Sunday, June 26, 2005

Dihukum Cambuk, Bakal Kapok Nggak?

Posting naik kelas ini namanya :D... setelah aku tulis sekilas di small blog, terus ngeliat dari tayangan tivi gimana eksekusi hukuman ini dilaksanakan di Aceh sana, terus juga baca2 berbagai kontroversi yang timbul dari beberapa forum... kok kayaknya patut dibahas lebih jauh ya. Ya udah deh bahas aja lagi di blog utama biar bisa lebih panjang lebar :D

Cemen

Banyak yang bilang kalo eksekusi hukuman cambuk ini ternyata cemen... nggak se-mengerikan namanya. Cambuk yang dipakai ternyata cuma rotan sepanjang 1 meter dengan diameter nggak sampe satu senti. Hmmm... masih lebih serem gagang sapu kayaknya :D. Aku pikir yang namanya cambuk itu ya seperti cambuk yang dipake pak kusir untuk mengendalikan kuda supaya baik jalannya ... tuk tik tak .. eh :P Jadi bentuknya panjang dan ujungnya mengecil lentur seperti tali. Kalo yang dipake buat hukuman cambuk itu mah lebih mirip gagangnya kemoceng bulu ayam kali ya... hehehe. Tapi gagang kemoceng kalo buat nyamblek bisa sakit juga.

Tapi tunggu dulu, ada lagi aturan cara mencambuk dalam hukum yang diterapin di Aceh itu. Gagang kemoceng itu ... eh ... cambuknya itu hanya boleh membentuk sudut 45 derajat dari tubuh terpidana untuk ambil ancang2 sebelum dicambukkan. Waaaa... kok cuman segitu? nggak maksimal dong ya? Kalo cuma 45 derajat mah itu cuma njawil ya namanya :P Bandingkan dengan yang biasa terjadi dalam KDRT. Kalo lagi emoseh.. itu gagang kemoceng bisa ambil ancang2 lebih dari 180 derajat jek.. dan rasanya... jangan ditanya deh... iya... jangan tanya aku... belum pernah ngrasain sih :P secara keluarga dan lingkunganku itu beradab sekali gitu loh. Alhamdulillah belum pernah kena samblek, bahkan waktu ngaji di musholla jaman masih kecil dulu pun alhamdulillah belum pernah kena sabetan rotan di punggung... soalnya guru ngajinya kan kakekku sendiri.. hehehe :)

Padahal kalo hukuman cambuk yang dilaksanakan di Malaysia ato Singapura, denger2 dari kabar angin hukum cambuknya itu bisa menghajar sampai melukai dan membekas :( serem abis. Yang di Aceh ini kesannya jadi cuma sekedar formalitas. Hukuman yang diberikan lebih untuk mendidik dan mempermalukan, bukan melukai fisik. Hmmm... lebih manusiawi atau malah nggak efektif karena tidak menakutkan?

Hukuman Fisik

Pelaksanaan hukum cambuk sebagai penerapan syariat Islam di Aceh ini memang banyak mengundang kontroversi. Aku sendiri nggak berani ikut2an mbahas masalah penerapan syariat Islam ini, karena belum sempet melakukan studi lapangan dan studi literatur tentang gimana sih sebenernya syariat Islam mengatur hukum dan peradilan... Takutnya entar jadi asal njeplak :)

Pada jaman sebelum isu HAM menjadi salah satu slogan paling berpengaruh di muka bumi ini, hukum cambuk, rajam, hingga penggal kepala adalah salah satu vonis pengadilan yang berlaku di banyak negara. Bukan cuma di Arab. Di Eropa bahkan pernah ada hukuman dicungkil sebelah mata bagi seseorang yang terbukti bersalah... dicungkil hidup2 ya... dan kayaknya di jaman semasa belum ada anestesi... huh.. sadis nian. Itu di jaman2 saat menjajah negara lain adalah suatu kebanggaan nasional.

Dan sekarang di jaman di mana menginvasi negara lain adalah suatu kekejaman yang harus dibayar dengan menyerahkan seluruh negaranya kepada penguasa dunia (:P), hukuman yang menyiksa fisik semacam itu sudah tidak banyak lagi diterapkan. Hukuman mati sekarang banyak ditentang oleh masyarakat pembela HAM. Masih banyak memang yang memiliki hukum yang mengancam dengan hukuman mati. Amerika masih memiliki kursi listrik. Beberapa negara Eropa masih menggunakan tiang gantungan. Indonesia sendiri masih menggunakan regu tembak untuk mengeksekusi terpidana mati.

Sebenarnya seberapa efektif sih ancaman hukuman fisik semacam itu? Apa bener masyarakat jadi pada lebih takut untuk melakukan tindakan kriminal jika ancaman hukumnya bersifat fisik dibandingkan jika ancamannya berupa hukuman penjara atau denda? Apa bener hukuman fisik semacam itu adalah suatu kemunduran peradaban?

