Thursday, October 21, 2004
Mencari makna puasa secara awam
Puasa. Buat apa sih? Nggak makan dari subuh sampai maghrib. Biar apa?
Ada yang bilang biar bisa merasakan sengsaranya orang-orang yang kelaparan. Sehingga bisa menumbuhkan rasa empati kepada mereka yang berkekurangan, menjadi lebih peduli lagi kepada mereka.
Tapi jujur aja, selama ini aku berpuasa dari kecil sampe setua ini (iya ngaku deh kalo udah tuwir...), nggak pernah aku mencoba membayangkan diriku sebagai orang sengsara yang sedang kelaparan. Aku sedang berpuasa itu aja, bukan kelaparan. Kelaparan itu kan berarti nggak punya makanan sama sekali yang bisa untuk dimakan. Padahal jelas aku punya makanan, atau paling tidak punya uang untuk membeli makanan. Apalagi kalau bulan puasa gini mah, makanan2 enak bertaburan dimana-mana. Jadi bagaimana aku bisa membayangkan diriku sebagai orang yang sedang kelaparan. Apalagi kalo menjelang buka puasa gitu, pasti semua orang sudah sibuk sendiri-sendiri mencari makanan yang paling enak.
Haruskah aku bersandiwara membayangkan diriku sebagai orang miskin yang kurang makan? Agar bisa menghayati kehidupan yang berkekurangan. Tapi kan dalam puasa hanya disyaratkan tidak makan, minum, dan sex, tidak ada tuntutan harus berperilaku seperti orang kekurangan. Bukan itu sepertinya poin yang dicari dari perintah berpuasa.
Agar lebih meningkat imannya kepada Allah. Begitu kata yang lain mengenai tujuan puasa.
Setahuku sih, puasa itu kan ibadah yang pasif. Ibadah yang tidak perlu melakukan aktifitas ibadah secara fisik. Tidak ada ritual nyata yang terlihat sebagaimana shalat, membayar zakat, atau haji. Tidak ada tuntutan untuk memusatkan pikiran agar khusyuk mengingat Allah sebagaimana dalam shalat. Puasa itu tidak melakukan apa-apa secara fisik, jadi bagaimana bisa meningkatkan iman? Mungkin yang bisa meningkatkan iman adalah kegiatan beribadah lain yang dilakukan selama berpuasa, tapi bukan puasanya secara langsung. Menurutku.
Jadi, buat apa dong puasa itu? Latihan lapar doang?
Belajar mengendalikan hawa nafsu. Tapi apa artinya menahan hawa nafsu dari subuh sampai maghrib, kalau kemudian begitu buka yang terjadi adalah balas dendam. Apa artinya menahan hawa nafsu kalau begitu menjelang buka, semua orang sibuk mempersiapkan makanan terenak dan kemudian duduk manis dihadapannya menunggu bunyi beduk tiba. Tidak ada artinya dong pelajaran mengendalikan nafsu seharian yang dilakukan sebelumnya.
Memang sih seharusnya tidak seperti itu. Buka puasa semestinya bukanlah ajang balas dendam. Makan sedikit aja waktu buka sebenarnya sudah bisa meredakan nafsu makan yang menggila sebelumnya. Ya nggak?
Secara kasar, memang bisa dibilang puasa itu berlatih lapar. Tapi sebenernya bukan sekedar lapar. Lebih tepatnya belajar melepaskan diri dari kebiasaan duniawi. Sehari2 jika sudah terbiasa dengan makan tiga kali sehari, jika jadwal makan siang mundur satu-dua jam saja kita sudah rasanya kelaparan banget, kepikiran makanan terus. Padahal kalo lagi puasa, biasa aja tuh, laper sudah pasti, tapi gak sampai panik teriak2 minta makan. Jadi sebenarnya kuat untuk bertahan tidak makan. Begitu juga dengan nafsu-nafsu yang lain, nafsu sex, nafsu amarah, dan lain sebagainya. Sebenarnya kita mampu untuk menahan dan mengendalikan semua itu, sebagaimana yang terjadi selama puasa, tapi kadang kita manja, malas untuk mengekang diri demi kebaikan sendiri.
Kewajiban puasa sepertinya ingin menunjukkan, bahwa sebenernya manusia itu bisa lepas dari keterikatan2 duniawi kalau mau. Kuat kok sebenernya manusia itu tanpa terikat terlalu erat dengan kebutuhan makan, seks, atau nafsu2 lain. Cukuplah semuanya dipenuhi sebatas kebutuhan. Jadi janganlah hal-hal itu terlalu dikejar-kejar untuk dipuaskan semaksimal mungkin. Dan kemudian anjuran memperbanyak ibadah selama puasa, seolah ingin mengatakan bahwa daripada mengejar-ngejar pemuasan nafsu, lebih baik perbanyaklah ibadah.
