Monday, March 21, 2005
Alkemis dan Veronika
Book Review Time....!!! .. :P
Hehehe.... sejak punya blog, kalo habis baca novel rasanya jadi gatel2 kalo nggak pake dibahas di blog ini. Bukannya mau sok jadi kritikus sastra, tapi cuma mau mengabadikan kesan2 yang hinggap di pikiranku setelah baca novel tersebut. Biar suatu saat kalo pengen mengingat-ingat isi buku itu nggak perlu repot2 baca lagi, cukup baca posting review2 ini aja.
Dan kali ini giliran novel tulisan Paulo Coelho yang mau aku obrolin. Nggak cuma satu, tapi sekaligus dua. Kenapa langsung dua, karena selain dua2nya tidak terlalu tebal hanya 200-an halaman, juga karena keduanya memiliki benang merah yang sangat kuat. Novel yang pertama udah pastilah yang paling ngetop dari Paulo Coelho, "The Alchemist", dan yang kedua judulnya rada2 culun "Veronika Decides to Die" (Veronika Memutuskan untuk Mati).
Cerita dari kedua novel itu sebenernya sama sekali tidak berhubungan satu sama lain, bahkan bisa dibilang sangat berbeda. Yang menurutku menjadi benang merah dari keduanya memang bukan ceritanya, tapi moral dan nilai2 yang ingin disampaikan yang sangat nyambung. Tampaknya Paulo Coelho memang ingin menyampaikan kepada pembacanya mengenai cara dia memandang hidup melalui novel2nya, bukan sekedar bercerita.
Sang Alkemis
Bercerita tentang bocah Spanyol bernama Santiago yang mencoba mengejar mimpinya. Si anak penggembala ini mendapat mimpi tentang harta karun di sebuah Piramida. Yup, mengejar mimpi dalam arti yang sebenarnya, bukan mengejar mimpi dalam arti kiasan. Si bocah ingin membuktikan bahwa mimpi itu adalah mimpi yang nyata.
Beberapa orang yang ditemuinya meyakinkan dia untuk menghampiri mimpi itu. Dia pun menjual domba2nya dan menyeberang ke Afrika. Berbagai hal yang terjadi selama perjalanannya diyakininya sebagai pertanda untuk terus melangkah menuju harta karunnya. Beberapa kali sempat hendak menghentikan langkah untuk menjalani kehidupan yang menjanjikan kemapanan. Tapi rupanya dia tidak mampu melupakan mimpinya, dia ingin mempunyai Legenda hidup pribadi yang menjadikan hidupnya lebih berarti.
Banyak sekali kejutan, bukan suatu cerita biasa yang bisa ditebak dengan mudah. Kejutan paling besar buat aku adalah pada satu titik ternyata aku harus merubah anggapanku tentang jenis cerita yang ditulis. Awalnya aku anggap bahwa ini adalah sebuah novel tentang kisah perjalanan yang realistis dan humanis. Dan kejutannya adalah novel ini ternyata adalah sebuah dongeng :( Kecewa? tentu saja. Harusnya sih aku udah bisa menebak dari judulnya, Alkemis kan tokoh dongeng yang punya kemampuan untuk merubah semua logam menjadi emas. Tapi aku berpikir positif dulu bahwa itu adalah kiasan saja, ternyata... bukan.
Ide yang ingin disampaikan Paulo Coelho sudah sekilas aku bahas. Kejarlah mimpi dan cita-cita dengan mengerahkan segalanya. Jangan pernah berhenti, jangan menyerah karena merasa sudah cukup sampai disitu, karena merasa sudah cukup mapan dan tak perlu mencari lagi yang neko2. Pengejaran mimpi itu akan sangat berarti bagi hidup secara keseluruhan. Pengejaran untuk menjadikan hidup sebagai legenda yang patut dibanggakan. Gitu menurut Mr. Coelho di novel ini.
Yang jelas, sebagai novel yang penuh dengan metafor2 kehidupan, novel ini bisa dibilang indah dan puitis. Bukan kalimat2nya yang puitis, tapi jalinan ceritanya yang sangat puitis.
