Sunday, January 02, 2005
Supernova 2.2 : Petir yang Menggelitik
Episode ke-dua dari buku ke-dua Supernova baru saja diterbitkan. Waktu hari Kamis kemarin jalan-jalan ke Gramedia dekat rumah, yang merupakan salah satu ritual wajibku di kala senggang, aku liat ada setumpuk besar buku-buku berwarna hitam dengan tulisan Supernova di punggungnya. Apa Supernova di cetak ulang lagi? ternyata bukan, tumpukan buku hitam itu adalah Supernova edisi terbaru.
Setelah episode pertama yang mengambil subtitle: Akar, yang terbaru ini adalah episode: Petir. Kalau nggak salah, buku ke-dua ini rencananya akan terdiri dari empat bagian. Kalo boleh ngebahas nih... (tentu boleh dong, ini kan blog-ku :p) Sebenernya aku bingung dengan istilah yang mereka pakai untuk urutan buku ini. Supernova 1 adalah episode: Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh. Terus di Supernova 2.1 di sampul dalam tertulis "Supernova, episode: Akar", tapi di sampul belakang tertulis "Akar merupakan bagian pertama dari episode kedua Supernova: Inteligensi Embun Pagi". Lho? masak bagian dari episode disebut sebagai episode juga? gimana toh mbak Dee? Dan di episode: Petir, tidak lagi disebutkan segorespun tentang "Inteligensi Embun Pagi" yang seharusnya menurut buku sebelumnya menjadi judul yang merangkum Supernova 2.x. Tok tok tok... mbak Dee-nya ada? yang konsisten dong ah...
Terus terang aku gak seantusias seperti waktu beli episode Akar. Edisi ke-dua waktu itu bener2 aku tunggu dengan antusias ketika diumumkan akan segera terbit. Bahkan meskipun distribusinya rada ngrepotin karena nggak memakai jalur yang umum, aku nggak keberatan. Pake harus transfer ke atm dulu, terus register di internet, terus harus nunggu satu bulanan, baru bukunya datang. Karena emang pada awalnya edisi kedua itu rencananya tidak akan didistribusikan melalui jalur toko buku utama, tapi langsung dari penerbit ke pembaca. Malah ternyata aku termasuk 100 pemesan pertama, karena buku yang aku terima mendapat kehormatan di tanda tangani oleh mbak Dee :) Walaupun ya... gak ngaruh apa-apa sih hehehe. Tapi belakangan akhirnya buku itu dijual juga melalui toko buku utama, dengan sampul dan kertas yang lebih bagus, dan harga yang lebih murah... (grrrrhhh!! gondok gak sih..)
Kenapa aku begitu antusias nunggu buku ke-dua? Ya karena buku pertamanya begitu memikat hatiku. Walaupun agak ribet juga karena penuh dengan catatan kaki dan "titik bifurkasi" (aku juga lupa apa artinya... :P). Bacanya harus naik turun atas bawah untuk baca penjelasan di catatan kaki tentang istilah2 aneh yang bertebaran menjadi bunga penghias novel itu. Salut banget sama mbak Dee yang sarjana Fisip tapi mampu dengan fasih menjabarkan tentang hal-hal yang menyangkut sains, matematika, psikologi, dan lain sebagainya di novel pertama itu. Sedangkan cerita utamanya sendiri tetap mampu mengalir dengan lancar sehingga pembaca bisa tetap terpaku mengikuti alurnya.
Lha terus? kenapa kok yang sekarang nggak seantusias yang dulu? Terus terang aja... buku kedua kurang mempunyai daya sihir sebagaimana buku pertama. Dee merubah gaya tulisannya di buku kedua. Tidak lagi penuh bahasa sains yang rumit tapi mampu dia jelaskan dengan baik, tapi dengan bahasa umum sehingga rasanya menjadi seperti novel biasa, tidak se-wah supernova pertama. Walaupun alurnya tetap penuh kejutan seperti buku pertama, tapi terus terang aku mengharapkan bunga2 yang rumit tapi indah itu kembali menghiasi buku kedua. Ditambah lagi episode Akar ini bercerita tentang komunitas underground yang gelap dan pengap, dilengkapi dengan tokoh utama yang berwujud aneh yang semakin membuat muram kisah ini. Kisah tentang tatoo ke 618 yang terus terang aku bingung mau dibawa kemana. Meski aku tetap salut dengan detail2 yang mampu diceritakan oleh Dee dengan baik. Tentang Buddha, tentang seluk beluk Thailand, tentang tatoo, tentang ranjau, semuanya dipaparkan dengan cukup rinci.
