Thursday, January 13, 2005

Nonton Tivi Hari Gini

Channel di remote tivi-ku sudah sejak beberapa waktu yang lalu semakin penuh saja. Kalo dulu cukup memencet satu tombol untuk pindah ke channel yang lain, sekarang kadang perlu mencet beberapa tombol untuk bisa nengok beberapa channel baru. Karena udah lebih dari sepuluh stasiun televisi yang bisa ditangkap di layar gelasku, sementara jumlah simbol angka tentunya masih tetap mengikuti apa kata eyang yang cuma sepuluh buah. Jadinya emang agak repot, beberapa kali mencet tombol (Woi!! segitu aja repot.. masih inget gak jaman belum ada remote? Kalo mau ganti channel harus rela bangkit dari kursi empuk untuk men"cetek-cetek" tombol channel di pesawat tipinya... dasar manusia emang cenderung gak mau susah :P).

Semakin banyak channel, semakin banyak pilihan untuk bermalas-malasan. Sambil duduk selonjor di depan tivi lengkap dengan sebungkus cemilan (kadang sih bisa ada cepuluh, tapi kadang malah cuma celapan *garink jayus gak lucu*). Pake T-shirt dan celana pendek, kadang bawa guling segala, lengkap sudah saat-saat aktivitas tanpa tenaga, menimbun lemak melepas ketegangan mengosongkan otak...

Padahal ini belum pake tipi kabel loh. Ya, ngaku deh, aku emang belum masuk golongan masyarakat yang beruntung bisa menikmati tipi kabel. Padahal sebenernya kabelku pake tipi loh.. eh.. tipiku pake kabel loh.. kabel stroom, kabel antena, kabel ke PS.. :D

Semakin banyak pilihan harusnya semakin menyenangkan dong yah? Tapi kok...Liat aja di jam-jam yang menurut Undang-undang Penyiaran seharusnya adalah waktu "Prime Time". Apa yang terjadi ibu-ibu sekalian?... hampir semua stasiun tipi nongol dengan sinetron. Kalopun ada alternatif yang berbeda, itupun ternyata adalah konser dangdut. Huh. Jadilah di jam-jam yang menurut Undang-undang Penyiaran seharusnya adalah waktu "Prime Time", aku malah jarang nonton tipi.

Maap, bukan maksudku merendahkan sinetron dan dangdut. Kalo soal dangdut, ini sih masalah selera. Bisa dicek di posting sebelumnya mengenai apa selera musikku ;) Boleh dong aku punya selera yang berbeda dengan orang kebanyakan. Tapi kalo soal sinetron, err... emm... egh... maap... membosankan.

Sinetron Berseragam

Coba dong diliat. Apa yang paling laku di sinetron yang banyak ditayangin saat ini. Semuanya hampir seragam. Cuma beda lokasi, beda nama pemeran, beda dialog. Pemainnya kadang malah sama di beberapa sinetron. Tapi garis besar cerita dan alurnya semuanya saling berserempetan di jalur yang sama. Dan bagaimanakah gambaran jalur yang penuh sesak itu? Jalur utama itu bercerita tentang para ABG, pangeran tampan dan putri jelita yang tidak bisa bersatu, dibumbui kejam dan sadisnya ibu tiri atau yang sejenis, culasnya teman sekolah, dan tak lupa ditemani oleh mahluk sakti yang berpendar-pendar.

Bandingin aja dengan serial asing, yang pernah banyak ditayangin tivi kita jaman dulu maupun jaman sekarang yang tinggal dikit. Masing2 serial itu punya jalur cerita yang berbeda. Sehingga kita yang nonton nggak akan ketuker-tuker antara serial yang satu dengan yang lain. Jadinya nggak akan bosen lah kita-kita yang nonton, apalagi ya terus terang mutunya lebih bagus nggak sekedar kejar tayang. .... apa? ...telenovela? ... oh itu serial asing juga ya ... hehehe iya deh, pengecualian mereka dan opera sabun lainnya :)

Beberapa waktu lalu aku sempat ngikutin sinetron "Bunda" yang bercerita tentang pengacara wanita yang mencari ibu kandungnya. Lumayan menarik. Tidak berada di dalam kungkungan pakem sinetron ABG, dan didukung akting total Meriam Bellina (yang di hari Selasa, Jumat jadi ibu tiri jahat licik bermulut lebar yang kerjanya teriak2, dan di hari Minggu jadi gembel memelas tak berdaya). Tapi setelah cerita intinya berakhir, si pengacara bersatu kembali dengan ibunya, mulailah strategi mengolor-ngolor cerita kesana kemari ala opera sabun ikut berperan. Dan ketika mulai muncul mahluk sejenis ibu tiri yang kerjanya memaki-maki dan menyiksa orang lemah... sinetron ini pun masuk ke tempat sampahku. Untungnya sih belom ada yang jadi mahluk sakti berpendar-pendar.

Menjarah Legenda

Kekesalanku semakin bertambah ketika para penggagas dan penulis cerita mulai kehilangan ide untuk menampilkan sinetron yang lain daripada yang lain yang diharap mampu menarik minat pemirsa dan pengiklan. Akhirnya, demi mendapat ide baru yang berbeda, mereka menjarah kawasan sastra dan legenda lama. Sinetron yang berdasarkan sastra lama atau legenda mulai muncul satu demi satu. Jika sinetron itu diangkat sesuai seperti cerita aslinya, mestinya sih nggak masalah malah bisa semakin mengangkat sastra Indonesia. Tapi ini... demi alasan komersil, cerita itupun diadaptasi disesuaikan dengan pakem sinetron layak jual masa sekarang. Ampuuuuuun...

Liat aja, Bawang Merah Bawang Putih kok jadi cerita abg yang pake ada peri sakti berpendar-pendar yang siap membantu melawan ibu tiri jahat, bukan lagi tentang anak dusun yang mencuci baju di kali. Siti Nurbaya jadi cerita anak SMU kota metropolitan yang tak lupa dilengkapi manusia sejenis ibu tiri dan saudara tiri culas dan kejam. Dan yang kemarin ku tonton sekilas, Malin Kundang jadi cerita cinta bocah ingusan jaman sekarang. Belum ada ibu tiri dan mahluk berpendar yang beraksi memang, but who knows?. Karena tampaknya adaptasi yang dilakukan sinetron ini bisa sangat "menjanjikan" untuk menerjang versi aslinya.

Nonton Apa Dong?

Akhirnya jam-jam prime time di televisi malah sering aku lewatkan saja. Kalo emang lagi di rumah dan lagi luang, aku pake buat baca2, maen game, ketik2 di komputer, ato malah tidur sore2. Memang kadang masih nyalain tipi juga sih, ngecek sana ngecek sini sapa tau ada yang bagus. Dan ya sekali waktu ngikutin satu-dua scene sinetron (mangkanya bisa ngebahas disini... :p), sambil liat wajah-wajah baru yang seger ;) Tapi akhirnya nggak tahan sendiri... bosen liat sinetron gitu-gitu mulu. Kalo bener2 gak ada yang sreg... matiin aja. Dan dengan khusyuk menikmati sisa-sisa cemilan yang tinggal catu... nyam!...