Monday, December 13, 2004

Keberadaan Tuhan

Rada berat nih, makanya agak kepending lama untuk posting :)
Masih bersumber dari buku yang sama dengan yang aku bahas di posting sebelumnya. Hehehe... kesannya ada dendam gitu ya, sampe dibahas lagi dibahas lagi. Ya gimana, emang buku itu cukup kontroversial menurutku. Padahal penerbitnya adalah Teraju, salah satu divisi dari Mizan.

Yup, sang profesor filsafat itu kali ini mempertanyakan tentang keberadaan Tuhan. Apakah dia tidak percaya akan keberadaan Tuhan? entahlah, dia tidak menyebutkannya secara eksplisit, yang jelas dia berusaha mematahkan argumen2 yang selama ini dipegang erat sebagai bukti keberadaan Tuhan.

KAUSA PRIMA
Tuhan Sang Kausa Prima, Penyebab yang tidak disebabkan lagi.

Sang profesor pun bertanya:
Mengapa Tuhan dikecualikan dalam hukum sebab-akibat? Mengapa hukum sebab-akibat harus berhenti pada Tuhan? mengapa tidak berhenti pada alam semesta saja misalnya, sehingga terjadinya alam semesta tidak perlu ada penyebab?

Menurutku:
Tuhan bukan sekedar penyebab, Tuhan adalah pencipta. Suatu penyebab seringkali hanyalah menjadi sarana atas terjadinya sesuatu, tapi ia tidak mempunyai kendali penuh atas apa yang ia sebabkan. Sebagaimana orang tua dan anaknya. Orang tua menjadi penyebab lahirnya si anak, tapi mereka hanya sarana, dan mereka tidak punya kuasa penuh atas anaknya.Tuhan adalah pencipta. Dia bukan sekedar sarana penyebab, tapi Dia yang berkehendak atas terjadinya sesuatu dan berkuasa penuh atasnya. Sedangkan hukum sebab-akibat juga adalah ciptaan-Nya, haruskah Dia juga tunduk atas hukum yang diciptakan-Nya sendiri?

KETEPATAN FAKTOR2 PEMICU
Alam Semesta tidak akan terjadi jika gaya gravitasi yang timbul pada saat Big Bang sedikit saja lebih kuat atau lebih lemah. Ketepatan itu pastilah karena dikehendaki oleh sesuatu yang memiliki kuasa atasnya, Tuhan.

Sang Profesor menggeleng:
Tidak harus ada Tuhan, bisa jadi ketepatan kekuatan gravitasi itu adalah suatu kebetulan. Berapapun kecilnya kemungkinan untuk bisa tepat pada angka gravitasi tersebut, masih tetap ada kemungkinan bahwa memang kebetulan pada saat itu gravitasi sebesar itulah yang tercapai sehingga memungkinkan alam semesta terwujud.

Menurutku:
Terlalu banyak kebetulan menurutku. Sejak dari big bang, terbentuknya protein kehidupan, terjadinya mahluk hidup pertama, proses evolusi, dan seterusnya, semuanya berlangsung dalam asumsi-asumsi yang mengandalkan kondisi khusus yang terjadi secara kebetulan. Jika ada sekian banyak kebetulan yang terjadi, apakah tidak akan semakin meyakinkan bahwa semua ini sebenarnya telah diatur?
Dan mengapa tidak ada tanda-tanda bahwa ada sisa-sisa dari cikal bakal alam semesta yang gagal terwujud, jika memang terjadinya alam semesta ini adalah suatu kebetulan dari sekian banyak kejadian big bang.

KETERATURAN DALAM KESEDERHANAAN
Alam Semesta yang sangat teratur, terpola dan tersusun dengan baik. Tunduk kepada hukum-hukum tertentu yang sederhana, sehingga memungkinkan manusia menemukan pola dari hukum alam tersebut untuk dipahami dan dimanfaatkan. Tentu ada sesuatu yang dengan sengaja menyusun keteraturan yang sederhana itu. Tuhan.

Sang Profesor berteori:
Sebagaimana elektron yang kita yakini keberadaannya, sesuatu yang tak mungkin diobservasi bisa saja masuk akal jika sesuatu itu memiliki susunan materi yang rapi. Ini adalah penjelasan sederhana tentang segala sesuatu yang kompleks di sekitar kita.
Bisa jadi, Tuhan adalah penjelasan sederhana tentang keberadaan alam semesta. Namun jika Tuhan adalah pencipta alam semesta yang sangat kompleks dengan segala hukum alamnya, tentunya semua hukum itu telah dirancang oleh-Nya. Dan itu membuat Dia paling tidak sama rumitnya dengan alam semesta. Sehingga Tuhan tidak bisa menjadi penjelasan sederhana atas alam semesta.

Menurutku:
Wah, teori yang dibikin-bikin :p ..Pak Profesor ini rupanya belum mengenal teori kuantum yang membuat elektron tidak lagi sederhana. Pikiran atau rasio yang juga tidak kasat mata, tidak bisa diobservasi, kayaknya bukan sesuatu yang sederhana.


Intinya sih, menurut aku, kita ini hanyalah hasil ciptaan yang tidak akan pernah mungkin mampu menyamai penciptanya, atau bahkan sekedar mencoba menggambarkan penciptanya. It just beyond our mind.

Analogi yang paling tepat mungkin adalah seperti pembuat program game dengan obyek2 di dalam game tersebut. Si pemrogram membuat batasan2 terhadap obyek yang ada, membuat prosedur2 tentang bagaimana obyek2 itu berinteraksi, juga prosedur2 tentang hukum2 yang berlaku di dalam game tersebut. Kapasitas obyek hanya akan sebatas yang telah ditentukan oleh pemrogram. Dunianya hanyalah dunia di dalam layar komputer. Kalau pun dia diberi kemampuan berpikir, itu pasti hanyalah terbatas. Si obyek tidak akan pernah bisa membayangkan dunia di luar arena game tempat dia berinteraksi.

Huh... berat nih, ngapain ya aku pikirin :D