Tuesday, May 31, 2005

Budaya Timur

Perhelatan Miss Universe 2005 sudah mencapai puncaknya. Wakil dari Indonesia Artika Sari Devi berhasil mencapai babak semifinal 15 besar, tapi hanya sampai disitu dan tidak bisa berlanjut lagi karena -katanya sih- kurang tinggi.

Sementara itu ribut-ribut keikutsertaan wakil Indonesia itu masih juga terasa panas. Sebagian masyarakat kebakaran jenggot, berteriak-teriak tidak setuju dengan keikutsertaan itu. Keberatan yang paling utama ya apalagi kalo bukan adanya salah satu bagian penilaian dalam kontes itu yang mengharuskan peserta menggunakan pakaian renang. Mereka bilang itu merendahkan dan mengeksploitasi wanita, itu tidak sesuai dengan budaya kita, budaya timur.

Sebagian masyarakat yang lain malah bangga akhirnya Indonesia berani mengirimkan salah seorang putrinya untuk menjadi peserta penuh secara resmi. Mereka keheranan dengan protes yang diajukan pihak yang menentang. Mereka memberikan argumen bahwa kontes dengan swim suit itu hanyalah satu bagian kecil dari seluruh penilaian bukan point utama, dan dilakukan dalam proporsi yang wajar tidak vulgar atau eksploitasi yang berlebihan.

Sujiwo Tedjo, ikut memberikan argumen yang sangat mendukung keikutsertaan Indonesia dan mencoba mematahkan protes para penentang dengan menyatakan bahwa orang indonesia itu dulu malah punya budaya yang tanpa busana ... weeitss!

Budaya yang Mana?

Sudah sangat lazim orang membedakan secara kontras antara budaya timur dan budaya barat. Kedua budaya ini memang mempunyai kesan saling bertolak belakang yang bisa saling meniadakan. Antara budaya yang penuh aturan sopan santun dan budaya yang penuh kebebasan. Antara budaya yang sarat warna mistis dan budaya yang sarat logika dan teknologi. Antara budaya yang religius dan budaya yang sekuler.

Sebagian orang mungkin bakal berdalih bahwa sebenarnya orang timur tidak identik dengan kesopanan yang penuh aturan. Karena di sudut2 tertentu dari dunia timur ini bisa ditemukan kelompok orang yang tidak mengikuti aturan itu. Entah itu karena keterbelakangan, atau mungkin memang begitulah adanya budaya lokal di tempat itu.

Yang pernah aku tau antara lain, di jawa banyak ibu2 di desa suka berkeliaran di sekitar rumahnya dengan mengenakan kain panjang dan (maap) kutang doang. Wanita madura di kampung seringkali memakai baju yang mempertontonkan pusarnya. Bahkan patung Kendedes yang segede mammoth yang dipajang untuk memberikan salam selamat datang di pintu gerbang kota Malang itu jelas2 topless :P

Nah lo? jadi budaya timur yang diperjuangkan para demonstran itu budaya yang mana?

Sepertinya sih ada perbedaan persepsi tentang budaya di antara kedua kubu tersebut. Yang satu menganggap bahwa budaya itu adalah nilai2 luhur ideal yang seharusnya selalu jadi pedoman masyarakat dalam berperilaku. Sedangkan yang satu lagi menganggap budaya itu ya perilaku umum masyarakat yang jelas ada dan terjadi di depan mata, yang di dalamnya bisa ada hal2 yang tidak sesuai dengan nilai2 luhur ideal. Nggak bakalan ketemu kan?

Budaya Religius

Pandangan umum tentang yang namanya budaya timur itu umumnya adalah budaya yang cenderung religius, mengambil nilai2 agama yang dianut oleh mayoritas penduduknya sebagai pedoman untuk berperilaku. Karena itulah mengapa budaya timur itu terkesan kaku, karena mereka mengambil nilai2 agama yang tidak mudah untuk berubah sesuai dengan kemauan jaman. Nilai2 agama diambil oleh budaya timur sebagai nilai2 luhur ideal yang seharusnya dipatuhi oleh seluruh penganutnya.

