Saturday, April 02, 2005

Dikepung Anjing

Udah seminggu lebih nggak bikin posting nih. Salah satu alasannya adalah memang hari2 ini kerjaan lagi padet, nggak sempat untuk mencari ide dan mengolahnya jadi tulisan di blogku tercinta. Ada sih beberapa ide, tapi ya itu tadi perlu waktu tersendiri untuk mengolahnya, padahal waktuku lagi dikuasai oleh tuntutan pekerjaan. Tapi setelah dipikir2, aku baru nyadar, bahwa ide yang muncul itu berupa tulisan yang berisi opiniku tentang satu topik. Dan tentunya aku harus mikirin dulu gimana opiniku terhadap peristiwa itu. Makanya jadi perlu waktu tersendiri.

Kalo nggak mau bingung2 pake mikir panjang kali lebar, tulisan yang lebih gampang dan cepet dibuat adalah tulisan tentang kejadian2 yang pernah dialamin. Tinggal mengingat2 saja kejadian saat itu dan diluncurkan dalam tulisan. Tulisannya juga jadinya bisa lebih hangat dan akrab :) Ya udah, ini salah satu pengalaman yang bagiku rada2 aneh yang pengen aku ceritakan. Tentang dikepung anjing.

Ngantri Tiket

Kejadiannya pada waktu bulan puasa beberapa tahun yang lalu, sekitar dua minggu sebelum lebaran. Waktunya ngantri tiket kereta api buat mudik ke "Jawa" (entahlah, kenapa orang Jakarta nggak mau disebut sebagai bagian dari "Jawa"...). Seperti biasa, kalau mau dapat tiket KA untuk mudik lebaran harus rela ngantri dari dini hari atau bahkan dari kemarin malamnya. Karena tradisi orang Jawa memang kalo lebaran yang namanya mudik itu hukumnya hampir wajib.

Jadilah pada hari H (entah aku lupa, itu hari Henin, Helaha, Habu, ato Hemis.. :p) aku sahur sejam lebih awal, begitu selesai langsung berangkat ke tempat reservasi tiket di dekat stasiun Juanda. Sodara sepupuku, cewek, akan menyusul menjelang subuh buat gantian ngantri. Sampai disana, antrian sudah terbentuk tapi belum terlalu panjang. Masih ada harapan. Menjelang subuh sodaraku itu datang. Lumayan, ada teman ngobrol.

Nyari Musholla

Beberapa saat kemudian masjid Istiqlal yang pas di seberang tempat reservasi tiket ini mengumandangkan adzan subuh. Sodaraku itu lagi berhalangan. Akupun minta ijin buat sholat dulu. Istiqlal sih sebenernya tinggal nyebrang, tapi entah kenapa saat itu aku males. Aku nyari musholla kecil aja di sekitar situ buat sholat subuh. Biar sodaraku itu nggak terlalu lama nunggu sendirian.

Nanya ke orang2 sekitar situ, katanya ada di lantai dua stasiun Juanda. Tapi stasiunnya masih ditutup, jadi nggak bisa masuk. Nanya lagi ke orang, katanya ada di gang satu di perumahan sebelah stasiun. Aku pun melenggang mencari gang satu.

Gang satu ketemu. Jalan yang selebar dua mobil itu dibatasi dengan rantai yang melintang menutup ujung gang. Aku lewati rantai itu dan berjalan masuk ke dalam mencari2 musholla yang dibilang orang tadi. Gang ini tidak terlalu panjang, karena terlihat sejarak dua ratus meter ada pertigaan, akhir dari gang ini.

Suasananya masih sepi, maklumlah masih subuh. Mungkin di dalam rumah2 itu sedang ada kesibukan sehabis sahur, tapi ya tetep nggak keliatan dari luar. Ada seorang ibu2 memakai daster berjalan di depanku. Di ujung gang terlihat ada seseorang sedang menarik gerobak. Beberapa saat kemudian tampak seseorang bersepeda melintas di pertigaan. Tidak terlalu sepi. Tapi aku belum melihat tanda2 ada musholla di sekitar situ.

