Monday, October 29, 2007

Rahasia Meede

Rahasia Meede, E.S. ItoHampir 3 tahun setelah novel pertamanya "Negara Kelima" terbit, akhirnya E.S Ito kembali merilis novel terbarunya. Masih mengandalkan kekuatannya dalam menggali data sejarah hingga ke pernik-pernik terkecil, E.S Ito mengusung novel keduanya dalam tajuk "Rahasia Meede". Diterbitkan oleh Hikmah, September 2007, 671 halaman.

Tidak berbeda jauh dari novel pertamanya, "Rahasia Meede" kembali mengambil latar belakang dari sejarah Nusantara yang di dalamnya terdapat sebuah celah misteri dan teka-teki, yang kemudian dirangkai dan diuntai dengan potongan data sejarah yang lain hingga terbentuklah sebuah bangunan misteri besar dari sejarah masa lalu Nusantara. Dan sebagaimana "Negara Kelima", kesimpulan dari misteri itu sangatlah mencengangkan sehingga pembaca akan bertanya-tanya, benarkah semua data sejarah yang diungkap ini?

Subjudul dari novel ini adalah "Misteri Harta karun VOC". Dibangun bukan cuma berdasarkan isapan jempol atau sekedar fiksi ngarang sendiri, tapi seabreg arsip data sejarah dipaparkan untuk mengorek benarkah VOC masih menyimpan sejumlah besar hartanya di bumi Nusantara?

Kisah Perburuan Harta Masa Lalu

Sebuah cerita yang penuh liku liku dan rumit. Akan terlalu panjang jika harus dibuat sinopsisnya. Agar lebih ringkas aku buat saja daftar beberapa peristiwa, organisasi dan karakter utamanya.

Peristiwa:
  • Konferensi Meja Bundar (1949): Bung Hatta akhirnya menyetujui klausul terakhir yang diajukan Belanda, bahwa Indonesia bersedia menanggung beban hutang Hindia Belanda sebagai syarat pengakuan kedaulatan. Sebelumnya mereka mati2an menolak klausul itu, namun akhirnya sebuah dokumen rahasia meyakinkan mereka untuk menerimanya. Dokumen tentang harta VOC di Indonesia!

  • April 2002, penyerangan oleh orang2 bersenjata terhadap proyek pelelangan ikan terpadu di Jakarta Utara. Kelompok teroris Anarki Nusantara yang dipimpin oleh Attar Malaka dituding sebagai pelakunya. Selanjutnya sejumlah orang bertato yang diduga sebagai anggota kelompok tersebut satu persatu mati dibunuh oleh penembak misterius. Attar Malaka sendiri dinyatakan tewas dalam suatu kecelakaan di Aceh.

  • Masa sekarang. Terjadi pembunuhan berantai terhadap beberapa tokoh penting. Empat orang tokoh dibunuh dan mayatnya dibuang di tempat2 berinisial "B", Bukittinggi, Brussel, Bangka, dan Boven Digul. Dan pada setiap korban terdapat sebuah pesan yang berisi salah satu dari tujuh dosa sosial yang pernah diutarakan oleh Mahatma Gandhi. Berarti masih akan ada 3 korban lagi...

Organisasi:
  • CSA (Center for Strategic Affairs) : Sebuah lembaga kajian swasta di Jakarta yang dipimpin oleh sosiolog Suryo Lelono.

  • Yayasan Oud Batavie : Lembaga penelitian sejarah Batavia berbasis di Amsterdam, dikepalai oleh Profesor Huygens dari Universitas Leiden

  • Anarki Nusantara : Organisasi teroris yang telah melakukan beberapa tindakan anarkis di Indonesia. Pengikutnya adalah para pemuja pemikiran Hatta dan Gandhi. Pemimpinnya adalah Attar Malaka.

  • Surat kabar Indonesiaraya : dipimpin oleh Parada Gultom. Attar Malaka dahulunya adalah wartawan di koran ini, sebelum akhirnya menjadi buron karen diduga menjadi dalang peristiwa penyergapan tahun 2002.

Karakter Utama:
  • Batu Noah Gultom : Perantau asal Batak yang kemudian bekerja sebagai wartawan di koran Indonesiaraya. Batu ditugaskan oleh Parada untuk melacak kasus pembunuhan berantai tokoh penting. Secara tak terduga ia malah menemukan jejak Attar Malaka.

  • Pak Guru Uban : Pengajar sejarah di SMA Abdi Bangsa yang diperuntukkan bagi anak2 kurang mampu. Pengetahuan sejarahnya sangat mendetail, hidupnya amat sangat sederhana dan menolak modernisasi kapitalis. Tidak seorangpun tahu masa lalu dan aktivitas rahasia sang Guru Uban.

