Friday, February 04, 2005

Tulisan Tanganku

Aku baru saja menyadari betapa aku ini sekarang sudah sangat bergantung dengan komputer. Sudah terlalu terbiasa dengan segala kemudahan2 yang ditawarkan komputer untuk membantu menyelesaikan sebagian dari kegiatanku. Komputer telah jadi satu tempat untuk banyak kegiatanku. Dari nyelesein tugas kantor, ngenet, maen game, denger musik, nyetel film, nonton tivi, sampai ngobrol sama temen, bahkan sekarang aku lagi baca novel e-book. Semuanya dengan komputer.

Kenalan sama komputer sejak kuliah. Dan ketika mulai kerja sebagian besar tugas menuntut untuk dikerjakan dengan komputer. Kalo waktu kuliah paling rata-rata cuma satu sampai dua jam per hari waktu yang dihabiskan di depan komputer (kecuali saat lagi ngerjain skripsi), waktu udah kerja hampir rutin delapan jam berada di depan komputer. Dan ketika aku punya komputer sendiri di rumah, ketergantungan mulai pelan2 terbentuk. Klak klik klak kluk... tak tik tuk tuk tak tik... rasanya udah seperti helaan napas yang harus dilakukan setiap saat.

Ngedraft Posting

Bikin posting buat blog biasanya aku draft dulu di rumah, pake kompie juga tentunya. Nha, untuk posting yang sebelum ini, aku sempet bikin separo di rumah tapi nggak selesai, udah keburu ngantuk. Besok paginya aku ada urusan keluar kantor dulu, jadi nggak bisa langsung ketemu kompie kantor untuk menuntaskan draft posting. Di sela2 urusan itu ada jeda waktu menunggu yang cukup lama. Daripada bengong, aku pengen nyelesein draft itu, karena semua ide sudah ada di kepala tinggal dituangkan saja. Karena nggak ada kompie yang bisa dipake, aku keluarkan kertas kosong dan bolpen. Mulailah aku membuat coretan kata untuk melanjutkan draft tersebut.

Satu kalimat tertulis dengan lancar... selanjutnya...
selanjutnya apa ya?... gimana ya?... loh? kok jadi blank? ...
Untuk memancing agar ide bisa keluar lagi, aku lihat kalimat pertama yang sudah aku tulis.
Eeeehhh... aku baru sadar... o em zed!!...kok tulisanku jadi wueleeek gini ya!?

Padahal, waktu SD tuh, aku itu suka apik2an tulisan sama temen2 cewek. Suka coba2 ngrubah "font" huruf yang dipake. Nulis huruf "a" diganti dengan yang pake topi, huruf "g" ganti yang kayak kecebong, nulis huruf besar ditambahi dengan lengkungan pemanis, dan lain lain. Kalo udah bosen, ganti lagi. Walhasil, dari SD sampe SMP sering disuruh guru untuk menyalin text book ke papan tulis, terus temen2 sekelas menyalin dari tulisanku di papan tulis. Memang jadinya aku harus nulis dua kali, karena setelah nulis di papan, aku harus menulis lagi untuk diriku sendiri di bukuku. Tapi dipercaya untuk nulis di papan adalah kebanggaan tersendiri, karena berarti tulisanku layak untuk ditampilkan :D

Lha terus? kok sekarang jadinya tulisan cakar ayam berbulu domba gini?? kemana tulisan indahku dulu ??? siapa yang merenggutnya dariku???
Mengapa???... Mengapa ini harus terjadi padaku??!!!.... :P

Lupa Cara Menulis

Sejurus kemudian..(eh..aku lagi nulis apa lagi maen silat sih?).. dengan bolpen masih di ujung jari, aku nyadar, ternyata aku sudah begitu lama tidak menulis manual dengan tangan. Bolpen yang sedang aku pegang, umurnya mungkin sudah sekitar lima tahun. Aku beli waktu baru awal2nya diproduksi bolpen dengan tinta gel, dan sekarang masih ada separuh isi tintanya. Itu menunjukkan betapa jarangnya aku menulis manual dengan tangan. Semua tulisan dan kerjaanku selama beberapa tahun terakhir ini sebagian besar adalah ditulis dengan bantuan keyboard komputer.

