Thursday, April 05, 2007

Memoar Chrisye

Semuanya sudah ditakdirkan sebagaimana adanya. Chrisye sang penyanyi dan pemusik yang telah berkiprah sejak tahun 70-an meninggalkan semua penggemarnya akhir minggu yang lalu. Semua orang tentu merasa kehilangan satu sosok yang prestasi dan konsistensinya telah sekian lama mewarnai dunia musik Indonesia. Dan buku Memoar Musikalnya yang baru saja diterbitkan sebelum ia dipanggil Illahi menjadi sebuah kenangan indah yang menutup perjalanan karir Chrisye dengan sangat manis.

"Chrisye, Sebuah Memoar Musikal", ditulis oleh Alberthiene Endah dengan penuh perasaan. Diawali dari ide Yanti Noor, istri Chrisye, yang meminta tolong Alex Kumara agar Chrisye diberi kesibukan selama ia dalam penyembuhan, sebuah proyek biografi pun digarap oleh Alberthiene Endah sejak Mei 2006. Dan di awal tahun 2007, buku yang terdiri dari 373 halaman ini dirilis oleh Gramedia, dilengkapi dengan foto2 ekspresif hasil jepretan Dio Hilaul.

Perjalanan Musikal Chrisye

Sesuai dengan sub-judul yang diambil, buku ini difokuskan pada perjalanan musikal seorang Chrismansyah Rahadi. Hanya sedikit bagian yang bercerita tentang hal lain diluar musik.

Keluarga Rahadi sama sekali bukan keluarga seniman atau pemusik. Hanya saja ayah Chrisye menyukai musik dan memiliki koleksi piringan hitam dari para penyanyi luar yang kemudian memicu munculnya hasrat Chrisye remaja akan musik. Hasrat itu semakin tersalurkan ketika ia dan kakaknya mendapat hadiah gitar dari ayahnya. Musik mulai merasuki kehidupan Chrisye.

Saat keluarga mereka pindah ke Pegangsaan mereka bertetangga dengan keluarga Nasution. Keluarga Nasution adalah keluarga pemusik, mereka memiliki band keluarga dan sering berlatih di teras rumah. Kehebatan bermusik mereka sudah cukup dikenal, hingga setiap kali mereka berlatih banyak orang yang ikut menonton. Pertemanannya dengan anak2 keluarga Nasution lama2 menggeret Chrisye untuk ikut berlatih dan terlibat dalam band mereka. Bersama band Sabda Nada Chrisye memulai karir musiknya dari satu panggung ke panggung lain. Hingga akhirnya dia memutuskan berhenti kuliah demi ikut memenuhi kontrak nge-band selama setahun di New York.

Sepulang dari New York, Chrisye diajak bergabung dalam sebuah proyek idealis Guruh Soekarno Putra. Album Guruh Gipsy pun lahir sebagai album rekaman dimana Chrisye pertama kali terlibat. Selanjutnya ia diminta radio Prambors untuk menyanyikan satu lagu hasil Lomba Cipta Lagu Remaja. Lagu Lilin-lilin Kecil karya James F. Sundah menjadi single yang melejitkan Chrisye ke ketenaran. Semakin mantap lagi ketika Chrisye terlibat penuh dalam proyek fenomenal pembuatan soundtrack film "Badai Pasti Berlalu".

Dan sejak itu bergulirlah album2 solo dari Chrisye. Album solo pertama "Sabda Alam" disambut sangat antusias oleh pasar. Selanjutnya Chrisye pun menjadi anak emas dari Musica Records yang sangat produktif mengeluarkan album. Sempat bekerja sama kembali dengan Guruh dalam album "Puspa Indah", kemudian berkolaborasi dengan Eros dan Yockie S dalam trilogi "Resesi", "Metropolitan", "Nona" yang mengangkat musik yang lebih menghentak. Chrisye sempat merubah image menjadi penyanyi lagu riang dan ringan saat bekerja sama dengan Ajie Sutama di album "Aku Cinta Dia", "Hip hip Hura", dan "Nona Lisa", dimana Chrisye terpaksa harus berkostum norak dan belajar disko. Album2 selanjutnya ia berganti lagi kerjasama dengan Addie MS, kemudian Younky Soewarno, dan di album2 terakhirnya dia lengket dengan Erwin Gutawa.