Dan Anjing2 itu Datang...

Lewat satu rumah, ada anjing menggonggong dari dalam pagar. Sempet kaget sebentar, tapi kemudian tenang lagi karena anjing itu masih di dalam pagar. Aku memang rada takut sama yang namanya anjing. Pertama takut "diambus" (basa jawa, yang kira2 artinya dicium2 sama si anjing dan kena air liurnya), karena kalo sampe pakaianku diambus, aturannya itu pakaian harus dicuci tujuh kali dan salah satunya pake pasir. Males banget nggak sih. Takut yang kedua, takut digigit. Lihat aja rahangnya yang lebar dengan gigi2 runcing... hih!

Aku melanjutkan berjalan hingga hampir sampai pertigaan. Tengak-tengok kanan kiri, kok belum keliatan juga tanda2 ada musholla ya?

Tiba2 dari rumah yang masih beberapa meter di depanku, keluar seekor anjing. Menggonggongi aku. Aku pun berhenti berjalan. Wah... rada takut juga nih. Anjing itu menggonggong terus sambil berjalan selangkah2 mendekat. Aku masih terdiam. Dari ujung pertigaan tiba2 muncul dua ekor anjing lain yang ikut menggonggong meramaikan suasana. Waduh!!. Dari rumah diseberang muncul juga anjing lain. Hah!! kok begini? Dan entah darimana saja, tiba2 konser menggonggong itu semakin lengkap dengan berbagai warna suara. Di depanku saat itu, tanpa aku tahu darimana saja mereka muncul, tiba2 sudah hampir sepuluh ekor anjing (nggak sempet ngitung sih sebenernya, wong lagi ketakutan gitu) berdiri congkak menggonggongi aku. Mami....!!!!

Mulutku pun mulai merapal "Shummum bukmun umyun ... dst" berkali2 tanpa henti. Dengan harapan bahwa kata guru2 ngaji ayat itu bisa untuk mengusir anjing adalah benar. Sambil aku melangkah pelan2 ke belakang. Aku nggak berani lari, karena takutnya nanti malah dikejar. Bisa tambah berabe, karena aku sangat paham dengan kemampuanku berlari yang sekedarnya saja.

Tapi rupanya sepuluhan anjing di depanku belumlah cukup. Anjing dari rumah di belakangku yang tadi sempat menggonggongi aku dari dalam pagar, tiba2 mendorong pintu pagar dan berlari keluar. Diapun ikut bergabung dengan choir menakutkan itu, menggonggongiku dari belakang dan menciptakan efek suara surround. Aku terjebak!!!

Pucat Pasi

Keringat dingin terasa bercucuran. Kakiku gemeteran hebat. Dan aku yakin banget saat itu wajahku pasti pucat pasi, karena kepalaku rasanya dingin tanpa dialiri darah. Tapi rupanya anjing2 itu tidak takut dengan wajah pucat seperti hantu sinetron yang aku tampilkan. Mereka mungkin malah bangga karena bisa membuat aku terpojok ketakutan.

Mulutku masih terus komat-kamit. Aku minggir ke tempat parkir sebuah bangunan kantor, dengan harapan anjing2 itu tahu kalo aku tidak bermaksud memaksakan diri untuk melanjutkan perjalanan, dan kemudian mereka bersedia membiarkan aku pergi. Tapi mereka malah mendekat selangkah demi selangkah dan terus menggonggong. Huh, gimana nih??!! Mau ngelawan dengan ngelemparin batu, iya kalo bisa bikin mereka pergi, kalo tambah ganas??...Aku melihat ke sekitar. Apa aku melompati pagar rumah orang dan berlindung di dalam saja ya? wah, bisa disangka maling.... Memanjat tiang listrik?... ngapain? emangnya Nobita? :p lagian bisa bertahan berapa lama?... Aku bingung dan ketakutan. Aku liat lagi ke sekitar, tidak ada orang sama sekali yang bisa dimintai tolong mengusir mereka. Aduuuuh...