Veronika
Nah, kalo novel tentang Veronika ini sama sekali bukan dongeng. Diawali dengan usaha bunuh diri Veronika yang tidak berhasil, malah mendamparkan dia menjadi penghuni rumah sakit jiwa dan divonis akan segera mati akibat kerusakan jantung. Cerita kemudian berpindah menelusuri latar-belakang beberapa pasien yang lain. Zedka yang depresi karena cintanya terhadap suami orang hanya bertepuk sebelah tangan. Mari, pengacara mapan dengan keluarga harmonis, yang tiba-tiba sering terserang panik tanpa alasan yang jelas. Dan Eduard, anak diplomat yang pura2 gila karena dilarang keluarganya untuk menjadi pelukis.
Veronika ingin bunuh diri karena dia merasa hidupnya tidak punya arti. Rutinitas yang berulang hari demi hari tidak mampu membuatnya merasa hidup, jadi dia memilih lebih baik mati, tidak ada yang perlu diperjuangkan. Dan ketika menjadi pasien rumah sakit jiwa dia malah menemukan apa sebenarnya yang menjadi mimpinya selama ini, tapi apa daya, veronika telah divonis akan segera mati dalam beberapa hari.
Dengan alur datar novel ini nyaris tanpa klimaks tapi akan sangat mengena bagi banyak orang, karena sebagian orang mungkin akan mengaku kalau mereka mengalami hal yang sama. Coelho mencoba mengorek2 borok dari irama kehidupan manusia modern yang terjebak rutinitas dan jalur kehidupan manusia yang telah distandarisasi oleh masyarakat mayoritas.
Jelas sekali kan, benang merahnya dengan Sang Alkemis. Tentang mengejar mimpi, jangan mau terjebak rutinitas tanpa tujuan, jadilah orang yang sedikit gila yang berani mengambil resiko untuk hidup yang lebih bermakna. Hanya saja disampaikan dengan cara yang jauh berbeda.
Sarat Spiritualisme
Coelho kayaknya banyak mempelajari spiritualism, bahkan hingga masuk ke dalam mistisme. Santiago yang percaya bahwa bumi ini hidup, memiliki jiwa, dan ikut bekerja untuk mewujudkan mimpi kita. Bahkan akhirnya si bocah ini mampu menyatukan jiwanya dengan Jiwa Tuhan, suatu puncak pencapaian tertinggi dalam mistisme. Sementara dalam Veronika, dikisahkan Zedka yang mengalami perjalanan Astral, lepasnya jiwa dari raga. Juga Eduard yang melukis untuk mendapatkan visi firdaus. Malah secara spesifik diceritakan rumah sakit mendatangkan seorang guru sufi untuk mengajarkan meditasi kepada para pasien.
Tapi sepertinya Coelho bukanlah pelaku spiritualism atau mistisme. Dia tahu banyak hal tentang itu, tapi tampaknya dia tidak terjun ke dalamnya. Kalaupun terjun, mungkin baru kulitnya saja.
Aku menyimpulkan begitu dari cerita yang dia bangun untuk membentuk si bocah Santiago. Menyatu dengan Jiwa Tuhan adalah suatu kejadian dan pencapaian yang sangat luar biasa. Hanya segelintir orang yang mampu melakukannya. Untuk mencapai itu berbagai syarat dan latihan batin harus mampu dilakukan terlebih dahulu. Tapi Coelho memutuskan bahwa si bocah mampu mencapai tingkatan itu hanya melalui dialog dengan Sang Alkemis selama perjalanan beberapa hari melintasi gurun menuju Piramida.
Santiago mampu menyatu dengan Jiwa Tuhan, padahal jiwanya masih terpikat dengan Fatima gadis gurun, dan mata hatinya masih dikuasai oleh harta karun di dekat piramida. Sementara dari apa yang pernah aku baca dari buku2 yang membahas sufi ataupun pada fakir Buddha, pencapaian mereka ditentukan oleh seberapa besar mereka mampu meninggalkan keinginan2 duniawi. Atau memang kisah Sang Alkemis ini benar2 hanya sebuah dongeng.
Lugas Inspiratif
Coelho bercerita dengan bahasa yang lugas dan sederhana. Jalan ceritanya mudah dimengerti, tidak terlalu sulit untuk mengimajinasikan apa yang sedang ia tuturkan. Mungkin itu semua karena dia tidak memberikan detail yang terlalu banyak, sehingga kita tidak perlu terlalu sering merubah dan mencocokkan imajinasi spontan yang kita buat dengan detail yang dipaparkan penulis. Mangkanya novel dia menjadi tidak terlalu tebal, karena tidak mau bertele-tele menceritakan detail2. Itu kekuatan atau kelemahan ya?
