Sunday, April 24, 2005

Life of Pi


Aku tuh sebenarnya lebih banyak baca buku non fiksi daripada fiksi. Kalo menghadapi tumpukan novel2 di toko buku, aku suka bingung. Segini banyak buku, mana ya yang patut dibaca? Membaca sepotong review di sampul belakang seringkali tidak memberi petunjuk yang pasti apa buku tsb patut dibaca. Makanya aku sering mampir di forum2 yang membicarakan buku di internet untuk mendapatkan referensi tentang buku yang patut dibaca. Kalo komentar2 dalam forum tersebut cukup menarik dan membangkitkan keingintahuanku, aku pun mencoba mencari buku tsb dan membelinya. Jadi ya mohon maaf kalo kadang aku agak ketinggalan dalam mengikuti perkembangan buku2 terbaru, seringkali orang lain udah mulai ramai membicarakannya baru aku ikutan baca :)

Kali ini giliran "Life of Pi" karya Yann Martel yang baru saja aku baca. Aku memilihnya ya karena referensi dari forum2 itu yang bilang ini novel bagus, keren, masterpiece, bintang lima... bla bla bla :P . Versi aslinya pertama kali diterbitkan di Kanada tahun 2001. Pada tahun itu juga memenangkan Hugh MacLennan Prize dari Kanada untuk kategori fiksi. Dan pada tahun 2002 memenangkan Man Booker Prize. Terus terang... aku nggak tau blas, award2 itu sekelas apa dan apa kriteria untuk jadi pemenangnya. Tapi cukuplah sebagai jaminan bahwa ini adalah novel yang patut dibaca. Versi terjemahan Indonesianya "Kisah Pi" sudah terbit sejak November 2004, dan aku baru baca kemaren :)

Kisah Survival

Ini adalah kisah tentang seorang remaja India bernama Piscine Molitor Patel, atau lebih suka dipanggil Pi Patel karena "Piscine" sering dipelesetkan orang menjadi "Pissing". Porsi terbanyak digunakan untuk menceritakan tentang bagaimana usaha Pi untuk bisa tetap bertahan hidup di atas sebuah sekoci terapung2 di laut lepas bersama seekor zebra, seekor orangutan, seekor hyena, dan seekor harimau benggala. Itu terjadi setelah kapal yang membawa keluarganya yang akan bermigrasi dari India ke Kanada karam di samudera Pasifik.

Terdengar seperti dongeng fabel? yeah, itu juga yang mampir di kepalaku ketika membaca ringkasan di sampul belakangnya. Yang menjadikannnya terdengar seperti dongeng adalah karena bagaimana bisa 4 ekor binatang itu berada dalam sekoci bersama seorang remaja. Kemudian bagaimana bisa dia bertahan hidup dengan binatang buas macam hyena dan harimau benggala di dalam sekoci sempit kalau bukan dia menjalin komunikasi dan bercakap2 dengan mereka sehingga dia tidak dijadikan santapan.

Namun ternyata ini bukan dongeng fabel. Ini memang kisah bagaimana seorang remaja bisa bertahan hidup di lautan lepas bersama sekumpulan binatang yang beberapa diantaranya siap menyantapnya sewaktu2. Bagaimana hingga selama 7 bulan dia bisa tetap hidup hingga akhirnya terdampar di suatu pantai dan terselamatkan.

Memahami Perilaku Binatang

Ayah Pi adalah pemilik kebun binatang di Pondicherry, India. Sejak kecil Pi telah terbiasa berinteraksi dengan berbagai binatang yang menghuni kebun binatanganya. Dia juga telah sedikit2 belajar tentang bagaimana memperlakukan binatang dari para karyawan ayahnya. Dari situlah Pi memiliki pengetahuan tentang bagaimana mengendalikan binatang buas, yang kemudian dia terapkan antara lain untuk menghadapi si Richard Parker, harimau benggala itu.

Predator bisa hidup dengan tenang di ruangan terbatas yang disediakan oleh kebun binatang, karena mereka mendapatkan kebutuhan2 dasar yang mereka butuhkan untuk hidup. Pi mau tak mau harus melakukan hal yang sama. Setelah binatang2 teman seperjalanan yang lain telah tinggal tulang belulang, Pi harus mulai menyediakan makanan yang cukup bagi Richard Parker jika dia tidak mau menjadi tulang belulang berikutnya. Dengan pancing, galah, pisau, atau langsung dengan tangan Pi menangkap berbagai macam ikan dan penghuni laut lainnya sebagai santapan sehari2 untuk RP dan sebagian kecil untuk dirinya sendiri. Untuk air minum dia harus berjuang mengumpulkan air tawar dengan menampung air hujan dan menyuling air laut.

