Tuesday, June 05, 2007
Edensor
Akhirnya keluar juga buku ketiga dari tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Konsisten pada jarak 10 bulan antar buku. "Edensor" itu judul yang diusung buku ketiga ini, setelah "Laskar Pelangi" dan "Sang Pemimpi". Masih diterbitkan oleh Bentang Pustaka, Mei 2007, dalam 290 halaman. Nyaris sama tebalnya dengan buku kedua.
Bagi yang sudah membaca buku pertama "Laskar Pelangi", tentu sudah tahu bahwa Edensor adalah nama sebuah tempat yang menjadi setting dari sebuah novel yang diberikan oleh A Ling kepada Ikal. A Ling, gadis Hokian, tempat cinta pertama Ikal berlabuh, dan tetap terbayang-bayang hingga waktu yang lama. Dan di buku ketiga ini, sembari bercerita tentang pengalamannya selama di negeri orang, Ikal kembali mengungkit kenangannya bersama A Ling dan Edensor tempat indah impiannya.
Berangkat ke Negeri Orang
Novel ini tentu saja melanjutkan kisah perjalanan hidup Ikal yang terputus di "Sang Pemimpi". Ending "Sang Pemimpi" adalah saat Ikal dan Arai berhasil lolos dari semua test penyaringan untuk mendapatkan beasiswa melanjutkan S2 di Eropa. Tapi sebelum melanjutkan kisah itu, Andrea memilih sedikit bercerita kembali tentang masa kecilnya yang belum terungkap di dua buku sebelumnya. Bukan potongan kisah asal comot yang ditampilkan sebagai pembuka, tapi kisah2 yang nanti akan terhubung secara mengejutkan pada bagian2 selanjutnya.
Barulah kemudian Andrea berkisah bagaimana ia dan Arai berpamitan pada bapaknya untuk meraih mimpinya di negri orang. Sempat kebingungan dan terlunta-lunta di tanah yang sama sekali tidak mereka kenal. Hingga akhirnya mampu beradaptasi dan menjalani tugas-tugas perkuliahannya dengan tekun.
Kehidupan mereka dalam tumpukan tugas kuliah tidak terlalu banyak dijabarkan. Mungkin karena memang tumpukan tugas itu tidak menarik dikisahkan. Tapi Andrea yang suka mengamati karakter orang sempat bercerita lumayan panjang tentang karakter satu per satu dari teman kuliahnya berdasarkan latar belakang negaranya.
Namun bagian yang paling panjang diceritakan adalah, pertaruhan Ikal dengan teman2 kuliahnya untuk melakukan perjalanan keliling Eropa sebagai backpackers sembari menjadi pengamen jalanan. Biaya perjalanan hanya didapatkan dengan menjadi pengamen jalanan. Pada tanggal yang ditentukan mereka harus berkumpul kembali di satu tempat untuk menentukan siapa yang paling banyak jumlah negara yang dikunjunginya. Selama perjalanan masing2 harus mengabarkan posisi dan memuat foto mereka via internet.
Pertaruhan itu melibatkan 7 orang, masing2 mengemas sendiri pertunjukan apa yang akan mereka tampilkan di jalanan untuk mendapatkan biaya selama perjalanan keliling Eropa. Ikal dan Arai yang tidak memiliki keahlian seni, atas bantuan teman bisa juga membuat pertunjukan jalanan yang menghasilkan uang.
Bagi Ikal perjalanan itu sebenarnya adalah misinya mencari A Ling yang entah pergi kemana. Ia sudah mencari melalui internet dan menemukan sejumlah tempat dimana terdapat nama Njoo Xian Ling. Dan tempat di berbagai negara itu lah yang menjadi tempat persinggahan Ikal dan Arai.
Perjalanan nekat itu pun memberi berbagai pengalaman untuk mereka berdua. Dari yang menyenangkan, hingga yang menyengsarakan. Setelah salah satu mimpi terbesar mereka yaitu kuliah di Sorbonne University terwujud, ternyata masih ada lagi mimpi2 kecil mereka yang bisa teraih melalui perjalanan backpacker nekat tersebut.
Tetap Seru, Indah, dan Kocak
Garis besar cerita buku ketiga ini masih sejalur dengan buku kedua, yaitu tentang keberanian dan ketetapan hati untuk mewujudkan mimpi. Meski tidak semua harapan Ikal tercapai, tapi keteguhannya untuk tetap berjuang sungguh patut diacungin jempol. Memang beberapa kisah pencapaian mimpinya kadang terasa rada ajaib atau terlalu kebetulan, tapi yah masih mungkin terjadi dan tetap enak diikuti.