Pada saat membahas tentang makna dan tujuan hidup, yang menjadi tema sentral dari kedua novel ini, Coelho juga langsung menuju poin2nya. Tanpa berputar-putar mencari analogi. Mungkin sebenarnya Coelho bisa juga menulis buku2 motivasi, karena pemahamannya atas hidup lumayan mendalam. Tapi karena dia juga jago mendongeng maka yang tercipta ya novel2 ini. Dongeng2 inspiratif.
Narsis
Nah lo? apa hubungannya? Itu dia yang aku tanyakan juga.
Di prolog dari The Alchemist, Coelho menceritakan tentang legenda Narcissus. Seorang pemuda tampan yang tiap hari sibuk mengagumi pantulan wajah indahnya di kebeningan sebuah danau. Hingga akhirnya dia mati tenggelam di danau itu. Kematiannya membuat si danau larut dalam kesedihan. Bukan karena kehilangan sosok indah yang mengunjunginya tiap hari, tapi karena kehilangan kebeningan mata Narcissus tempat si danau bisa mengagumi keindahannya sendiri. (Gubrak!! jadi siapa yang lebih narsis?!)
Apa hubungannya sama kisah si Santiago?
Kalo mau dihubung2in sih bisa aja. Menurutku sikap narsis itu bisa juga menjadi pemberi makna dari kehidupan. Veronika memutuskan bunuh diri karena merasa tidak punya kebanggaan atas hidupnya. Dia kehilangan makna atas kehadirannya di dunia. Merasa dirinya tidak berharga. Kalau saja dia mau sedikit narsis, mungkin akan ada suatu kebanggaan yang bisa menjadi penyemangat hidup. Namanya manusia kan perlu mempunyai kebanggaan, perlu pengakuan atas eksistensinya. Kalopun tidak ada orang lain yang secara eksplisit memberi pengakuan atas keberadaan kita, mungkin tidak ada salahnya kalo kita sendiri yang memberi pengakuan itu. Ya dengan cara narsis itu tadi... :p
Apa itu yang ingin disampaikan Coelho dengan menempatkan legenda Narcissus sebagai prolog The Alchemist? ......
Hehehe.... sejak punya blog, kalo habis baca novel rasanya jadi gatel2 kalo nggak pake dibahas di blog ini. Bukannya mau sok jadi kritikus sastra, tapi cuma mau mengabadikan kesan2 yang hinggap di pikiranku setelah baca novel tersebut. Biar suatu saat kalo pengen mengingat-ingat isi buku itu nggak perlu repot2 baca lagi, cukup baca posting review2 ini aja.
Dan kali ini giliran novel tulisan Paulo Coelho yang mau aku obrolin. Nggak cuma satu, tapi sekaligus dua. Kenapa langsung dua, karena selain dua2nya tidak terlalu tebal hanya 200-an halaman, juga karena keduanya memiliki benang merah yang sangat kuat. Novel yang pertama udah pastilah yang paling ngetop dari Paulo Coelho, "The Alchemist", dan yang kedua judulnya rada2 culun "Veronika Decides to Die" (Veronika Memutuskan untuk Mati).
Cerita dari kedua novel itu sebenernya sama sekali tidak berhubungan satu sama lain, bahkan bisa dibilang sangat berbeda. Yang menurutku menjadi benang merah dari keduanya memang bukan ceritanya, tapi moral dan nilai2 yang ingin disampaikan yang sangat nyambung. Tampaknya Paulo Coelho memang ingin menyampaikan kepada pembacanya mengenai cara dia memandang hidup melalui novel2nya, bukan sekedar bercerita.
Sang Alkemis
Bercerita tentang bocah Spanyol bernama Santiago yang mencoba mengejar mimpinya. Si anak penggembala ini mendapat mimpi tentang harta karun di sebuah Piramida. Yup, mengejar mimpi dalam arti yang sebenarnya, bukan mengejar mimpi dalam arti kiasan. Si bocah ingin membuktikan bahwa mimpi itu adalah mimpi yang nyata.