  • Cathleen Zwinckel : Wanita Belanda yang lancar berbahasa Indonesia. Demi tesis masternya tentang sejarah ekonomi kolonial ia melakukan riset ke Indonesia. Profesor Huygens yang membimbing tesisnya, menghubungkannya dengan CSA untuk pelaksanaan riset. Di balik risetnya, ternyata ia menyimpan ambisi untuk mengungkap masa lalu keluarganya.

  • Lusi dan Rian : Teman sejawat Cathleen yang bekerja di CSA.

  • Suhadi : Pria setengah baya, pegawai Arsip Nasional RI, tempat Cathleen mengorek-orek data sejarah VOC di Indonesia.

  • Robert, Erick dan Rafael : Tiga peneliti muda dari Belanda. Dikirim oleh Yayasan Oud Batavie untuk mengungkap misteri De Ondergrondse Stad (kota bawah tanah) yang terhampar di bawah hiruk pikuk Jakarta.

Peristiwa-peristiwa yang terjadi selanjutnya adalah:
  • Tiga peneliti muda dari Belanda akhirnya berhasil menemukan terowongan bawah tanah di bawah Museum Sejarah Jakarta. Diduga ujung utaranya berada di sekitar pelabuhan Sunda Kelapa, dan ujung selatannya bisa jadi berada di sekitar Istana Negara atau bahkan Monumen Nasional. Tapi ternyata bukan cuma mereka yang mencari keberadaan bangunan bawah tanah ini.

  • Cathleen dan Lusi diculik. Mereka disekap di ruang mesin sebuah kapal. Dan dibawa berlayar beberapa hari. Hingga akhirnya di sebuah tempat di pulau Banda, Cathleen bertemu dengan dalang penculikannya. Kalek, seorang pria muda cerdas yang bisa menjawab banyak pertanyaan Cathleen tentang sejarah kolonial.

  • Seorang perwira muda pasukan Sandhi Yudha Kopassus dengan nama sandi Lalat Merah, memburu Kalek hingga ke pulau Banda. Kalek diduga kuat adalah Attar Malaka, pimpinan organisasi Anarki Nusantara. Kalek dan Lalat Merah ternyata adalah sahabat lama yang bersimpangan jalan. Mereka berdua adalah teman karib seperjuangan semasa masih menjalani pendidikan di SMA Taruna Nusantara.

  • Korban pembunuhan berantai kelima dan keenam jatuh... masing2 juga mendapat pesan tentang tujuh dosa sosial selanjutnya.

  • Pemimpin koran Indonesiaraya, Parada Gultom diculik orang2 tak dikenal.

Lihat kan? Dibikin dalam bentuk daftar saja sudah segitu panjang. Itupun baru kejadian2 awal yang dicantumkan, yang memicu kejadian2 seru selanjutnya.

Dari Bung Hatta Hingga Meede Erberveld

Hasil perundingan Konferensi Meja Bundar 1949 di Den Haag memang mengundang kontroversi. Kesediaan delegasi Indonesia untuk menanggung hutang Hindia Belanda sebesar 6.1 miliar gulden, sebagai syarat diakuinya kedaulatan Indonesia oleh Belanda adalah harga yang sangat mahal, baik dilihat secara ekonomi maupun dilihat dari martabat bangsa. Sebuah kabar menyatakan bahwa Bung Hatta akhirnya menerima klausul tersebut karena sebuah informasi tentang adanya dana atau harta tersembunyi peninggalan VOC yang nilainya masih jauh lebih tinggi dari jumlah hutang yang dituntutkan Belanda. Sehingga penerimaan klausul itu tidak akan merugikan Indonesia secara ekonomi, dan yang pasti akhirnya kemerdekaan Indonesia diakui.

Namun sayangnya dokumen2 dari KMB tersebut sebagian hilang dalam pengiriman dari Den Haag ke Jakarta. Dan diantara dokumen yang hilang tersebut diduga terdapat dokumen yang menjelaskan keberadaan harta tersebut. Dokumen yang sering disebut sebagai dokumen "Sabda Revolusi".

Entah bagaimana awalnya, E.S. Ito yang tentunya melalui penelusuran data sejarah yang sangat intensif berhasil menemukan petunjuk2 yang bisa membangun sebuah skenario sejarah tentang asal muasal dan keberadaan harta peninggalan VOC tersebut. Sebuah skenario yang sangat meyakinkan.