Nggak heran jadinya, kalo kemudian aku kehilangan sensitifitas dan refleks-ku dalam menulis dengan tangan. Sekian lama nggak dipake dan nggak dilatih, pastilah sedikit demi sedikit memory yang menyimpan data kemampuan menulis dengan rapi menjadi tertimbun dan terlupakan. Tentu saja aku masih tahu bagaimana membentuk huruf, tapi semuanya aku lakukan asal2an, tidak lagi terkontrol dengan baik seperti dulu.

Saluran energi

Oke deh, masalah tulisan tanganku yang bak diterjang tsunami itu udah ketemu akar masalahnya. Tapi gimana dengan ide yang tiba2 macet waktu aku coba tuliskan dengan tangan? padahal sebelumnya banyak sekali ide yang berkeliaran yang bisa dituliskan, kenapa tiba2 mampet?

Menulis dengan tangan ternyata membuat aku kehilangan beberapa derajat kreatifitas dan spontanitas... (cieeeeh..!! :P) Aku sudah terlanjur terlalu terbiasa menyalurkan kalimat melalui keyboard komputer. Dengan ujung-ujung dari sepuluh jariku yang bersentuhan dengan tuts keyboard, aku merasa semua energi kreatif bisa tersalur dengan lancar. Setiap jari sudah hafal dengan gerakan kemana yang harus ia lakukan kalo aku meminta huruf tertentu, meski masih sering juga bikin salah kalo lagi gak konsen. Cukup dengan satu tekanan dengan jari tertentu pada salah satu tombol, satu huruf sudah tercetak di layar.

Dan ketika aku harus menulis dengan tangan, yang bekerja ternyata hanya tiga jari. Luas persentuhan langsung antara aku dan piranti menulis menyempit jauh dibanding saat menulis dengan mengetik di keyboard komputer. Energiku tidak bisa tersalur dengan baik ke alat tulis yang kupakai.

Menurut para ahli, aktifitas anggota tubuh sebelah kanan dikendalikan oleh otak sebelah kiri, karena aku menulis dengan tangan kanan, maka otak sebelah kiriku yang lebih banyak beraktifitas saat aku menulis. Padahal kata para ahli juga, yang bertanggung jawab atas kemampuan kreativitas kan otak sebelah kanan.

Tidak heran kalo aku seperti kehilangan ide, saat memaksa diri untuk menulis dengan tangan. Disamping karena luasan saluran energi menjadi sempit karena hanya bekerja dengan tiga jari, juga karena kreatifitas otak kanan harus melalui otak kiri dulu untuk bisa ditransfer ke jemari yang sedang menulis. Sedangkan jika menulis di keyboard komputer dengan sepuluh jari dari kedua tangan aktif mengetik, kedua belahan otak pun ikut beraktivitas, ide2pun lancar mengalir.

Paradigm Shift

Hehehe... apa pula artinya :P
Kayaknya memang aku mengalami pergeseran pandangan dalam aktivitas menulis. Kalau dulu semasa sekolah, menulis lebih berarti menyalin apa yang sudah tertulis di buku, di papan tulis, menyalin apa yang didiktekan guru, menyalin apa yang sudah kita hafal ke kertas ujian. Tapi sekarang menulis lebih berarti menuangkan ide, merajut kata untuk membentuk kalimat yang mewakili pikiranku.

Kalo dulu kerapian dan keindahan tulisan sangat aku pedulikan, karena memang aku cuma menyalin maka aku punya cukup ruang untuk memperhatikannya. Tapi sekarang lebih penting bagaimana ide yang ada di otakku bisa tersalur dan terbentuk dengan baik dalam tulisan yang aku buat. Jadilah kalo aku menulis dengan tangan, hilang itu semua kerapian dan keindahan yang pernah aku banggakan....


ps. buat yang rikues kemaren, tolong itu diitung...
huruf dan spasinya udah cukup untuk mengisi 16 titik2 kan? :P