Dan dibuku ketiga ini, episode Petir, kembali Dee merubah gaya tulisannya. Kali ini dia bertutur dengan lebih riang. Jauh berbeda dengan dua buku sebelumnya. Banyak celetukan2 konyol yang kini jadi penghias cerita, yang bisa bikin aku terkekeh kecil. Entah apakah memang Dee yang berubah moodnya, ataukah itu mengikuti cara bertutur dan karakter dari tokoh utama. Tapi enggak juga, tokoh utama kali ini, Elektra, adalah gadis introvert yang hobi tidur yang kemudian karena dipaksa oleh keadaan harus aktif bergerak agar tetap bertahan hidup. Sepertinya memang Dee yang ingin bercerita dengan lebih ringan dengan bumbu humor yang menyenangkan. Dan berhasil sih. Buku ketiga ini enak dibaca, tidak perlu terlalu banyak mengerutkan kening sebagaimana dua buku pendahulunya. Meski seperti biasa tetap ada detil-detil yang ia jabarkan dengan rinci, tapi tidak lagi sebanyak dahulu. Atau mungkin karena sebagian detil itu adalah mengenai dunia komputer dan internet yang aku sudah tahu, jadi nggak merasa asing sebagaimana saat dia bercerita tentang meditasi.
Membaca novel ini, terus terang mengingatkan aku ke blognya Rio :) Dengan enteng nyeletuk konyol, mencela orang, atau mencela diri sendiri di tengah alur cerita yang terus mengalir. Apalagi ada bagian yang bercerita tentang orang yang mempunyai nama seperti orang terkenal di dunia... bener2 mengingatkan aku ke tulisannya Rio mengenai hal yang sama (disini). Jadi... siapa yang terinspirasi siapa nih?
Meski cerita utama di episode Petir ini tampaknya sama sekali tidak berhubungan dengan episode Akar, Dee tetap berusaha memberi benang merah bahwa dua buku itu mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat, masih saudara se-ibu, dengan memberikan tradisi yang sama.
Keduanya sama2 terdiri dari tiga bagian yang ia sebut "keping". Keping pertama yang hanya beberapa halaman saja, merupakan kelanjutan dari episode Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh. Jika di episode Akar, bercerita sekilas tentang kehidupan teman dekat Diva Anastasia yaitu Gio Alvarado di Bolivia, di episode Petir, bercerita sekilas tentang hubungan Dimas dan Ruben yang ditutup dengan kemunculan nama Gio dan Diva di email. Hmmm... tampaknya Dimas dan Ruben akan bisa bertemu langsung secara nyata dengan tokoh rekaan mereka sendiri. Hmmm... pinter juga mbak Dee ini bikin penasaran...
Keping kedua adalah cerita utamanya. Dimana mbak Dee kembali menjaga tradisi lamanya, menuliskan kutipan langsung tanpa tanda petik. Awalnya pasti kagok baca tulisan model begitu. Bingung, mana yang kutipan langsung orang lagi berbicara, mana yang narasi cerita. Bingung juga kadang siapa yang sekarang lagi ngomong. Tapi lama-lama terbiasa juga sih, meski rasanya dalam imajinasi yang terbayangkan bukan tokoh-tokoh itu lagi berbicara langsung satu sama lain, tapi sepertinya mereka sedang saling bergumam atau malah sedang berbicara lewat telepati. Ya karena nggak ada tanda petiknya itu tadi. Tapi di keping pertama dan ketiga, mbak Dee kembali ke cara penulisan baku dengan menggunakan tanda petik untuk kutipan langsung. Baik di Akar maupun di Petir.