Andrea Hirata masih tetap dengan gaya tulisannya yang kaya dan berwarna-warni. Kadang dia bisa sangat melankolis, di lain tempat jadi romantis, ada juga yang diwarnai kritik sosial, dan tentu saja yang paling banyak memikat dan mengikat pembaca untuk terus membaca adalah bagian cerita yang ditulis dengan kocak dan nakal. Keisengan Ikal dan Arai sungguh bisa bikin orang tertawa terpingkal-pingkal sendirian.
Tapi bukan kemudian jadi tulisan yang asal nglucu, yang penting konyol biarpun nggak ada isinya, tulisan Andrea Hirata tetap memiliki bobot dengan beberapa sindiran sosialnya, juga dengan filosofinya tentang kehidupan dan karakter manusia.
Mari Bermimpi
Sayangnya buku ini dibuka dengan bab yang terlalu melankolis, tentang sosok Weh yang penuh kemalangan. Pembaca bisa jadi merasa ekspektasinya untuk mendapat kisah lanjutan yang seru langsung pupus begitu membaca bab pertama, selain juga akan kehilangan benang merah karena Weh adalah tokoh yang sama sekali asing. Untunglah kemudian disambung dengan cerita seru dan kocak tentang perubahan nama Ikal yang berkali-kali.
Rentetan cerita dalam buku ini kadang terasa melompat-lompat. Tampaknya memang Andrea hanya mengambil segmen2 tertentu dari kehidupannya yang sekiranya memiliki cerita yang menarik untuk ditampilkan, bukan ditujukan untuk menjadi sebuah memoar atau otobiografi lengkap.
Mungkin buku ketiga ini tidak serenyah buku kedua yang bisa membawa emosi pembaca naik turun dari sedih hingga tertawa keras sepanjang membacanya. Buku ketiga ini lebih banyak bagian cerita yang diceritakan dengan gaya serius. Bisa dimaklumi juga karena yang dituturkan bukan lagi potongan kisah masa remaja yang penuh keisengan, tapi kisah dari masa-masa kuliah S2 yang tentunya harus dihadapi dengan lebih banyak keseriusan.
Dalam buku ini Andrea Hirata dengan bahasanya yang kadang indah, kadang menyentuh, kadang kocak, mengajak kita untuk berani bermimpi dan mengulurkan tangan kita setinggi-tingginya untuk bisa menyentuh mimpi-mimpi itu.
Bagi yang sudah membaca buku pertama "Laskar Pelangi", tentu sudah tahu bahwa Edensor adalah nama sebuah tempat yang menjadi setting dari sebuah novel yang diberikan oleh A Ling kepada Ikal. A Ling, gadis Hokian, tempat cinta pertama Ikal berlabuh, dan tetap terbayang-bayang hingga waktu yang lama. Dan di buku ketiga ini, sembari bercerita tentang pengalamannya selama di negeri orang, Ikal kembali mengungkit kenangannya bersama A Ling dan Edensor tempat indah impiannya.
Berangkat ke Negeri Orang
Novel ini tentu saja melanjutkan kisah perjalanan hidup Ikal yang terputus di "Sang Pemimpi". Ending "Sang Pemimpi" adalah saat Ikal dan Arai berhasil lolos dari semua test penyaringan untuk mendapatkan beasiswa melanjutkan S2 di Eropa. Tapi sebelum melanjutkan kisah itu, Andrea memilih sedikit bercerita kembali tentang masa kecilnya yang belum terungkap di dua buku sebelumnya. Bukan potongan kisah asal comot yang ditampilkan sebagai pembuka, tapi kisah2 yang nanti akan terhubung secara mengejutkan pada bagian2 selanjutnya.
Barulah kemudian Andrea berkisah bagaimana ia dan Arai berpamitan pada bapaknya untuk meraih mimpinya di negri orang. Sempat kebingungan dan terlunta-lunta di tanah yang sama sekali tidak mereka kenal. Hingga akhirnya mampu beradaptasi dan menjalani tugas-tugas perkuliahannya dengan tekun.
Kehidupan mereka dalam tumpukan tugas kuliah tidak terlalu banyak dijabarkan. Mungkin karena memang tumpukan tugas itu tidak menarik dikisahkan. Tapi Andrea yang suka mengamati karakter orang sempat bercerita lumayan panjang tentang karakter satu per satu dari teman kuliahnya berdasarkan latar belakang negaranya.
