapan negara kita bisa mengejar ketinggalan dari negara maju? Mungkin ini memang triknya negara2 maju untuk mengeruk keuntungan dari negara berkembangan dan tidak ingin melihat negara berkembang menjadi saingannya.

+ Kalo memang untuk belajar, kan kadang ada versi murah untuk pelajar, atau pakai saja software open source yang lebih murah

Aku bukan pelajar lagi pak. Tidak semua software ada versi murahnya. Versi murah sering kali berarti ada pengurangan kemampuan. Dan semurah-murahnya, masih lumayan juga harganya. Lagipula aku memakai software itu bukan untuk kepentingan komersial.

Ya sih, menggunakan software hasil open-source yang lebih murah bahkan gratis memang alternatif yang patut dipertimbangkan... Tapi harus belajar lagi dong ya? Dan lagi biasanya yang software seperti itu kalah canggih dari software komersial, dari sisi teknologi maupun dari sisi user friendly-nya. Udah terlanjur merasa nyaman dan terbiasa dengan software2 populer sih.

Entar deh kapan-kapan :p

+ Bagaimana dengan di kantor?

Wah, maaf, itu di luar wewenangku. Di kantor aku hanya menggunakan apa yang disediakan. Aku bukan yang punya wewenang untuk memutuskan apa yang dipakai, karena itu menyangkut masalah anggaran belanja perusahaan. Jangan tanyakan tentang itu.

+ Apa nggak tahu, kalo bikin software itu susah?

Tahu, tahu sekali. Aku pernah bikin untuk tugas akhir S1-ku. Yah, mungkin nggak ada apa2nya dibandingkan software2 komersil yang ada sekarang. Untuk bikin itu saja aku harus selama beberapa bulan lembur di lab sampai tengah malam sebelum bisa dipresentasikan. Memang tidak seharusnya aku tidak menghargai kerja keras para programmer software tersebut dengan beli bajakan :(

Film dan Musik

+ Bagaimana dengan produk bajakan yang lain? VCD, DVD, MP3, buku?

Aku bukan lagi movie freaks. Tidak lagi merasa perlu harus menonton film terbaru yang paling populer. Dulu sempat begitu, tapi kalo aku pengen nonton film, aku nonton di bioskop, lebih puas nontonnya. Kalo kemudian aku terkesan dengan film itu dan pengen mengkoleksinya, aku beli versi VCD-nya yang original. VCD bajakan seringkali kualitasnya mengecewakan.

Sekarang, saat jamannya DVD, dengan kualitas gambar yang lebih bagus, bahkan yang bajakan, aku sudah nggak terlalu tertarik dengan film. Aku bahkan nggak punya DVD Player dan belum ada niat untuk membelinya. Paling aku cuma pengen tahu garis besar cerita, atau sekedar pengen tahu komentar orang. Aku lebih suka main game komputer (bajakan juga sih... hehe), dimana aku yang memegang kendali dari apa yang terjadi di layar :)

CD Audio. Aku selalu beli CD original untuk penyanyi2 favoritku yang performanya tidak aku ragukan lagi. Untuk yang aku belum yakin performanya, tapi cukup populer dan dibicarakan orang, aku kadang memastikan dulu dengan membeli CD mp3-nya (bajakan lagi...:p ). Kalo aku merasa album tersebut secara keseluruhan cukup pantas dikoleksi, dan ada budget tersisa, aku beli deh. Sarat minimalnya, paling tidak harus ada 4 lagu yang aku suka dalam album itu :) Bakal nyesel banget kalo beli CD ori tapi ternyata lagu yang bagus cuma satu.

Buku? rasanya aku belum pernah beli yang bajakan. Eh, pernah ding, sepasang kamus tebal, tapi udah terbakar bersama kantor waktu kerusuhan Mei 98. Dan aku belum beli penggantinya :)

Software Cepat Usang

+ Nah! kenapa tidak melakukan hal yang sama untuk software?

VCD original, CD audio original, buku, harganya masih dalam jangkauan meski tetep harus diatur budgetnya. Sedangkan software? Yang paling murah saja sudah dalam enam digit rupiah alias sekian ratus ribu sekian. Dan software2 populer biasanya harganya akan mencapai ratusan US dollar. Aku bisa hidup berbulan2 dengan jumlah itu.

Belum lagi dalam periode tertentu yang tidak terlalu lama akan keluar versi terbarunya dengan peningkatan kemampuan sesuai dengan teknologi termutakhir. Dan itu membuat versi sebelumnya menjadi ketinggalan jaman. Memang, untuk upgrade ke versi baru, pemilik versi lama yang original biasanya akan mendapat potongan tertentu. Tapi yaaa... tetep aja mahal.

Aku kenal seseorang yang membeli software original dan berusaha tetap up-to-date dengan versi terbaru, karena memang software itu penting untuk pekerjaannya. Komentarnya ketika mendapat tawaran untuk upgrade ke versi terbaru adalah: Huh, ini sih pemerasan...

Film, musik, dan buku adalah sesuatu yang bisa dikoleksi, akan tetap mempunyai nilai sampai kapanpun. Suatu saat bisa dinikmati kembali. Lha kalo software kuno? Tidak ada tempat lagi selain tempat sampah karena sudah ada yang baru yang lebih canggih. Software kan dinilai dari fungsi utilitas dan teknologinya, kalo sudah usang ya dibuang. Sedangkan film, musik dan buku dinilai dari sisi seninya atau sisi ilmunya, yang tidak akan lekang oleh waktu.

Siapa Suruh?

+ Jadi, apakah kamu akan tetap menggunakan software2 bajakan? Sampai kapan?

Yaaa... selama yang original harganya masih terlalu mahal untuk ukuranku, dan selama yang bajakan itu masih mudah didapat. Kalo salah satu premis itu sudah tidak valid lagi, pasti cara aku menyikapi software bajakan akan berubah. Entah kearah mana... :p

+ Apa nggak merasa bersalah, memperkaya para pelanggar hukum?

Errr... ada sih, kalo lagi sadar.
Tapi siapa suruh produsennya pasang harga tinggi? Siapa suruh bikin software gampang dicrack :p ? Siapa suruh pamer dan gembar-gembor tentang kemajuan teknologi komputer ke seluruh penjuru dunia sehingga bikin kita kepengen ikut merasakan? Kalo memang hanya untuk pangsa pasar tertentu ya jangan promosi ke semua kalangan dong...

Aku jadi ingat ada dialog lucu, saat Microsoft sedang gencar promosi Windows 98.

Seorang ibu rumah tangga bertanya kepada saudaranya
"Menurutmu apakah aku perlu beli Windows 98? katanya bisa mempermudah aktifitas sehari-hari."
"Memang, fitur-fitur barunya menjanjikan efisiensi kerja yang lebih baik."
"Jadi, apa aku perlu membelinya?"
"Terserah saja. Tapi ngomong-ngomong, aku baru tahu kalau kamu punya komputer?"
"Oh... harus pake komputer to?"

Gubrakkk!!