Keping ketiga sebagai epilog. Menutup kisah dengan menggantungkannya di awang-awang. Di epilog inilah Dee meletakkan benang merah antara Akar dan Petir. Tokoh pelengkap di Akar, muncul di epilog Petir, dan Dee dengan tega tidak menaikkan pangkatnya karena si tokoh tersebut tetap sebagai tokoh pelengkap (kcian...:P). Bodhi, tokoh utama di Akar, sempat digambarkan dalam percakapan antara si tokoh pelengkap dengan tokoh Petir, meski tanpa menyebut namanya. Tampaknya Bodhi juga akan bertemu dengan Elektra pada cerita selanjutnya, entah yang mana, entah untuk apa.
Sebenernya aku udah lupa dengan cerita dari episode Akar, karena emang seperti aku bilang tadi, kurang memikat. Maka agar bisa nyambung ceritanya dengan lebih baik aku pun baca kembali episode Akar secara sekilas. Demi agar lebih jelas gimana sih hubungan antara Akar dan Petir, dan demi agar bisa mengulasnya di blog dengan lebih lancar :)
Dan benang merah antara Akar dan Petir ternyata juga sudah diwangsitkan di epilog Akar. Surat yang diterima Bodhi di akhir cerita ditujukan kepada Akar. Di bagian akhir surat itu tertulis "Petir harus dibuat lebih percaya diri". Dengan serta merta terhubunglah Petir disitu kepada Elektra, yang memang digambarkan masih belum stabil. Sedangkan "Akar" kayaknya adalah si Bodhi sendiri. Tapi kalau Elektra sebagai Petir memang cocok, karena dia "nyetrum", lha Bodhi sebagai Akar itu apa maksudnya? Bodhi kan tukang tatoo yang jago wushu, apa hubungannya dengan akar?... eh iya, Bodhi sebenernya juga punya kemampuan aneh, dia bisa masuk ke dalam mahluk lain dan merasakan apa yang mahluk itu rasakan. Walaupun kemampuan itu kemudian hilang. Tapi apa hubungannya dengan akar?... Di salah satu situs dijelaskan kalo kelebihan Bodhi adalah mampu mengatasi kendala ruang dan waktu. O ya? masak sih? Bodhi nggak gitu deh... Nggak ada tuh cerita kayak gitu di Akar. Tapi kalaupun begitu, masih tetep aku nanya, apa hubungannya dengan akar?... Halo mbak Dee... boleh nanya kan? ...apa? tunggu edisi selanjutnya ya?... huh...
Dalam surat itu juga disebutkan tentang Asko, matahari kelima, poros keempat, ketiga teman, dan "Selamat menjadi: S", yang semuanya belum terjawab dalam Petir. Petir baru menjawab tentang Petir. Mungkin itu semua adalah clue untuk episode-episode berikutnya. Bakal jadi apa ya? kok yang terbayang sama aku bakal jadi kayak X-men United gitu? Terus, apakah tokoh dari Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh juga bakal dipertemukan dengan tokoh Akar dan Petir? yo wis lah, sakarep sampeyan mbak Dee, terserah deh. Aku cuma penikmat setia... :)
Tapi kapan bakal terbit kelanjutannya mbak Dee? Kalau masih sesuai rencana terdahulu, episode selanjutnya adalah Partikel, dan yang terakhir adalah Gelombang. Apa harus nunggu 2 tahun lagi ya? padahal dulu janjinya 4 bagian dari bagian kedua ini bakal terbit berturut2 dalam satu tahun? huh... janjimu plasu. Ksatria terbit tahun 2000, Akar tahun 2002, Petir tahun 2004. Selanjutnya? 2006? lama nian aku harus menunggu, keburu lumutan mah... Harry Potter yang setebel bantal aja bisa rata-rata setahun sekali (eh... bener nggak ya? asal aja sih aku ngomong :P) Masak Supernova gak bisa lebih cepet? Kan udah nggak ada acara rekaman lagi. Buku ketiga ini lama keluar bisa dimaklumi dengan adanya alasan married, hamil, menyusui, mengganti popok, dan lain sebagainya. Tapi untuk yang selanjutnya, jangan hamil lagi dulu ya mbak Dee... hehehe...