Ada yang bilang biar bisa merasakan sengsaranya orang-orang yang kelaparan. Sehingga bisa menumbuhkan rasa empati kepada mereka yang berkekurangan, menjadi lebih peduli lagi kepada mereka.
Tapi jujur aja, selama ini aku berpuasa dari kecil sampe setua ini (iya ngaku deh kalo udah tuwir...), nggak pernah aku mencoba membayangkan diriku sebagai orang sengsara yang sedang kelaparan. Aku sedang berpuasa itu aja, bukan kelaparan. Kelaparan itu kan berarti nggak punya makanan sama sekali yang bisa untuk dimakan. Padahal jelas aku punya makanan, atau paling tidak punya uang untuk membeli makanan. Apalagi kalau bulan puasa gini mah, makanan2 enak bertaburan dimana-mana. Jadi bagaimana aku bisa membayangkan diriku sebagai orang yang sedang kelaparan. Apalagi kalo menjelang buka puasa gitu, pasti semua orang sudah sibuk sendiri-sendiri mencari makanan yang paling enak.
Haruskah aku bersandiwara membayangkan diriku sebagai orang miskin yang kurang makan? Agar bisa menghayati kehidupan yang berkekurangan. Tapi kan dalam puasa hanya disyaratkan tidak makan, minum, dan sex, tidak ada tuntutan harus berperilaku seperti orang kekurangan. Bukan itu sepertinya poin yang dicari dari perintah berpuasa.
Agar lebih meningkat imannya kepada Allah. Begitu kata yang lain mengenai tujuan puasa.
Setahuku sih, puasa itu kan ibadah yang pasif. Ibadah yang tidak perlu melakukan aktifitas ibadah secara fisik. Tidak ada ritual nyata yang terlihat sebagaimana shalat, membayar zakat, atau haji. Tidak ada tuntutan untuk memusatkan pikiran agar khusyuk mengingat Allah sebagaimana dalam shalat. Puasa itu tidak melakukan apa-apa secara fisik, jadi bagaimana bisa meningkatkan iman? Mungkin yang bisa meningkatkan iman adalah kegiatan beribadah lain yang dilakukan selama berpuasa, tapi bukan puasanya secara langsung. Menurutku.
Jadi, buat apa dong puasa itu? Latihan lapar doang?
Belajar mengendalikan hawa nafsu. Tapi apa artinya menahan hawa nafsu dari subuh sampai maghrib, kalau kemudian begitu buka yang terjadi adalah balas dendam. Apa artinya menahan hawa nafsu kalau begitu menjelang buka, semua orang sibuk mempersiapkan makanan terenak dan kemudian duduk manis dihadapannya menunggu bunyi beduk tiba. Tidak ada artinya dong pelajaran mengendalikan nafsu seharian yang dilakukan sebelumnya.
Memang sih seharusnya tidak seperti itu. Buka puasa semestinya bukanlah ajang balas dendam. Makan sedikit aja waktu buka sebenarnya sudah bisa meredakan nafsu makan yang menggila sebelumnya. Ya nggak?
Secara kasar, memang bisa dibilang puasa itu berlatih lapar. Tapi sebenernya bukan sekedar lapar. Lebih tepatnya belajar melepaskan diri dari kebiasaan duniawi. Sehari2 jika sudah terbiasa dengan makan tiga kali sehari, jika jadwal makan siang mundur satu-dua jam saja kita sudah rasanya kelaparan banget, kepikiran makanan terus. Padahal kalo lagi puasa, biasa aja tuh, laper sudah pasti, tapi gak sampai panik teriak2 minta makan. Jadi sebenarnya kuat untuk bertahan tidak makan. Begitu juga dengan nafsu-nafsu yang lain, nafsu sex, nafsu amarah, dan lain sebagainya. Sebenarnya kita mampu untuk menahan dan mengendalikan semua itu, sebagaimana yang terjadi selama puasa, tapi kadang kita manja, malas untuk mengekang diri demi kebaikan sendiri.
Kewajiban puasa sepertinya ingin menunjukkan, bahwa sebenernya manusia itu bisa lepas dari keterikatan2 duniawi kalau mau. Kuat kok sebenernya manusia itu tanpa terikat terlalu erat dengan kebutuhan makan, seks, atau nafsu2 lain. Cukuplah semuanya dipenuhi sebatas kebutuhan. Jadi janganlah hal-hal itu terlalu dikejar-kejar untuk dipuaskan semaksimal mungkin. Dan kemudian anjuran memperbanyak ibadah selama puasa, seolah ingin mengatakan bahwa daripada mengejar-ngejar pemuasan nafsu, lebih baik perbanyaklah ibadah.
<< Home