Tuesday, August 21, 2007

Mahasati

Ini adalah karya novel debutan dari, sekali lagi, seorang jurnalis majalah Tempo, Qaris Tajudin. Bertajuk "Mahasati" yang diterbitkan oleh Akoer, Mei 2007, dalam 392 halaman.

Melihat gambar sampul berupa sepasang tangan tergenggam yang terikat erat oleh sehelai kain merah, dan jika kemudian dilanjutkan dengan membaca sekilas sinopsis di sampul belakang yang diantaranya terangkai kata-kata "Guantanamo", "tawanan perang Afghanistan", lalu "pasukan Mujahidin", maka kemungkinan besar yang terbangun adalah prasangka awal bahwa ini adalah novel yang berkaitan erat dengan peperangan dan perjuangan di Afghanistan dan apa yang banyak disebut orang sebagai "terorisme".

Tapi prasangka itu ternyata salah. Memang novel ini bersinggungan sangat dekat dengan pejuang kebebasan di Tunisia, dan kemudian derap peperangan tiada henti di Afghanistan pada masa kekuasaan Taliban. Namun itu hanyalah setting dan latarbelakang dari kisah inti novel ini. Novel ini adalah novel tentang cinta. Tentang perjalanan cinta yang tragis.

Tentang Cinta yang Kandas

Seorang tawanan tanpa identitas telah dua bulan diinterogasi dan disiksa di penjara Guantanamo, tapi tak sepatah katapun keluar dari mulutnya. Ia ditangkap di Afghanistan saat sedang mengangkat senapan Kalashnikov AK-47 di tangannya. Seorang petugas interogator baru diturunkan untuk menanganinya. Lucia Wong yang berdarah asia, diharapkan bisa memberikan pendekatan baru untuk mengorek keterangan dari tawanan ini.

Dan ternyata metode tanpa tekanan yang dilakukan Lucia berhasil. Tawanan itu bersedia berbicara. Dia adalah Andi Jatmika, warga Indonesia yang mengembara ke Tunisia hingga Afghanistan bukan untuk ikut berperang demi ideologi tapi untuk mengubur kisah cintanya terhadap Sati. Kepada Lucia, Andi mengisahkan perjalanan hidupnya secara langsung dan melalui tulisan nya di sebuah buku.

Andi dan Sati telah berteman sejak kecil. Ketika remaja mereka kemudian menjadi sepasang merpati yang saling menyayangi, meskipun kemudian takdir mengharuskan mereka terpisah. Bertahun-tahun kemudian mereka bertemu kembali setelah dewasa. Kisah cinta pun berlanjut, meskipun Sati telah memiliki seorang anak tanpa ayah yang resmi. Namun kebahagiaan Andi dan Sati sekali lagi berakhir di tangan takdir, dan kali ini berakhir untuk selamanya.

Andi yang merasa baru menemukan hidupnya kembali menjadi sangat terpukul, karena ia merasa menjadi orang lemah yang tak mampu melindungi dan memperjuangkan hak2 Sati sebelum Sati akhirnya meninggal. Untuk menenangkan batinnya dan menghapuskan bayangan sedih Sati, Andi memutuskan pergi jauh dari Jakarta.

Atas saran seorang teman, Andi pergi ke Tunisia dengan tujuan mempelajari agama agar ia bisa kembali dekat kepada Tuhan. Disana ia berkenalan dengan Ahmed, anak induk semangnya. Karena ajakan Ahmed, Andi pun terseret dalam pergerakan para mahasiswa yang memperjuangkan kebebasan melawan pemerintah. Hingga satu saat Andi pun tercantum dalam daftar hitam sebagai orang yang dicari setelah suatu peristiwa peledakan bom. Andi dan Ahmed atas bantuan seorang teman berhasil lari ke Sisilia, dan mendapat perlindungan dari bos mafia Italia.

Merasa tak aman dalam lingkungan mafia, Andi dan Ahmed memutuskan pergi lagi. Kali ini ke Afghanistan, tempat yang sangat terbuka dan siap memberikan perlindungan bagi muslim yang sedang dalam pelarian. Tapi mereka tidak bergabung dengan pasukan Taliban ataupun sisa2 Mujahidin. Ahmed bekerja sukarela sebagai dokter di rumah sakit yang terbengkalai. Dan Andi sendiri kemudian diajak oleh seorang anak muda Afghanistan bernama Fairuz untuk menjadi pasukan pelindung suku nomaden dari serangan perampok mantan sisa-sisa mujahidin yang frustasi.

Ritual Sati Demi Cinta

Mahasati adalah nama sebuah patung di India yang dibangun untuk mengabadikan sebuah tradisi kuno tentang istri-istri yang begitu setianya kepada sang suami hingga pada saat suaminya meninggal dan jenazahnya dibakar untuk diperabukan mereka rela ikut mati dibakar. Tradisi itu dikenal dengan nama Sati, yang kebetulan sama dengan nama panggilan Larasati, salah satu tokoh dalam novel ini.

Andi yang memutuskan berkelana setelah kematian Sati, dan harus mengalami banyak kepahitan hidup sepanjang pengembaraannya, merasakan dirinya juga sedang melakukan Sati untuk Larasati. Jiwanya ikut mati bersama Sati.

Namun akhirnya, di ganasnya alam pegunungan berbatu Afghanistan, Andi menemukan lagi sebuah cinta. Sudah terkuburkah Sati di dalam diri Andi? Lalu bagaimana dengan gelang kaki dan saputangan milik Sati yang diamanatkan oleh Sati untuk diserahkan kepada anak perempuannya?