Setelah episode pertama yang mengambil subtitle: Akar, yang terbaru ini adalah episode: Petir. Kalau nggak salah, buku ke-dua ini rencananya akan terdiri dari empat bagian. Kalo boleh ngebahas nih... (tentu boleh dong, ini kan blog-ku :p) Sebenernya aku bingung dengan istilah yang mereka pakai untuk urutan buku ini. Supernova 1 adalah episode: Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh. Terus di Supernova 2.1 di sampul dalam tertulis "Supernova, episode: Akar", tapi di sampul belakang tertulis "Akar merupakan bagian pertama dari episode kedua Supernova: Inteligensi Embun Pagi". Lho? masak bagian dari episode disebut sebagai episode juga? gimana toh mbak Dee? Dan di episode: Petir, tidak lagi disebutkan segorespun tentang "Inteligensi Embun Pagi" yang seharusnya menurut buku sebelumnya menjadi judul yang merangkum Supernova 2.x. Tok tok tok... mbak Dee-nya ada? yang konsisten dong ah...
Terus terang aku gak seantusias seperti waktu beli episode Akar. Edisi ke-dua waktu itu bener2 aku tunggu dengan antusias ketika diumumkan akan segera terbit. Bahkan meskipun distribusinya rada ngrepotin karena nggak memakai jalur yang umum, aku nggak keberatan. Pake harus transfer ke atm dulu, terus register di internet, terus harus nunggu satu bulanan, baru bukunya datang. Karena emang pada awalnya edisi kedua itu rencananya tidak akan didistribusikan melalui jalur toko buku utama, tapi langsung dari penerbit ke pembaca. Malah ternyata aku termasuk 100 pemesan pertama, karena buku yang aku terima mendapat kehormatan di tanda tangani oleh mbak Dee :) Walaupun ya... gak ngaruh apa-apa sih hehehe. Tapi belakangan akhirnya buku itu dijual juga melalui toko buku utama, dengan sampul dan kertas yang lebih bagus, dan harga yang lebih murah... (grrrrhhh!! gondok gak sih..)
Kenapa aku begitu antusias nunggu buku ke-dua? Ya karena buku pertamanya begitu memikat hatiku. Walaupun agak ribet juga karena penuh dengan catatan kaki dan "titik bifurkasi" (aku juga lupa apa artinya... :P). Bacanya harus naik turun atas bawah untuk baca penjelasan di catatan kaki tentang istilah2 aneh yang bertebaran menjadi bunga penghias novel itu. Salut banget sama mbak Dee yang sarjana Fisip tapi mampu dengan fasih menjabarkan tentang hal-hal yang menyangkut sains, matematika, psikologi, dan lain sebagainya di novel pertama itu. Sedangkan cerita utamanya sendiri tetap mampu mengalir dengan lancar sehingga pembaca bisa tetap terpaku mengikuti alurnya.
Lha terus? kenapa kok yang sekarang nggak seantusias yang dulu? Terus terang aja... buku kedua kurang mempunyai daya sihir sebagaimana buku pertama. Dee merubah gaya tulisannya di buku kedua. Tidak lagi penuh bahasa sains yang rumit tapi mampu dia jelaskan dengan baik, tapi dengan bahasa umum sehingga rasanya menjadi seperti novel biasa, tidak se-wah supernova pertama. Walaupun alurnya tetap penuh kejutan seperti buku pertama, tapi terus terang aku mengharapkan bunga2 yang rumit tapi indah itu kembali menghiasi buku kedua. Ditambah lagi episode Akar ini bercerita tentang komunitas underground yang gelap dan pengap, dilengkapi dengan tokoh utama yang berwujud aneh yang semakin membuat muram kisah ini. Kisah tentang tatoo ke 618 yang terus terang aku bingung mau dibawa kemana. Meski aku tetap salut dengan detail2 yang mampu diceritakan oleh Dee dengan baik. Tentang Buddha, tentang seluk beluk Thailand, tentang tatoo, tentang ranjau, semuanya dipaparkan dengan cukup rinci.
