Tuesday, February 26, 2008

Sang Raja Jin

Sang Raja Jin, Irving KarchmarJudul : Sang Raja Jin
Penulis : Irving Karchmar
Judul Asli : Master of the Jinn : A Sufi Novel (2004)
Penerjemah : Tri Wibowo BS
Penerbit : Kayla Pustaka, Februari 2008
Tebal : 292 halaman
ISBN : 978-979-145-005-8


Dalam promosinya dikatakan kalau novel ini menghadirkan karakter penulisan dari sekaligus 2 penulis internasional yang sudah sangat tersohor dalam genrenya masing-masing. Paulo Coelho dan Dan Brown. Wow!. Aku lumayan menggemari kedua penulis itu, meskipun tidak semua karyanya aku suka. Apalagi novel ini menyebut-nyebut tentang Nabi Sulaiman yang kabarnya juga bakal menjadi topik utama di novel karya Dan Brown yang kelima.

RINGKASAN CERITANYA:

Ishaq awalnya adalah seorang mahasiswa filsafat yang sangat mengandalkan intelektual dan rasio. Namun kemudian rasa penasaran membawanya menjadi seorang darwis dari sebuah tareqat sufi yang dipimpin Syekh Amir Al-Haadi. Memang ia masih banyak bertanya-tanya dan belum sepenuhnya menjadi seorang darwis yang patuh kepada Syekh.

Suatu malam pada saat para darwis berkumpul di rumah Syekh datang 3 orang tamu. Professor Solomon Freeman, anak gadisnya Rebecca, dan Kapten Aaron Simach. Profesor Solomon adalah ahli purbakala pernah menjadi murid Syekh saat masih mengajar di Oxford.

Profesor mendatangi rumah Syekh untuk memperlihatkan artefak yang ditemukan Kapten Aaron di gua gurun dalam genggaman kerangka manusia. Sebuah silinder yang terbuat dari emas, dan gading, serta dihiasi berlian. Di dalamnya terdapat papirus kuno yang masih utuh. Berdasarkan penyelidikannya benda itu diperkirakan sebagai milik Nabi Sulaiman.

Untuk memastikan dan memecahkan semua teka-teki, Syekh menyarankan ketiga tamunya kembali ke tempat dimana benda itu ditemukan. Ia juga menyuruh tiga orang darwisnya, Ishaq, Rami dan Ali untuk ikut dalam perjalanan itu. Dan mereka berenam akan dipandu oleh seorang faqir teman Syekh yang bagi Ishaq tindak-tanduknya sangat aneh. Tujuan mereka adalah menemukan Cincin Nabi Sulaiman. Cincin emas kecil yang dihiasi batu berukir. Dengan cincin itu alam semesta, manusia hingga jin dan setan tunduk kepada pemakainya.

Perjalanan berat ke gurun itu mereka lalui dengan banyak kemudahan, meskipun Ishaq tetap tidak mengerti dengan tindakan-tindakan sang Faqir pemandunya. Namun sampai di gurun tujuan mereka disambut badai pasir yang dahsyat. Ajaibnya mereka semua selamat dan menemukan diri mereka berada di sebuah reruntuhan kota tua. Karena kecerobohan, mereka membuka sebuah pintu ke dunia dari dimensi lain. Dunia para Jin. Dan mereka harus berhadapan langsung dengan Baalzeboul. Sang Raja Jin.

REVIEW:

Antara Thriller, Fantasi, atau Religius

Dari ringkasan ceritanya mungkin terkesan ini adalah sebuah novel thriller fantasi, karena melibatkan Jin dan dunianya. Ada yang membandingkan dengan karya Dan Brown, karena melibatkan artefak kuno dan cerita sejarah masa lalu. Ada juga menyejajarkan dengan karya Paulo Coelho, karena sisipan-sisipan pencerahan religius dan juga adanya interaksi dengan jin. Bagian yang menjabarkan dahsyatnya badai pasir di gurun juga akan mengingatkan pembaca pada The Alchemist-nya Coelho.