Predator juga mempunyai etika terhadap sesama predator, terutama dalam masalah teritori. Mereka menandai teritorinya dengan, maap, air kencing. Karena Pi tidak mau dirinya berada dalam kekuasaan RP, maka diapun membuat teritori untuk dirinya dengan cara yang sama. Melewati teritori pihak lain berarti menantang. Pi juga mempelajari cara2 yang bisa membuat RP tak berdaya, untuk menunjukkan bahwa dirinya mempunyai kekuatan yang harus diperhitungkan oleh RP.

Dengan cara2 itulah Pi bisa bertahan hidup berdampingan dengan seekor harimau benggala.

Serba Darurat

Dalam segala keterbatasan yang ada, Pi mau tak mau harus membiasakan diri memakan apa saja mentah2. Robinson Crusoe dan Chuck Noland (Cast Away) masih jauh lebih beruntung karena 'hanya' terdampar di sebuah pulau terpencil, masih bisa membuat api dan memasak makanannya sehingga masih lumayan beradab. Pi tidak punya pilihan lain, selain karena tidak ada alat untuk membuat api, juga membuat api sama saja bunuh diri dengan membakar sekoci pelan2. Lama kelamaan bukan hanya daging ikan yang ia makan mentah2. Karena desakan rasa lapar, dia pun memakan isi perut ikan, memakan kepiting, cacing, kerang, penyu dan lain sebagainya. Hmmph...serasa sedang mengikuti stunt kedua dari Fear Factor... :D Padahal selama di India Pi telah menjalani kehidupan vegetarian yang ketat.

Dari tuturan dalam novel ini, selain pembaca bisa belajar bagaimana menghadapi binatang buas, hmmm... mestinya bisa diterapkan waktu aku dikepung anjing :D, pembaca sedikit banyak juga bisa ikut belajar bagaimana mereka harus survive jika sampai mengalami kejadian yang sama dengan Pi. Dijelaskan bahwa membunuh ikan akan lebih cepat dilakukan dengan cara menusuk matanya. Mata dan tulang ikan mengandung cairan yang cukup segar dan tidak asin untuk mengurangi dahaga. Darah penyu juga bisa sebagai pelepas dahaga yang bervitamin. Meski tentu tidak ada orang yang akan berharap untuk mengalami hal itu.

Sangat Detail

Meski ditulis dari sudut pandang seorang remaja 16 tahun, dalam kepolosan seorang anak yang sedang mulai berusaha menapakkan kakinya dalam kedewasaan, Yann Martel sering membuat uraian2 yang sangat detail. Panjang lebar diuraikan bagaimana Pi membuat rakit dari dayung, jaket pelampung, dan tali2. Tapi jujur aja aku nggak bisa membayangkan dengan tepat bagaimana Pi membuatnya, meski udah dijabarkan begitu detail. Bagaimana pertama kali Pi berusaha membuka tempurung penyu, memanfaatkan alat penyuling air laut, menggunakan jala kargo sebagai semacam rumpon, semuanya diuraikan dengan detil. Yah, kadang aku tidak terlalu perlu detail itu, jadi aku baca sekilas saja, yang penting tahu arahnya :P

Detail segitu banyak pasti menuntut Yann Martel untuk mengumpulkan banyak data. Kabarnya dia butuh 4 tahun untuk melengkapinya, untuk menghidupkan tokoh Pi Patel yang polos tapi cerdas. Segunung data tentang binatang, predator, kebun binatang, sirkus, laut, ikan dan penghuni laut lainnya, hingga tentang agama.

Dialog Antar Agama

Ya, dalam novel ini juga terselip kisah pencarian Pi akan Tuhan. Pi lahir dari keluarga India sekuler yang tidak terlalu ambil pusing tentang agama. Berada di lingkungan Hindu tapi bersekolah di sekolah Kristen.

Sejak kecil telah dikenalkan kepada Dewa2 Hindu oleh para kerabatnya. Hingga suatu saat, di usia 14 tahun, dia minta dijadikan Kristen kepada seorang Pastor setelah beberapa hari berdialog dengannya. Dan di saat yang lain dia terkesima dengan perilaku seorang Sufi penjual roti, hingga ia ikut shalat dengannya. Jadi? dia ikut agama yang mana? Tiga-tiganya, Pi sering mengikuti darshan di kuil, sering ke gereja, dan sering ikut shalat Jumat.