Dan dibuku ketiga ini, episode Petir, kembali Dee merubah gaya tulisannya. Kali ini dia bertutur dengan lebih riang. Jauh berbeda dengan dua buku sebelumnya. Banyak celetukan2 konyol yang kini jadi penghias cerita, yang bisa bikin aku terkekeh kecil. Entah apakah memang Dee yang berubah moodnya, ataukah itu mengikuti cara bertutur dan karakter dari tokoh utama. Tapi enggak juga, tokoh utama kali ini, Elektra, adalah gadis introvert yang hobi tidur yang kemudian karena dipaksa oleh keadaan harus aktif bergerak agar tetap bertahan hidup. Sepertinya memang Dee yang ingin bercerita dengan lebih ringan dengan bumbu humor yang menyenangkan. Dan berhasil sih. Buku ketiga ini enak dibaca, tidak perlu terlalu banyak mengerutkan kening sebagaimana dua buku pendahulunya. Meski seperti biasa tetap ada detil-detil yang ia jabarkan dengan rinci, tapi tidak lagi sebanyak dahulu. Atau mungkin karena sebagian detil itu adalah mengenai dunia komputer dan internet yang aku sudah tahu, jadi nggak merasa asing sebagaimana saat dia bercerita tentang meditasi.
Membaca novel ini, terus terang mengingatkan aku ke blognya Rio :) Dengan enteng nyeletuk konyol, mencela orang, atau mencela diri sendiri di tengah alur cerita yang terus mengalir. Apalagi ada bagian yang bercerita tentang orang yang mempunyai nama seperti orang terkenal di dunia... bener2 mengingatkan aku ke tulisannya Rio mengenai hal yang sama (disini). Jadi... siapa yang terinspirasi siapa nih?
Meski cerita utama di episode Petir ini tampaknya sama sekali tidak berhubungan dengan episode Akar, Dee tetap berusaha memberi benang merah bahwa dua buku itu mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat, masih saudara se-ibu, dengan memberikan tradisi yang sama.
Keduanya sama2 terdiri dari tiga bagian yang ia sebut "keping". Keping pertama yang hanya beberapa halaman saja, merupakan kelanjutan dari episode Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh. Jika di episode Akar, bercerita sekilas tentang kehidupan teman dekat Diva Anastasia yaitu Gio Alvarado di Bolivia, di episode Petir, bercerita sekilas tentang hubungan Dimas dan Ruben yang ditutup dengan kemunculan nama Gio dan Diva di email. Hmmm... tampaknya Dimas dan Ruben akan bisa bertemu langsung secara nyata dengan tokoh rekaan mereka sendiri. Hmmm... pinter juga mbak Dee ini bikin penasaran...
Keping kedua adalah cerita utamanya. Dimana mbak Dee kembali menjaga tradisi lamanya, menuliskan kutipan langsung tanpa tanda petik. Awalnya pasti kagok baca tulisan model begitu. Bingung, mana yang kutipan langsung orang lagi berbicara, mana yang narasi cerita. Bingung juga kadang siapa yang sekarang lagi ngomong. Tapi lama-lama terbiasa juga sih, meski rasanya dalam imajinasi yang terbayangkan bukan tokoh-tokoh itu lagi berbicara langsung satu sama lain, tapi sepertinya mereka sedang saling bergumam atau malah sedang berbicara lewat telepati. Ya karena nggak ada tanda petiknya itu tadi. Tapi di keping pertama dan ketiga, mbak Dee kembali ke cara penulisan baku dengan menggunakan tanda petik untuk kutipan langsung. Baik di Akar maupun di Petir.