Namun bagian yang paling panjang diceritakan adalah, pertaruhan Ikal dengan teman2 kuliahnya untuk melakukan perjalanan keliling Eropa sebagai backpackers sembari menjadi pengamen jalanan. Biaya perjalanan hanya didapatkan dengan menjadi pengamen jalanan. Pada tanggal yang ditentukan mereka harus berkumpul kembali di satu tempat untuk menentukan siapa yang paling banyak jumlah negara yang dikunjunginya. Selama perjalanan masing2 harus mengabarkan posisi dan memuat foto mereka via internet.
Pertaruhan itu melibatkan 7 orang, masing2 mengemas sendiri pertunjukan apa yang akan mereka tampilkan di jalanan untuk mendapatkan biaya selama perjalanan keliling Eropa. Ikal dan Arai yang tidak memiliki keahlian seni, atas bantuan teman bisa juga membuat pertunjukan jalanan yang menghasilkan uang.
Bagi Ikal perjalanan itu sebenarnya adalah misinya mencari A Ling yang entah pergi kemana. Ia sudah mencari melalui internet dan menemukan sejumlah tempat dimana terdapat nama Njoo Xian Ling. Dan tempat di berbagai negara itu lah yang menjadi tempat persinggahan Ikal dan Arai.
Perjalanan nekat itu pun memberi berbagai pengalaman untuk mereka berdua. Dari yang menyenangkan, hingga yang menyengsarakan. Setelah salah satu mimpi terbesar mereka yaitu kuliah di Sorbonne University terwujud, ternyata masih ada lagi mimpi2 kecil mereka yang bisa teraih melalui perjalanan backpacker nekat tersebut.
Tetap Seru, Indah, dan Kocak
Garis besar cerita buku ketiga ini masih sejalur dengan buku kedua, yaitu tentang keberanian dan ketetapan hati untuk mewujudkan mimpi. Meski tidak semua harapan Ikal tercapai, tapi keteguhannya untuk tetap berjuang sungguh patut diacungin jempol. Memang beberapa kisah pencapaian mimpinya kadang terasa rada ajaib atau terlalu kebetulan, tapi yah masih mungkin terjadi dan tetap enak diikuti.
Andrea Hirata masih tetap dengan gaya tulisannya yang kaya dan berwarna-warni. Kadang dia bisa sangat melankolis, di lain tempat jadi romantis, ada juga yang diwarnai kritik sosial, dan tentu saja yang paling banyak memikat dan mengikat pembaca untuk terus membaca adalah bagian cerita yang ditulis dengan kocak dan nakal. Keisengan Ikal dan Arai sungguh bisa bikin orang tertawa terpingkal-pingkal sendirian.
Tapi bukan kemudian jadi tulisan yang asal nglucu, yang penting konyol biarpun nggak ada isinya, tulisan Andrea Hirata tetap memiliki bobot dengan beberapa sindiran sosialnya, juga dengan filosofinya tentang kehidupan dan karakter manusia.
Mari Bermimpi
Sayangnya buku ini dibuka dengan bab yang terlalu melankolis, tentang sosok Weh yang penuh kemalangan. Pembaca bisa jadi merasa ekspektasinya untuk mendapat kisah lanjutan yang seru langsung pupus begitu membaca bab pertama, selain juga akan kehilangan benang merah karena Weh adalah tokoh yang sama sekali asing. Untunglah kemudian disambung dengan cerita seru dan kocak tentang perubahan nama Ikal yang berkali-kali.
Rentetan cerita dalam buku ini kadang terasa melompat-lompat. Tampaknya memang Andrea hanya mengambil segmen2 tertentu dari kehidupannya yang sekiranya memiliki cerita yang menarik untuk ditampilkan, bukan ditujukan untuk menjadi sebuah memoar atau otobiografi lengkap.
Mungkin buku ketiga ini tidak serenyah buku kedua yang bisa membawa emosi pembaca naik turun dari sedih hingga tertawa keras sepanjang membacanya. Buku ketiga ini lebih banyak bagian cerita yang diceritakan dengan gaya serius. Bisa dimaklumi juga karena yang dituturkan bukan lagi potongan kisah masa remaja yang penuh keisengan, tapi kisah dari masa-masa kuliah S2 yang tentunya harus dihadapi dengan lebih banyak keseriusan.
Dalam buku ini Andrea Hirata dengan bahasanya yang kadang indah, kadang menyentuh, kadang kocak, mengajak kita untuk berani bermimpi dan mengulurkan tangan kita setinggi-tingginya untuk bisa menyentuh mimpi-mimpi itu.
<< Home