Pejabat VOC Cornelis Speelman, bersama dua orang pribumi yang memiliki pengikut setia Kapitan Jonker, dan Arung Palakka pada tahun 1666 membentuk komplotan bernama "Monsterverbond" yang secara de facto menjadi pengendali VOC. Pada masa kekuasaan mereka dilakukan penggalian emas besar-besaran di Salido Sumatera Barat tapi selalu dilaporkan tidak berhasil menemukan banyak emas dan tidak ada emas yang dikirim ke Belanda.

Setelah Speelman meninggal, para pesaing politiknya berusaha menyingkirkan Kapitan Jonker dan Arung Palakka. Jonker difitnah dan dipancung. Arung Palakka dibiarkan sibuk sebagai raja di Bone, daerah kecil di Sulawesi Selatan. Rahasia harta yang ditimbun Monsterverbond tidak terungkap. Rahasia itu diduga disimpan oleh anggota keempat Monsterverbond, Pieter Erberveld. Pieter Erberveld senior meninggal dengan tenang. Anaknya yang juga bernama Pieter Erberveld lah yang menjadi sasaran. Seorang opsir bernama Clusse ditugaskan memata-matai Pieter. Clusse mengorek informasi dengan pura-pura menjalin cinta dengan anak perempuan Pieter yang bernama Meede. Pieter Erberveld yunior dan para pengikutnya akhirnya difitnah dan ditumpas oleh Gubernur Jenderal Belanda pada saat itu. Pieter Erberveld disiksa secara sadis hingga tewas. Namun Meede, anak perempuannya, menghilang tanpa jejak bersama rahasia harta karun Monsterverbond.

Itulah mengapa harta karun itu lebih dikenal sebagai "Het Geheim van Meede", alias "Rahasia Meede".

Penggalian Sejarah yang Memikat

Acungan jempol setinggi tingginya untuk semua data sejarah yang dipaparkan disini. Super lengkap dan sangat meyakinkan. Dan hebatnya lagi, data itu disampaikan dalam cara penuturan yang sangat menarik. Melalui diskusi dan dialog yang enak diikuti antara beberapa tokoh rekaan. Sejarah tidak lagi sebuah bacaan membosankan di novel ini, mungkin karena disampaikan sebagai pengungkap suatu misteri dan konspirasi besar yang bisa saja benar-benar terjadi. Meskipun kebenaran sejarah yang ia ungkapkan bisa jadi masih merupakan perdebatan

Bangunan cerita fiktif yang didasari sejarah yang otentik berhasil dirancang dengan rapi oleh E.S Ito. Sangat rumit, karena harus dicocokan dengan semua data sejarah, dan juga karena penulis tidak ingin membuat cerita yang biasa biasa saja. Penulis tampaknya tahu bagaimana mengembangkan sebuah cerita thriller penuh ketegangan dan kejutan yang memacu emosi pembaca.

Bukan cuma sejarah VOC yang dikupas tuntas disini. E.S. Ito juga mempertontonkan keluasan pengetahuannya dalam banyak hal, dan kemudian memadukannya secara cermat ke dalam jalinan celah cerita. Tentang eksotika dan keindahan tanah Papua, lalu pulau Banda, hingga pedalaman kepulauan Mentawai. Tentang seluk beluk operasi intelijen. Tentang karya dan pemikiran Mohammad Hatta dan Mahatma Gandhi. Semua dipadukan untuk memperkaya dan memperdalam cerita di novel ini.

Multi Plot, Karakter Kuat, Cerdas

Sebagaimana novel pertamanya, "Negara Kelima", novel ini memiliki plot majemuk yang dituturkan secara bergantian. Bukan cuma dua, tapi bahkan sampai empat buah plot dengan tokoh dan setting yang berbeda berselang seling diuraikan dalam bab-bab yang tidak terlalu panjang. Membingungkan? Awalnya ya. Karena harus berkenalan dan berkenalan lagi dengan karakter2 baru setiap berganti bab. Apalagi antara satu plot dengan yang lain belum terlihat hubungannya. Namun setelah kemudian konflik demi konflik terbentuk, karakter tokoh sudah semakin dikenali, dan cerita mulai mengerucut ke satu arah, semuanya menjadi sangat menarik.

Sebagian besar karakter tokoh yang ada disini digambarkan memiliki kepribadian yang kuat dan konsisten. Semuanya cerdas dan mengetahui apa yang mereka cari. Hanya keberpihakan pada kelompok yang mana yang membedakan antara satu dengan lainnya. Justru pada masalah keberpihakan tiap2 karakter inilah, penulis banyak memberikan kejutan hingga akhir cerita.

