Monday, May 02, 2005

Hukuman di Sekolah


Hardiknas ya hari ini?
Nggak ada ide mau mbahas apaan. Ngebahas biaya pendidikan yang semakin tinggi, gaji guru yang tidak menarik bagi para pencari kerja, anggaran pendidikan yang tidak memadai, kayaknya udah klise. Percuma dibahas terus sementara belum ada kemajuan sama sekali.

Yang sempat terlintas cuma masalah yang berhubungan dengan kedisiplinan di sekolah. Mendidik anak agar menjadi orang yang disiplin dan bertanggung-jawab memang sangat perlu demi kredibilitas si anak itu sendiri di masa depannya nanti. Tapi kalo memang bukan sekolah militer, nggak perlu dong disiplin ditegakkan layaknya di kalangan militer. Dan kedisiplinan yang diterapkan di sekolah mestinya tetap menghargai si murid sebagai manusia intelektual.

Satu Hukuman yang Membekas

Namanya sekolah memang hampir identik dengan seabrek aturan yang harus dipatuhi. Dari mulai seragam sekolah, aturan jam masuk, tugas-tugasnya, hingga larangan2nya. Buat aku, itu semua tidak terlalu membuat masalah karena aku bukan tipe pemberontak. Patuh itu lebih mudah dan gampang daripada jadi pemberontak, tingkat stressnya lebih rendah dan lebih aman :) Kayaknya bisa diitung dengan jari pelanggaran2 yang pernah aku lakukan. Dimarahin guru juga bisa diitung dengan jari, itupun sebagian merupakan kesalahan kolektif, dimarahin rame-rame gitu, dan sebagian lagi karena gurunya yang emang lagi bad mood atau mencari mangsa.

Satu pelanggaran, kalo boleh disebut pelanggaran, yang paling aku ingat adalah waktu kelas satu SMP. Saat itu kita murid kelas satu kebagian masuk siang. Pada satu istirahat siang di hari yang terik, di speaker yang terpasang di seluruh penjuru sekolah terdengar suara seorang guru yang menjadi pengawas ketertiban sekolah. Beliau memberikan pengumuman bahwa mulai senin depan saat masuk ke halaman sekolah harus lengkap mengenakan topi dan dasi seragam. Pikirku, nggak masalah, tinggal pakai ini.

Keesokan harinya, yang sama sekali bukan hari Senin, seperti biasanya aku masuk halaman sekolah sejam sebelum kelas dimulai. Biasanya topi seragam aku pakai untuk menghalangi panas terik siang bolong. Tapi siang itu aku habis keramas (nggak usah mikir yang enggak2 ya.. baru kelas satu SMP gitu loh :P), jadi topi nggak aku pake biar rambut cepat kering. Topi aku pegang di tangan dan sekali2 aku putar2 di ujung jari.

Masuk gerbang sekolah, aku liat guru pengawas ketertiban itu sedang duduk agak jauh dari gerbang sambil tersenyum2 melihatku. Seorang teman yang sudah datang duluan tampak berdiri di dekatnya dan kayaknya sibuk memberi aku kode. Tapi aku nggak ngerti sama sekali maksudnya. Aku terus aja berjalan masuk dengan tenang, tanpa merasa punya masalah.

Begitu aku semakin dekat ke pak guru yang sedang duduk manis itu, dia melambai ke arahku. Aku agak kaget, karena aku nggak punya urusan apa2 dengan beliau. Tidak mengajar di kelasku, dan aku belum jadi aktivis organisasi sekolah yang dia tangani. Dipanggil sama dia, biasanya pasti karena ada masalah pelanggaran. Wah.. ada apa nih?

Hanya Karena Topi

"Kenapa topi dan dasinya tidak dipakai?"
Aku terlongong..
"Habis keramas pak, biar cepat kering"
"Lah, habis keramas itu kan mestinya topinya dipakai"
Pengen aku protes keras atas argumen yang tidak masuk akal itu.. Tapi apa daya, aku mengkerut di hadapan guru yang terkenal sangar ini.
"Ayo, taruh tasmu disini... lari sepuluh kali keliling lapangan".
HAH!!!

