Wednesday, February 23, 2005
Eu-than[y]a-sia[pa]

Keluarga Siti Zulaeha putus asa. Sekian ratus juta sudah mengalir dengan deras untuk biaya usaha memulihkan Siti agar bisa hidup kembali. Namun Siti tidak juga mampu membuka matanya. Habis sudah air mata, habis pula dana. Kalopun Siti akhirnya bisa kembali hidup, dia akan hidup dalam tumpukan hutang yang entah apakah akan terbayar. Dan kalo ternyata tidak juga bisa kembali hidup...
Keluarga Siti Zulaeha nekad. Mengajukan permohonan agar diijinkan untuk mengakhiri hidup Siti. Ikhlas, lebih baik dia mati daripada menderita terus seperti itu. Kalopun hidup, toh juga akan menderita. Tolong, ijinkan dia bahagia dalam kematian, daripada hidup dalam kesengsaraan.
Siti Zulaeha sekarang cuma hidup sebagaimana tumbuhan, begitu kata dokternya.
Siti Zulaeha hanya bisa hidup untuk bernafas, mendetakkan jantung, mengalirkan darah. Tanpa kesadaran.
Siti Zulaeha bahkan tidak mampu menyatakan pilihannya, apakah dia mau berusaha hidup atau lebih baik mati sekalian.

Ketika teknologi telah begitu maju sehingga mampu membuat manusia bertahan hidup lebih lama.
Ketika manusia telah lelah berharap dan ingin melanjutkan hidup mereka yang masih mampu hidup.
Ketika manusia merasa patut untuk menghentikan hidup saudaranya yang menderita.
Ketika manusia yang lain merasa tidak selayaknya membuat keputusan.
Kepada siapa harus bertanya?
<< Home