Dialog2nya menarik, cerdas dan berisi. Pembaca tidak akan dibuat bosan meskipun itu adalah dialog panjang lebar tentang sejarah. Penguraian detil setting dan latar belakang diberikan secara lengkap tapi tidak berlebihan.

Endingnya sendiri tidak terlalu mengecewakan, meskipun sedikit bisa ditebak setelah semua clue terbuka. Sebuah ending menghebohkan ala film-film thriller Hollywood, dengan sedikit twist diantara tokoh-tokoh yang tersisa.

Blunder di Ujung Monas

Sayangnya ada satu hal, yang menghalangi aku untuk memberikan penghargaan lima bintang untuk novel ini. Ketika semua data sudah terungkap, tinggal beberapa langkah lagi menuju puncak cerita, satu kejadian rekaan penulis membuatku kecewa.

Semua tentang terowongan bawah tanah yang dibangun Belanda dari pelabuhan Sunda Kelapa hingga Monumen Nasional, masih bisa diterima. Entah apakah itu benar2 ada, atau penulis hanya merekayasanya sehingga sangat meyakinkan seolah2 ada. Karena toh itu semua tidak terlihat di dunia yang ada sekarang. Bahkan tentang lokasi terpendamnya harta itu, masih bisa diterima karena memang bisa saja terjadi.

Tapi ketika penulis bercerita bahwa puncak api monas yang dilapisi emas itu tiba-tiba masuk kedalam badan tugunya.... kekagumanku akan novel ini dan penulisnya menjadi terkikis. Kejadian rekaan penulis yang menurutku tidak penting, karena tidak memberikan tambahan apapun terhadap masalah yang ada. Tanpa kejadian ini, cerita tidak akan berubah. Mungkin agar terlihat dramatis, tapi jadinya malah konyol.

Untuk bisa terjadi seperti itu, maka bagian dalam tugu Monas harus berbeda total dari yang ada sekarang. Harus ada sebuah sistem mekanik yang memungkinkan terjadinya hal itu. Dan ketika aku berkesempatan melewati tugu Monas secara langsung, blunder yang lebih besar lagi terpampang di depan mata. Leher tugu monas pada bagian atas ternyata lebih kecil daripada bagian perut dari konstruksi api Monas. Jadi tidak mungkin api Monas turun hingga lenyap ke dalam badan tugunya.

Beberapa hal lain yang agak disayangkan adalah keinginan penulis untuk memaksakan pengetahuannya tentang beberapa hal ke dalam cerita ini. Terasa dipaksakan karena ternyata tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap alur cerita. Seperti detail tentang perjalanan ke mentawai untuk menelusuri tatoo tradisional mentawai, bahkan lengkap dengan gambar2, ternyata hanyalah pelengkap kecil yang tidak terlalu penting. Detil upacara ritual di Banda, juga hanya sebuah tempelan yang tidak bercerita.

Bravo!!

E.S. Ito. Eddri Sumitra nama aslinya. Lulusan SMA Taruna Nusantara angkatan ke-7. Kabar terakhir dia menjadi buronan dosen-dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, karena skripsi nya tidak juga diselesaikan :D Pernah muncul sekali dalam diskusi buku "Negara Kelima" di Istora Senayan. Profil dan tampangnya yang keras, dan cara bicaranya yang menggebu-gebu memang pantas sekali sebagai pengarang buku2 fiksi yang penuh semangat, idealis dan agak revolusioner.

Melalui 2 novelnya "Negara Kelima" dan "Rahasia Meede", sangat terlihat semangat dan visi Eddri untuk membenahi bangsa ini. Ada sindiran dan kritikan terhadap penguasa dan mental bangsa kita. Tapi juga ada pompaan idealisme dan nasionalisme untuk tidak menyerah dan tetap percaya bahwa bangsa kita ini satu saat bisa maju dan berjaya.

Secara keseluruhan novel ini, acungan jempol tinggi-tinggi sangat layak diberikan kepada E.S Ito. Jelas bukan karya kacangan yang asal bikin cerita fiksi. Kajian sejarahnya sangatlah mendalam. Konstruksi dan ketegangan alur ceritanya pun bisa dibilang sudah sekelas penulis2 internasional. Meskipun pada eksekusi akhir ceritanya terasa sekali sebagai cerita rekaan yang dibuat-buat.

Salut buat Eddri Sumitra, tetaplah berkarya! Selanjutnya sejarah apalagi yang akan anda korek2? :)