Namun menurutku novel ini sebenarnya adalah sebuah dongeng Sufi dalam kemasan thriller-fantasi. Di dalamnya kental sekali nuansa kesufian dari istilah-istilahnya hingga perilaku para tokohnya. Pembaca yang tidak mengenal dunia sufi mungkin akan sedikit kehilangan jejak karena tidak banyak penjelasan detil seputar dunia tersebut. Apa itu darwis, hubungan darwis dengan Syekh-nya, proses baiat, mengapa tokoh2nya begitu mudah menangis dan apa itu Jalan Cinta yang menjadi dunia para sufi.

Dongeng Sufi

Sebagai sebuah dongeng Sufi, maka sah-sah saja jika memasuki dunia fantasi. Karena kisah2 para Sufi memang seringkali bersinggungan dengan dunia yang tidak kasat mata tersebut. Dunia mistisisme. Hanya saja karena dikemas dalam sebuah kisah layaknya sebuah kisah thriller dengan segala petunjuk dan teka-tekinya, aku kadang agak bingung memposisikan diri. Untuk sebuah kisah thriller aku membutuhkan logika cerita dan deskripsi detail seputar semua petunjuk dan teka-teki, yang ternyata di novel ini tidak diberikan dengan lengkap. Namun kalau aku menganggapnya sebagai novel sufi biasa dimana cukup aku terima saja cerita dan pencerahannya tanpa banyak bertanya, ada banyak teka-teki yang diberikan yang bikin bertanya-tanya.

Dan kenapa aku menganggapnya sebagai 'dongeng', karena di dalamnya adalah penuturan sebuah kisah yang sedemikian besarnya dengan membawa-bawa Cincin Nabi Sulaiman, sebuah kejadian yang menentukan masa depan dan nasib semua makhluk dari dunia Jin. Sebuah dunia yang tak tersentuh bagi manusia, tapi sang penulis dengan berani mencoba menentukan masa depan dunia tersebut.

Melompat-lompat dan Kurang Penjelasan Detail

Plot ceritanya yang maju mundur ke masa lalu masing-masing tokoh utamanya sedikit membingungkan karena pembagian bab satu dan lainnya yang kurang kontras. Setelah selesai membaca novel ini pembaca mungkin akan ingin membolak-balik lagi halaman awal untuk menemukan penjelasan yang tadinya tidak diketahui hubungannya dengan cerita.

Penuturan deskripsinya lumayan detail pada beberapa bagian. Terutama pada bagian-bagian yang berhubungan dengan dunia sufi. Namun sayangnya pada beberapa bagian penting lainnya malah tidak ada penjelasan detail. Tiba-tiba saja melompat ke kejadian lain tanpa tahu hubungan sebab akibatnya. Aku juga banyak bertanya-tanya tentang logika dari beberapa kejadian yang dibangun penulis. Seperti misalnya jika Syekh sudah tahu bahwa dialah yang bisa menyelesaikan masalah, kenapa tidak dari awal dia ikut dengan rombongan? Juga begitu sajakah perlawanan Baalzeboul Sang Raja Jin?

Pesan Pencerahan

Sebagai sebuah novel sufi, novel ini cukup banyak membawa pesan-pesan pencerahan yang menggetarkan hati. Tentunya itu bagi yang bisa menangkap dan menerima isi pesan-pesan tersebut, mereka yang memahami dunia Sufi. Berikut satu kutipan dari novel ini yang sempat membuatku merenung dalam-dalam:

"Manusia-manusia yang menjauh dari-Nya itu terombang-ambing antara kesenangan, harapan, dan putus asa. Tapi mereka yang tetap bertahan, yakni sepersepuluh dari sepersepuluh dari sepersepuluh yang tersisa, adalah manusia-manusia Pilihan. Mereka tidak menginginkan dunia, tidak mengejar surga, dan tidak melarikan diri dari derita. Hanya Allah semata yang mereka inginkan, dan walaupun mereka menerima penderitaan dan cobaan yang bisa membuat gunung-gunung gemetar ketakutan, mereka tidak meninggalkan cinta dan kepasrahan kepada-Nya. Mereka adalah hamba Allah yang sejati, pencinta Allah yang sesungguhnya."

......