Friday, December 01, 2006

Ishmael

'Sebuah Novel Pencerahan', satu tagline yang lumayan mampu menggodaku untuk mengambil novel ini dari rak buku. "Tak kurang Paulo Coelho pun menjadikannya sebagai salah satu acuan bagi sebuah novelnya, The Zahir", kalimat di sampul belakang yang semakin memantapkan rasa penasaranku dan memutuskan untuk membelinya.

"Ishmael", novel pertama yang ditulis oleh Daniel Quinn pada tahun 1992. Langsung memenangkan Turner Tomorrow Fellowship Award. Terjemahan bahasa Indonesianya diterbitkan oleh Fresh Book, 2006, dalam 356 halaman.



Diskusi Guru dan Murid

Guru mencari murid
Syarat: punya keinginan besar
untuk menyelamatkan dunia.
Datang sendiri.


Itulah kalimat yang tertulis dalam sebuah iklan di koran yang mengawali semuanya. Si tokoh 'aku' di dalam novel ini yang tak diberi nama menjadi sangat penasaran terhadap iklan tersebut. Teringat dengan ambisi masa mudanya, ia pun mendatangi alamat di dalam iklan tersebut. Menemui Ishmael.

Maaf kalo harus bikin SPOILER dengan mengungkap satu elemen besar dari novel ini. Tapi aku pikir hal yang satu ini sangat perlu diceritakan agar calon pembaca bisa mendapat gambaran yang lebih lengkap. Ishmael ternyata adalah seekor Gorilla tua, yang mampu berbicara melalui mata dan antar pikiran. Meskipun 'hanya' seekor Gorilla, Ishmael memiliki pengetahuan dan kebijaksanaan yang luar biasa luas sehingga pantas menjadi Guru yang mencari murid.

Si tokoh 'aku' pun mulai menjalani hari2 sebagai murid Ishmael. Mereka berdiskusi panjang lebar tentang dunia yang perlu diselamatkan. Tentang makna dunia, tujuan2 suci di dunia dan tentang takdir manusia.

Obrolan Panjang tentang Kehidupan

Yah, hanya segitu saja sih ringkasan ceritanya, karena memang tidak terlalu banyak alur cerita yang tersusun. Novel ini lebih banyak berisi diskusi panjang antara Ishmael dan si 'aku'. Diskusi serius yang lumayan mendalam, tapi karena disusun dalam bentuk dialog menjadi lebih mudah diikuti. Tidak lantas jatuh menjadi diskusi ala text book yang njelimet.

Memang sih kadang ada bagian yang agak susah dipahami, tapi setelah mengetahui kesimpulannya pada bagian itu, sisi yang rumit akan bisa diurai dengan lebih jelas.

Gagasannya memang lumayan original dan mengejutkan. Belum pernah aku membaca ide tentang opini yang dituturkan di novel ini. Teori hasil pemikiran penulis yang akan membuat kita merombak cara berpikir kita tentang kebudayaan yang diciptakan manusia. Entah apa latarbelakang Daniel Quinn ini hingga ia mampu dengan cemerlang menyusun skenario brilian tentang sejarah peradaban manusia.

Perjalanan Memperluas Wawasan

Daniel Quinn memutarbalikkan pandangan yang selama ini banyak diyakini masyarakat umum di seluruh dunia. Kehidupan manusia primitif yang selama ini dianggap terbelakang sebenarnya adalah kehidupan ideal yang selaras dengan alam. Sementara kebudayaan manusia modern adalah kehidupan menuju kehancuran seluruh alam dan isinya. Daniel Quinn memiliki banyak alasan untuk menjelaskan hal itu.

Dan setelah melewati bab-bab yang lumayan njelimet dan berputar-putar, pada bab-bab akhir yang berisi kesimpulan utama, pemahamanku selama ini tentang kebudayaan dan peradaban manusia semakin dibanting-banting dan hendak dihancurkan oleh Daniel Quinn.

Pada beberapa bagian ada yang terkesan anti agama, tapi ada juga bagian yang malah menggunakan ayat kitab suci untuk memperkuat teori. Semuanya bisa memperluas wawasan pembaca dari suatu sudut yang selama ini mungkin tidak terpikirkan.

Sungguh sebuah perjalanan kembali dari sisi yang lain yang sangat menyegarkan dan mencerahkan, membuat kita akan lebih menghargai alam dan lebih rendah hati sebagai manusia. Kerutan kening sepanjang diskusi antara Ishmael dan si 'aku' rasanya bisa terbayar lunas.