Hhuuh, nggak ada cara lain nih. Yang pasti aku harus pergi dari tempat ini. Jelas anjing2 itu tidak menginginkan keberadaanku disini. Kalau saja mereka bisa aku ajak bicara, pasti sudah aku beri mereka penjelasan bahwa aku nggak bermaksud jahat. Bahkan mungkin mereka akan aku tanyai dimana musholla tempat aku bisa shalat subuh. Apa daya, mereka cuma bisa menggonggong, dan aku nggak ngerti bahasa gonggongan mereka.

Aku liat, anjing2 itu masih menjaga etika permusuhan sama aku. Aku tidak tampak melawan, mereka juga tidak meningkatkan ancaman. Mereka tidak merangsek mengejar aku. Mereka tetap menggonggong galak di tempat mereka masing2. Oke deh kawan...ya udah kalian menang ...aku menyerah... aku pergi deh... tapi biarkan aku lewat ya... plisss....

Lepas Akhirnya

Pelan2 aku mendekati anjing yang memblokir jalan di belakangku. Dia mundur selangkah sambil terus menggonggong sok galak. Ah... kayaknya bisa dicoba terus. Aku melangkah lagi. Dia tambah galak, tapi tidak mendekat. Selangkah lagi.... selangkah lagi. Aku pun melewati itu anjing tanpa ada pergumulan yang sangat aku takutkan... hhhh... Lepas sudah aku dari kepungan...

Begitu melewati anjing itu bukan berarti aku sudah merasa bebas, karena gonggongan mereka masih sangat mengintimidasi. Aku merasa tidak perlu menengok ke belakang untuk memeriksa bagaimana posisi anjing2 yang lain. Yang jelas gonggongan belum mereda, meski udah nggak surround lagi. Aku berjalan kaku pelan2 meninggalkan gerombolan anjing itu, berusaha berjalan dengan irama yang wajar, walaupun sebenarnya pengen lari sekencang2nya....

Akhirnya sampai kembali aku di pembatas rantai di ujung gang. Nafasku terasa terlepas disitu. Legaaa bukan kepalang.... anjing2 itu tidak mengejarku... aku dibiarkan saja pergi. Hhhh... alhamdulillah aku tidak kurang satu apapun. Paling cuma darah di kepalaku yang terasa masih belum mengalir lancar, dan kakiku masih lemes gemeteran.

Di seberang ujung gang itu, nampak dua orang sedang main catur dengan khusyuk. Mereka cuma menengok sekilas saat aku lewat. Apa mereka nggak denger ya, paduan suara anjing yang barusan? Hampir aku nanya ke mereka, tapi kuurungkan. Ah biar aja deh, yang penting aku udah selamat.

Masih Dibahas

Aku nggak mau nerusin nyari2 musholla lagi. Udahlah, udah jelas ada masjid besar magrong-magrong di seberang jalan. Akupun menuju jalan raya, menyeberang, dan masuk ke Istiqlal untuk shalat subuh berjamaah. Sekalian mau bersyukur bahwa aku baru saja terlepas dari bahaya dikeroyok anjing.

Tapi terus terang sampai sekarang aku masih bertanya2.
Itu anjing sebanyak itu darimana ya?
Masak mereka itu dibiarkan lepas di jalanan oleh para pemiliknya?
Masak sih pagar2 rumah mereka tidak dikunci sehingga mereka bisa keluar ke jalan?
Terus kemana orang2 yang sebelumnya sempat aku lihat lewat di jalan itu?
Kenapa mereka bisa lewat dengan aman tanpa digonggongi segerombolan anjing?
Kenapa aku digonggongi oleh gerombolan anjing itu, padahal aku juga cuma mau lewat doang?
Kenapa orang2 yang sedang main catur di ujung jalan itu sepertinya tidak tahu, tidak melihat, dan tidak mendengar kejadian yang aku alami itu????

[Ditutup dengan background suara desiran angin yang semakin kencang..... lolongan anjing di kejauhan..... dan suara tawa perempuan.... Hiiii..hihihihi.. hiiiii..hihihihi... !!!!!]