Beberapa orang yang ditemuinya meyakinkan dia untuk menghampiri mimpi itu. Dia pun menjual domba2nya dan menyeberang ke Afrika. Berbagai hal yang terjadi selama perjalanannya diyakininya sebagai pertanda untuk terus melangkah menuju harta karunnya. Beberapa kali sempat hendak menghentikan langkah untuk menjalani kehidupan yang menjanjikan kemapanan. Tapi rupanya dia tidak mampu melupakan mimpinya, dia ingin mempunyai Legenda hidup pribadi yang menjadikan hidupnya lebih berarti.
Banyak sekali kejutan, bukan suatu cerita biasa yang bisa ditebak dengan mudah. Kejutan paling besar buat aku adalah pada satu titik ternyata aku harus merubah anggapanku tentang jenis cerita yang ditulis. Awalnya aku anggap bahwa ini adalah sebuah novel tentang kisah perjalanan yang realistis dan humanis. Dan kejutannya adalah novel ini ternyata adalah sebuah dongeng :( Kecewa? tentu saja. Harusnya sih aku udah bisa menebak dari judulnya, Alkemis kan tokoh dongeng yang punya kemampuan untuk merubah semua logam menjadi emas. Tapi aku berpikir positif dulu bahwa itu adalah kiasan saja, ternyata... bukan.
Ide yang ingin disampaikan Paulo Coelho sudah sekilas aku bahas. Kejarlah mimpi dan cita-cita dengan mengerahkan segalanya. Jangan pernah berhenti, jangan menyerah karena merasa sudah cukup sampai disitu, karena merasa sudah cukup mapan dan tak perlu mencari lagi yang neko2. Pengejaran mimpi itu akan sangat berarti bagi hidup secara keseluruhan. Pengejaran untuk menjadikan hidup sebagai legenda yang patut dibanggakan. Gitu menurut Mr. Coelho di novel ini.
Yang jelas, sebagai novel yang penuh dengan metafor2 kehidupan, novel ini bisa dibilang indah dan puitis. Bukan kalimat2nya yang puitis, tapi jalinan ceritanya yang sangat puitis.
Veronika
Nah, kalo novel tentang Veronika ini sama sekali bukan dongeng. Diawali dengan usaha bunuh diri Veronika yang tidak berhasil, malah mendamparkan dia menjadi penghuni rumah sakit jiwa dan divonis akan segera mati akibat kerusakan jantung. Cerita kemudian berpindah menelusuri latar-belakang beberapa pasien yang lain. Zedka yang depresi karena cintanya terhadap suami orang hanya bertepuk sebelah tangan. Mari, pengacara mapan dengan keluarga harmonis, yang tiba-tiba sering terserang panik tanpa alasan yang jelas. Dan Eduard, anak diplomat yang pura2 gila karena dilarang keluarganya untuk menjadi pelukis.
Veronika ingin bunuh diri karena dia merasa hidupnya tidak punya arti. Rutinitas yang berulang hari demi hari tidak mampu membuatnya merasa hidup, jadi dia memilih lebih baik mati, tidak ada yang perlu diperjuangkan. Dan ketika menjadi pasien rumah sakit jiwa dia malah menemukan apa sebenarnya yang menjadi mimpinya selama ini, tapi apa daya, veronika telah divonis akan segera mati dalam beberapa hari.
Dengan alur datar novel ini nyaris tanpa klimaks tapi akan sangat mengena bagi banyak orang, karena sebagian orang mungkin akan mengaku kalau mereka mengalami hal yang sama. Coelho mencoba mengorek2 borok dari irama kehidupan manusia modern yang terjebak rutinitas dan jalur kehidupan manusia yang telah distandarisasi oleh masyarakat mayoritas.
Jelas sekali kan, benang merahnya dengan Sang Alkemis. Tentang mengejar mimpi, jangan mau terjebak rutinitas tanpa tujuan, jadilah orang yang sedikit gila yang berani mengambil resiko untuk hidup yang lebih bermakna. Hanya saja disampaikan dengan cara yang jauh berbeda.
Sarat Spiritualisme
Coelho kayaknya banyak mempelajari spiritualism, bahkan hingga masuk ke dalam mistisme. Santiago yang percaya bahwa bumi ini hidup, memiliki jiwa, dan ikut bekerja untuk mewujudkan mimpi kita. Bahkan akhirnya si bocah ini mampu menyatukan jiwanya dengan Jiwa Tuhan, suatu puncak pencapaian tertinggi dalam mistisme. Sementara dalam Veronika, dikisahkan Zedka yang mengalami perjalanan Astral, lepasnya jiwa dari raga. Juga Eduard yang melukis untuk mendapatkan visi firdaus. Malah secara spesifik diceritakan rumah sakit mendatangkan seorang guru sufi untuk mengajarkan meditasi kepada para pasien.