Roda Kehidupan Seorang Musikus

Memoar ini dituliskan secara naratif melalui orang pertama. Chrisye seolah bercerita sendiri tentang kehidupannya dengan penuh perasaan. Pembaca akan seperti ikut merasakan gelombang emosi dari penuturan Chrisye. Ketakutan yang dipendamnya sejak kecil karena pernah ditimpuk batu hanya karena ia keturunan Cina. Antusiasme saat pertama kali bergelut dengan musik hingga kebanggaan saat berhasil mencapai prestasi demi prestasi. Kebingungan saat harus memutuskan terus kuliah atau ikut ngeband ke New York. Kegembiraannya saat mendengarkan suaranya sendiri diputar di radio. Kesedihannya saat kehilangan Vicky adik bungsunya. Semuanya melarutkan pembaca dalam perjalanan hidup seseorang yang banyak dielu-elukan sebagai Legenda.

Chrisye juga secara terus terang bercerita, sebagai seorang musisi yang telah sekian banyak mengeluarkan album yang diterima hangat oleh pasar, dia tidak kemudian menjadi orang yang kaya dan berkecukupan dalam materi. Jarangnya kesempatan manggung pada masa itu, membuat para musisi hanya berharap pada royalti album yang tidak seberapa. Karena itulah kebanyakan musisi memiliki pekerjaan utama lain diluar musik. Hanya Chrisye satu dari sedikit orang yang konsisten dan berkomitmen penuh pada musik.

Kejenuhan juga sering menghinggapi dirinya dalam berkarya. Itulah kenapa ia lumayan sering berganti-ganti kerjasama dengan musisi yang akan memproduksi albumnya. Pergantian itu ternyata memang cukup ampuh untuk melahirkan ide2 baru dan menampilkan Chrisye dalam album baru yang lebih segar. Termasuk ide untuk mendaur-ulang lagu2 lama saat ia berada pada posisi tidak tahu harus mencoba apa lagi.

Panutan yang Bersahaja

Dari cerita2 di buku ini pembaca akan melebur dalam sosok Chrisye yang bersahaja. Chrisye yang pemalu, selalu nervous setiap kali akan manggung, dan selalu jatuh sakit saat sedang mengerjakan sebuah album. Tanpa ditutup2i ia juga bercerita tentang album2nya yang gagal, tidak mendapat sambutan dari pasar. Pembaca diajak untuk berkaca bahwa orang se-berhasil Chrisye juga tetap memiliki ketakutan dan tetap harus menghadapi kegagalan demi kegagalan.

Pada bagian "Seribu Hikmah di Balik Musik" Chrisye memberikan pelajaran2 singkat bagi para musisi muda bagaimana mereka seharusnya menghadapi kerasnya kehidupan dan persaingan di dunia musik, agar mereka mampu bertahan lebih lama. Hikmah2 yang bisa juga dipetik dan diterapkan dalam bidang kehidupan yang lain. Perjuangan Chrisye yang tetap konsisten di dunia musik hingga akhir hayatnya memang layak dijadikan panutan.

Chrisye tidak mau bercerita banyak tentang penyakit yang sedang dideritanya saat pembuatan buku ini. Penyakit itu hanya ia ceritakan dalam 3 halaman di bagian akhir buku ini. Begitulah janji Alberthiene Endah, sang penulis, kepada Chrisye bahwa buku ini tidak akan bercerita tentang penyakit itu, buku ini bercerita tentang harapan!

Selamat jalan Chrisye, semoga jalanmu menuju pangkuan Illahi seindah lagu-lagumu.