Keping ketiga sebagai epilog. Menutup kisah dengan menggantungkannya di awang-awang. Di epilog inilah Dee meletakkan benang merah antara Akar dan Petir. Tokoh pelengkap di Akar, muncul di epilog Petir, dan Dee dengan tega tidak menaikkan pangkatnya karena si tokoh tersebut tetap sebagai tokoh pelengkap (kcian...:P). Bodhi, tokoh utama di Akar, sempat digambarkan dalam percakapan antara si tokoh pelengkap dengan tokoh Petir, meski tanpa menyebut namanya. Tampaknya Bodhi juga akan bertemu dengan Elektra pada cerita selanjutnya, entah yang mana, entah untuk apa.
Sebenernya aku udah lupa dengan cerita dari episode Akar, karena emang seperti aku bilang tadi, kurang memikat. Maka agar bisa nyambung ceritanya dengan lebih baik aku pun baca kembali episode Akar secara sekilas. Demi agar lebih jelas gimana sih hubungan antara Akar dan Petir, dan demi agar bisa mengulasnya di blog dengan lebih lancar :)
Dan benang merah antara Akar dan Petir ternyata juga sudah diwangsitkan di epilog Akar. Surat yang diterima Bodhi di akhir cerita ditujukan kepada Akar. Di bagian akhir surat itu tertulis "Petir harus dibuat lebih percaya diri". Dengan serta merta terhubunglah Petir disitu kepada Elektra, yang memang digambarkan masih belum stabil. Sedangkan "Akar" kayaknya adalah si Bodhi sendiri. Tapi kalau Elektra sebagai Petir memang cocok, karena dia "nyetrum", lha Bodhi sebagai Akar itu apa maksudnya? Bodhi kan tukang tatoo yang jago wushu, apa hubungannya dengan akar?... eh iya, Bodhi sebenernya juga punya kemampuan aneh, dia bisa masuk ke dalam mahluk lain dan merasakan apa yang mahluk itu rasakan. Walaupun kemampuan itu kemudian hilang. Tapi apa hubungannya dengan akar?... Di salah satu situs dijelaskan kalo kelebihan Bodhi adalah mampu mengatasi kendala ruang dan waktu. O ya? masak sih? Bodhi nggak gitu deh... Nggak ada tuh cerita kayak gitu di Akar. Tapi kalaupun begitu, masih tetep aku nanya, apa hubungannya dengan akar?... Halo mbak Dee... boleh nanya kan? ...apa? tunggu edisi selanjutnya ya?... huh...
Dalam surat itu juga disebutkan tentang Asko, matahari kelima, poros keempat, ketiga teman, dan "Selamat menjadi: S", yang semuanya belum terjawab dalam Petir. Petir baru menjawab tentang Petir. Mungkin itu semua adalah clue untuk episode-episode berikutnya. Bakal jadi apa ya? kok yang terbayang sama aku bakal jadi kayak X-men United gitu? Terus, apakah tokoh dari Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh juga bakal dipertemukan dengan tokoh Akar dan Petir? yo wis lah, sakarep sampeyan mbak Dee, terserah deh. Aku cuma penikmat setia... :)
Tapi kapan bakal terbit kelanjutannya mbak Dee? Kalau masih sesuai rencana terdahulu, episode selanjutnya adalah Partikel, dan yang terakhir adalah Gelombang. Apa harus nunggu 2 tahun lagi ya? padahal dulu janjinya 4 bagian dari bagian kedua ini bakal terbit berturut2 dalam satu tahun? huh... janjimu plasu. Ksatria terbit tahun 2000, Akar tahun 2002, Petir tahun 2004. Selanjutnya? 2006? lama nian aku harus menunggu, keburu lumutan mah... Harry Potter yang setebel bantal aja bisa rata-rata setahun sekali (eh... bener nggak ya? asal aja sih aku ngomong :P) Masak Supernova gak bisa lebih cepet? Kan udah nggak ada acara rekaman lagi. Buku ketiga ini lama keluar bisa dimaklumi dengan adanya alasan married, hamil, menyusui, mengganti popok, dan lain sebagainya. Tapi untuk yang selanjutnya, jangan hamil lagi dulu ya mbak Dee... hehehe...
<< Home