Tapi sepertinya Coelho bukanlah pelaku spiritualism atau mistisme. Dia tahu banyak hal tentang itu, tapi tampaknya dia tidak terjun ke dalamnya. Kalaupun terjun, mungkin baru kulitnya saja.
Aku menyimpulkan begitu dari cerita yang dia bangun untuk membentuk si bocah Santiago. Menyatu dengan Jiwa Tuhan adalah suatu kejadian dan pencapaian yang sangat luar biasa. Hanya segelintir orang yang mampu melakukannya. Untuk mencapai itu berbagai syarat dan latihan batin harus mampu dilakukan terlebih dahulu. Tapi Coelho memutuskan bahwa si bocah mampu mencapai tingkatan itu hanya melalui dialog dengan Sang Alkemis selama perjalanan beberapa hari melintasi gurun menuju Piramida.
Santiago mampu menyatu dengan Jiwa Tuhan, padahal jiwanya masih terpikat dengan Fatima gadis gurun, dan mata hatinya masih dikuasai oleh harta karun di dekat piramida. Sementara dari apa yang pernah aku baca dari buku2 yang membahas sufi ataupun pada fakir Buddha, pencapaian mereka ditentukan oleh seberapa besar mereka mampu meninggalkan keinginan2 duniawi. Atau memang kisah Sang Alkemis ini benar2 hanya sebuah dongeng.
Lugas Inspiratif
Coelho bercerita dengan bahasa yang lugas dan sederhana. Jalan ceritanya mudah dimengerti, tidak terlalu sulit untuk mengimajinasikan apa yang sedang ia tuturkan. Mungkin itu semua karena dia tidak memberikan detail yang terlalu banyak, sehingga kita tidak perlu terlalu sering merubah dan mencocokkan imajinasi spontan yang kita buat dengan detail yang dipaparkan penulis. Mangkanya novel dia menjadi tidak terlalu tebal, karena tidak mau bertele-tele menceritakan detail2. Itu kekuatan atau kelemahan ya?
Pada saat membahas tentang makna dan tujuan hidup, yang menjadi tema sentral dari kedua novel ini, Coelho juga langsung menuju poin2nya. Tanpa berputar-putar mencari analogi. Mungkin sebenarnya Coelho bisa juga menulis buku2 motivasi, karena pemahamannya atas hidup lumayan mendalam. Tapi karena dia juga jago mendongeng maka yang tercipta ya novel2 ini. Dongeng2 inspiratif.
Narsis
Nah lo? apa hubungannya? Itu dia yang aku tanyakan juga.
Di prolog dari The Alchemist, Coelho menceritakan tentang legenda Narcissus. Seorang pemuda tampan yang tiap hari sibuk mengagumi pantulan wajah indahnya di kebeningan sebuah danau. Hingga akhirnya dia mati tenggelam di danau itu. Kematiannya membuat si danau larut dalam kesedihan. Bukan karena kehilangan sosok indah yang mengunjunginya tiap hari, tapi karena kehilangan kebeningan mata Narcissus tempat si danau bisa mengagumi keindahannya sendiri. (Gubrak!! jadi siapa yang lebih narsis?!)
Apa hubungannya sama kisah si Santiago?
Kalo mau dihubung2in sih bisa aja. Menurutku sikap narsis itu bisa juga menjadi pemberi makna dari kehidupan. Veronika memutuskan bunuh diri karena merasa tidak punya kebanggaan atas hidupnya. Dia kehilangan makna atas kehadirannya di dunia. Merasa dirinya tidak berharga. Kalau saja dia mau sedikit narsis, mungkin akan ada suatu kebanggaan yang bisa menjadi penyemangat hidup. Namanya manusia kan perlu mempunyai kebanggaan, perlu pengakuan atas eksistensinya. Kalopun tidak ada orang lain yang secara eksplisit memberi pengakuan atas keberadaan kita, mungkin tidak ada salahnya kalo kita sendiri yang memberi pengakuan itu. Ya dengan cara narsis itu tadi... :p
Apa itu yang ingin disampaikan Coelho dengan menempatkan legenda Narcissus sebagai prolog The Alchemist? ......
<< Home