Hanya karena tidak pakai topi waktu masuk ke halaman sekolah disuruh lari sepuluh kali keliling lapangan!! Peraturan itu kan baru berlaku senin depan?? kenapa mendadak dimajukan hari ini tanpa pemberitahuan, tanpa masa sosialisasi?? Harga diriku sebagai murid yang selalu patuh tiba-tiba harus hancur oleh peraturan semau gue itu. Lari sepuluh kali keliling lapangan di siang bolong seperti itu kan berat!! Pelajaran Olahraga saja masih lebih manusiawi, lari pemanasan keliling lapangan sepuluh kali dilakukan di atas jam dua, saat matahari sudah tidak terlalu terik. Dan itupun pakai kaos yang gampang menyerap keringat. Ini jam setengah dua belas siang, panas2nya matahari, ditambah pake seragam lengkap yang menambah panas, harus lari2 keliling lapangan sepuluh kali??? ... Aku tidak percaya...

Tapi aku tidak bisa berbuat apa2. Tas aku letakkan. Masih berharap bapak guru itu hanya bercanda. Tapi ternyata tidak ada diskusi lebih lanjut, disamping memang aku nggak punya nyali untuk mendebat bapak itu. Aku pun melangkah gontai ke lapangan. Untunglah masih sepi, tidak banyak murid siang yang sudah datang, sementara murid pagi masih sibuk di dalam kelas. Jadi harga diriku nggak jatuh2 amat.

Mulailah aku berlari kecil2 ke tengah lapangan. Aku masih tidak percaya bahwa aku bisa kena hukuman seperti ini. Aku tidak rela. Aku berlari asal saja. Bapak Guru itu tidak memperhatikan pelaksanaan eksekusi hukuman. Beliau lebih tertarik untuk menangkapi mangsa satu demi satu di gerbang sekolah dengan riang gembira.

Aku Tidak Bersalah

Karena merasa tidak ada yang memperhatikan, aku semakin melonggarkan diri. Berlari seenaknya, dengan lingkaran yang semakin lama semakin mengecil di tengah lapangan. Dari salah satu sudut ada yang menertawakan dan meneriaki aku curang. Rupanya teman2 kakakku yang kelas tiga kebetulan lewat dan melihat aku dieksekusi. Aku nyengir kecut doang ke mereka, tetap berlari sesuai keyakinan bahwa aku tidak seharusnya mendapat hukuman itu.

Di putaran kelima lingkaran yang aku buat radiusnya mungkin tinggal tiga meter, sementara radius yang seharusnya mencapai sekitar duapuluh meteran. Aku merasa sudah cukup berkeringat. Aku lihat Bapak Guru itu sama sekali tidak memperhatikan aku. Aku yang sepanjang pelaksanaan eksekusi masih tetap tidak percaya dan tidak rela, merasa cukup dengan hukuman yang aku jalani. Lima putaran kecil sudah cukup untuk aturan tidak masuk akal, terlalu berlebihan malah. Aku berhenti dan berjalan kembali ke Bapak Guru yang masih menghadap ke gerbang sekolah.

"Sudah Pak"
"Sudah? ya sudah kembali ke kelas"
Hhhh... slamet.. slamet...

Siswa2 yang datang lebih siang, sebagian sempat mendapat bocoran sebelum masuk gerbang dan lolos dari jebakan. Tapi sekian puluh siswa tetap terperangkap dengan sukses, dan harus menjalani vonis yang sama. Mereka ternyata jauh lebih patuh daripada diriku, mereka menjalani hukuman sesuai dengan vonis. Dijamin setelah itu mereka akan kelelahan dan tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik, belum lagi memendam rasa sakit hati karena diperlakukan semena-mena.... :(