Bisa diliat sendiri, banyak kegiatan2 di masyarakat dunia timur yang merupakan ritual keagamaan, baik di Indonesia, India, China, dan negara timur lainnya. Entah itu upacara agama, tari-tarian, pertunjukan, atau lagu-lagu. Agama sudah menyatu menjadi budaya di keseharian masyarakat timur.

Jadi sebenarnya para penentang itu mengangkat nilai2 yang mereka ambil dari agama sebagai patokan untuk memprotes kegiatan tersebut. Bagi mereka budaya timur adalah budaya yang menjunjung tinggi nilai2 agama. Sementara mereka yang terheran2, lebih menganggap yang namanya budaya itu ya perilaku kehidupan yang ada saat ini. Mereka tidak terlalu berpatokan untuk selalu menjunjung tinggi nilai2 luhur ideal yang berazaskan agama. Apa yang ada dan terlihat di depan mata, seperti itulah budaya kita.

Serbuan Budaya Modern

Sekarang ini sih, diakui atau enggak, budaya keseharian kebanyakan orang Indonesia memang cenderung mengikuti budaya modern yang gencar dipromosikan oleh berbagai media massa. Kebudayaan modern yang memberikan mahkota kehormatannya kepada rasio manusia dan kebebasan individu. Kebebasan berpikir yang terus mencoba mendobrak segala aturan dan dogma yang dianggap tidak rasional. Perkembangan pesat teknologi yang mampu membantu manusia dalam banyak hal juga mampu menempatkan budaya modern di posisi yang lebih dikagumi.

Faktanya memang kebebasan itu mempunyai mim yang sangat kuat yang mampu melipatgandakan diri dengan cepat melalui berbagai media dan menulari setiap orang yang mudah dipengaruhi.

Sementara budaya timur yang diperjuangkan itu lebih banyak memberi batasan yang menghambat kebebasan yang banyak diidamkan orang. Pastinya agak susah untuk mendapatkan pengikut setia dan kemudian menyebar lebih luas lagi sementara orang sudah sempat digoncangkan oleh alternatif kebebasan yang memberikan lebih banyak ruang.

Pertarungan Nilai2

Agama memang bukan budaya. Agama diyakini berasal dari Yang Menciptakan manusia, dengan nilai2nya yang mutlak harus diterima. Sedangkan budaya dibentuk oleh manusia dan lingkungannya yang merupakan hasil kompromi dan kreativitas manusia dalam bersosialisasi dengan lingkungannya. Dan agama dengan superioritasnya bisa memberikan pengaruh kuat ke dalam budaya.

Mereka yang sudah yakin akan keimanannya pada satu agama, akan berusaha mati2an untuk menjunjung tinggi nilai2 agamanya. Termasuk untuk memasukkan nilai2 agama ke dalam budaya masyarakat. Sedangkan mereka yang tidak menganut agama tersebut atau yang tidak meletakkan agama di tempat tertinggi akan merasa gerah kalau ada orang yang memaksakan nilai2nya. Mereka juga akan membuat perlawanan dan memperjuangkan nilai2 yang diakuinya.

Yang namanya budaya memang selalu berubah seiring dengan waktu. Tergantung dengan mim yang mana yang mampu menjadi penguasa diantara mayoritas para pelaku budaya tersebut. Dan pertarungan antara nilai2 yang berbeda itu akan tetap terus berlangsung. Prinsip "survival of the fittest" berlaku dengan sangat pas disini.

Tapi nampaknya dalam kasus pertarungan antara budaya religius vs budaya kebebasan akan susah menemui titik dimana salah satu akan bertekuk lutut, atau suatu titik dimana terjadi kompromi antara keduanya. Karena keduanya bisa dibilang bertolak belakang dan sama2 memiliki pengikut yang fanatik mempertahankan nilai2nya.

Itulah hidup... :P


ps. aku sih kalo sempet bakal tetep nonton siaran tunda Miss Universe ;) Walopun sesi kontes swim suit gak bakalan disiarkan oleh tivi indo, acara itu tetap entertaining kok... ;)