Satu kejadian menarik dikisahkan ketika seorang pandita, pastor dan imam, secara bersamaan bertemu dengan Pi dan keluarganya. Masing-masing memuji Pi sebagai penganut agamanya yang taat, yang membuat terkejut masing-masing yang lain. Tak bisa dihindari, ketiga pemuka agama itupun saling mengecam satu sama lain demi memperebutkan Pi dan harga diri. Ketika Pi ditanya agama mana yang sebenarnya dia pilih, Pi hanya menjawab "Aku cuma ingin mengasihi Tuhan".

Satu kutipan kalimat dari salah seorang tokoh adalah "Kisah ini mungkin akan membuatmu percaya pada Tuhan". Kalimat itu dipajang di sampul belakang novel ini, dan kalimat itu juga yang membuatku lebih mantap untuk mengambilnya. Tapi ternyata... nggak gitu-gitu amat. Pi bisa selamat karena mampu memahami perilaku binatang dan alam sekitarnya, sama sekali tidak dikesankan sebagai mukjizat dari Tuhan. Tidak ada cerita yang terkesan sebagai kisah ajaib, tidak ada juga bagian2 kisah yang memberi pencerahan yang membuat orang atheis menengok kemungkinan akan adanya Tuhan. Entahlah, mungkin aku yang nggak bisa menangkapnya.. :)

Kisah yang Menyenangkan

Ada yang komentar novel ini ngebetein, membosankan. Memang, jangan mengharapkan ada jalinan kisah yang rumit dalam tempo tinggi di novel ini. Jangan juga mengharapkan klimaks yang "Wuah!!" menjadi endingnya. Bahkan ketika Pi akhirnya menapak kembali di daratan, sama sekali tidak terasa sebagai klimaks, tetap diceritakan dengan datar. Novel ini lebih berkesan seperti menceritakan suatu kisah nyata. Datar, detail, kadang melompat-lompat sesuka penuturnya. Beberapa kali aku juga merasa bosan membacanya, aku tutup dan aku letakkan. Tapi ketika mulai membukanya lagi, aku menemukan lagi keasikan membaca setiap detil yang diuraikan.

Setelah selesai membacanya, tidak ada kesan yang meletup-letup, hanya "hmm... cerita yang menarik". Tapi di saat lain setelah itu, aku coba buka salah satu bab dari genap 100 bab yang ada, aku bisa kembali menemukan keasikan membaca detail2nya, kepolosan penuturannya. Tidak adanya jalinan kronologis yang ketat dan tidak adanya klimaks yang menghentak, membuat setiap bab bisa dibaca tersendiri. Satu buku yang menyenangkan pastinya :)

Tapi ada beberapa hal yang menggangguku dalam novel ini. Kedatangan seorang teman senasib ketika Pi dalam keadaan buta, yang kemudian berakhir tragis. Aku lebih berharap itu hanyalah satu bagian dari halusinasi Pi saat dia lemah dan tak berdaya. Kemudian kisah alternatif yang dituturkan Pi kepada dua orang Jepang yang mencoba mengorek informasi, sangat mengerikan, aku bahkan tidak mau membacanya hingga tuntas.

Segera Difilmkan

Film yang mengadaptasi novel ini akan segera dibuat oleh Fox Studio. Awalnya M. Night Shyamalan (Sixth Sense, The Signs, The Village) telah diincar untuk menyutradarainya. Terutama karena Shyamalan juga besar dan dilahirkan di Pondicherry, tempat kisah ini berawal. Kisah alternatif yang dituturkan Pi bisa menjadi twist yang khas Shyamalan sebagai akhir yang akan membingungkan penonton, membuat penonton harus mengobrak-abrik imajinasinya dan membangunnya lagi dari awal untuk menyesuaikan dengan ending yang diberikan.

Tapi rupanya Shyamalan sibuk dengan proyeknya yang lain, tidak bisa segera mengerjakan film ini. Padahal Fox kayaknya ingin segera memproduksinya. Kabar terakhir Fox akan menunjuk Alfonso Cuaron (Harry Potter and the Prisoner of Azkaban) untuk menjadi sutradara film ini.

Hmm.. meskipun tidak bisa semenarik kisah Robinson Crusoe, dan kemungkinan besar akan menjadi cerita dengan pelakon tunggal yang cenderung datar seperti Cast Away, tapi interaksi antara manusia dan harimau, dan detail2 dari usaha untuk survive bisa juga menjadi tontonan yang menarik. Kita tunggu aja :)