Plot Ganda

Disajikan secara unik dengan dua plot berbeda waktu yang saling jalin-menjalin membangun cerita. Plot pertama dengan Lucia Wong sebagai narator yang bercerita tentang prosesnya menginterogasi Andi Jatmika di penjara Guantanamo. Plot kedua berasal dari buku yang ditulis Andi selama di sel tahanan untuk dibaca oleh Lucia, berkisah tentang perjalanan hidup Andi hingga ia tertangkap di Afghanistan. Kedua plot dengan narator yang berbeda itu bergantian mengisi bab-bab dalam novel ini.

Latarbelakang penulis yang seorang jurnalis tampaknya menjadi modal yang cukup kuat dalam novel ini. Ia dengan pengalamannya mampu berkelana dari satu negeri ke negeri lain. Dan di setiap tempat ia memiliki data tentang sejarah setempat yang bisa ia alirkan untuk menjadi latarbelakang kisahnya.

Perjalanan Andi Jatmika yang tanpa tujuan membuat pembaca akan serasa mengambang tak jelas hendak kemana saat masih berada di pertengahan cerita. Kadang terasa seperti halnya membaca sebuah jurnal perjalanan dari pengembaraan orang frustasi. Tapi untunglah ternyata endingnya berhasil dengan baik menutup kisah cinta yang tragis ini.

Novel Cinta di Pinggiran Intrik Politik

Meskipun kisah intinya adalah sebuah cerita tentang cinta, tapi Qaris Tajudin juga menyelipkan banyak hal dalam novel ini. Tidak melulu tentang romantis dan melankolisnya cinta. Ketika Andi ikut terlibat dalam pergerakan di Tunisia, sempat dijabarkan tentang bagaimana dan mengapa pergerakan bawah tanah yang berbasis Islam itu terjadi. Dipicu oleh kemuakan para pemuda terhadap pemerintah yang korup dan munafik. Begitu pula ketika Andi melarikan diri ke Afghanistan. Peliknya perseteruan perang saudara di Afghanistan ikut menghiasi novel ini. Dan Qaris Tajudin banyak tahu tentang semua hal itu.

Namun ia tidak membiarkan tokohnya ikut terbelit dalam semua masalah politik di negara-negara yang sedang rusuh tersebut. Ia meletakkan tokohnya hanya di pinggiran dari kekacauan tersebut. Saat di Tunisia, Andi hanyalah seorang peserta pengajian anak muda, yang tahu tentang pergerakan itu tapi tidak ikut aktif. Di Afghanistan, Andi tidak mengangkat senjata untuk ikut berperang, tapi untuk melindungi ternak dan harta benda kaum nomaden. Dengan posisi seperti ini penulis menjadi tetap bebas tidak terjebak dalam intrik-intrik politik yang rumit, sehingga ia bisa tetap menuturkan perjalanan cinta tokoh utamanya.

Bertabur Puisi

Karakter tokoh-tokohnya cukup kuat. Andi yang tegar dan keras kepala. Sati yang mandiri. Lucia Wong yang dingin dan kaku. Ahmed dan Fairuz yang keras dan tegas selayaknya anak muda di daerah yang sedang bergejolak. Namun keteguhan sebagian dari mereka ternyata labil ketika digoncang oleh gelombang cinta yang pasang surut. Andi kehilangan semangat hidup, Sati berubah menjadi lembek, dan Lucia tersentak ketika sadar ia tidak memiliki cinta. Sayangnya kadang perubahan itu terasa begitu mendadak, sehingga terkesan karakter tokohnya tidak konsisten.

Untuk semakin menegaskan bahwa ini adalah novel tentang cinta, penulis banyak menaburkan puisi demi puisi untuk mengungkapkan perasaan hati sang tokoh. Hanya saja, kenapa harus mengutip puisi orang lain ya? Tokoh Andi menjadi seorang penggila puisi yang hafal banyak puisi terkenal, dan mengutipnya pada saat2 yang ia rasakan pas. Sah sah saja dan mungkin saja, tapi bukankah kalo seandainya si Andi adalah seorang yang memang romantis dan puitis, ia akan menggambarkan suasana hatinya dalam puisi yang ia cipta sendiri? bukan mentartil dan membuka memori hafalannya tentang sekian banyak puisi. Kurang percaya dirikah, sehingga sekian banyak puisi di novel ini harus meminjam karya orang?

Mengambang Kemudian Mengiris

Ada beberapa kejanggalan memang, seperti yang diungkap Perca dan Jody di reviewnya masing-masing, tentang Sati yang tiba-tiba mengidap kelainan jantung bawaan dan tentang valium 500 gram. Ada juga pertanyaan, mengapa Andi di penjara tidak menyisakan kenangan tentang cintanya pada Nafas? kenapa hanya gelang kaki dan saputangan milik Sati? Bukankah bertahannya Andi selama dua bulan dalam penyiksaan adalah ritual Sati yang dilakukan Andi untuk Nafas?

Namun secara keseluruhan sebagai novel cinta yang berbumbu perjuangan di negara2 yang sedang bergolak, novel ini cukup berhasil memukau. Asalkan dibaca hingga selesai, karena hingga menjelang akhir novel ini masih terasa mengambang tanpa tujuan. Dan endingnya lah yang mungkin akan membuat pembaca tersedak dan teriris.