Hukuman di Sekolah

Jaman sekolah, hukuman fisik memang bisa menakutkan. Dihukum suruh lari2 keliling lapangan, atau push up, scotch jump, pasti melelahkan secara fisik meski tidak akan sampai melukai. Dan jika hukuman itu harus dilakukan di depan murid2 yang lain tentulah itu suatu pertunjukan yang sangat mempermalukan diri sendiri.

Kemudian, bagaimana hasilnya? Bagi murid yang dikenal patuh dan punya nama baik di sekolah, dipermalukan seperti itu pasti adalah suatu masalah besar yang bisa menimbulkan trauma (ya kayak ceritaku soal nggak pake topi itu... ya, aku emang murid yang baik dan patuh kok.. nggak boleh protes :P). Dan jika murid seperti itu kena hukum, biasanya karena khilaf ato keadaan yang memaksa ato aturannya yang nggak masuk akal :P

Sementara bagi murid yang terkenal bandel dan langganan melanggar aturan, hukuman semacam itu mungkin dianggap olah raga aja, secara mereka udah sering kena hukum. Kapok kah mereka? nggak janji ya :P kalau ada kesempatan dan kegilaan mereka datang, melakukannya kembali bukanlah suatu yang tabu buat mereka. Hmmm... nggak efektif dong berarti? Nggak bisa disimpulkan gitu juga sih, paling nggak ancaman hukuman itu bisa menjadi penghalang bagi mereka yang nggak bandel2 amat agar tidak iseng mencoba mengikuti para trouble-maker.

Hukuman fisik itu sebenarnya untuk pelanggaran kecil, sementara pelanggaran besar hukuman yang diberikan malah non fisik seperti di-skors atau hukuman paling fatal adalah dikeluarkan dari sekolah. Dan itu jauh lebih memalukan bagi si murid dan orang tuanya. Bisa membuat anak2 bandel itu menjadi anak2 yang patuhkah? tidak juga, tetap saja kalo dasarnya bandel ya ...sekali merdeka tetap merdeka... :D

Yang pasti ancaman hukuman2 di sekolah itu mampu membuat siswa2nya yang tidak punya kecenderungan super bandel untuk berusaha menjaga nama baiknya, jangan sampai mereka dikeluarkan dari sekolah dan kehilangan masa depannya.

Hukuman untuk Menekan Mental

Jadi perlukah hukuman fisik? secara hukuman penjara saja sebenarnya sudah bisa mempermalukan si pelaku dan keluarganya?

Kalo dibayang-bayangkan, hukuman penjara sebenarnya lebih menyiksa batin. Direnggutnya kebebasan hidup si pelaku dari mendapatkan hak2nya yang sewajarnya bisa dia peroleh dengan leluasa di luar penjara. Tinggal di kamar sempit yang terkunci dari luar, dengan fasilitas yang sangat terbatas, selama beberapa bulan bahkan sampai bertahun-tahun tentulah sangat mengenaskan.

Sementara hukuman dijawil cambuk seperti yang di Aceh kemaren, hukuman hanya dilaksanakan sesaat saja, setelah itu mereka bebas menjalani kehidupannya kembali. Malu pasti menjadi tontonan masyarakat sebagai pesakitan pendosa yang harus dicambuk. Tapi bukannya digelandang ke penjara dan disorot banyak kamera televisi juga adalah kejadian yang memalukan?

Ya, sepertinya hukuman cambuk jawilan dan dipertontonkan kepada khalayak ramai seperti itu cukup pantaslah untuk pelaku kesalahan kecil macam berjudi dengan taruhan hanya ribuan rupiah saja. Kesalahan sekecil itu rasanya tidak pantas kalo harus disekap dalam ruangan berjeruji selama beberapa bulan. Setelah selesai dieksekusi mereka bisa kembali kepada keluarganya dan mencari nafkah sebagaimana biasanya.

Bagaimana dengan para koruptor berdasi, apa mereka tidak seharusnya dicambuk dan dipertontonkan ke khalayak ramai juga agar mereka lebih terhina? Ide bagus juga sebenarnya, secara mereka selama ini adalah orang2 yang berlagak terhormat dan beradab, pastinya akan sangat jatuh mental mereka jika harus dipertontonkan di depan orang banyak dan dicambuk sekadarnya. Tapi setelah itu tetap harus di penjara agar dia bisa merasakan sengsaranya hidup dalam keterbatasan selama bertahun-tahun.

Berharap pada Kesadaran

Lebih jauh lagi, sebenarnya apa nggak bisa kita mengharapkan kesadaran masyarakat agar mereka hidup dengan tertib dan saling menghormati sesama anggota masyarakat lainnya, karena katanya kita itu sekarang ini sudah cukup cerdas, beradab dan berpendidikan? Bukannya dengan adanya ancaman hukuman itu membuat masyarakat menjadi terpaksa untuk patuh demi menjaga nama baiknya, bukan dari kesadaran sendiri untuk saling menghargai hak orang lain?

Suatu utopia yang indah sekali. Tapi apa daya, manusia tetaplah manusia. Mereka cenderung egois dan mementingkan diri sendiri. Apalagi manusia juga punya potensi untuk menjadi sebuas binatang yang siap menerkam orang lain. Aturan dengan ancaman hukuman tetap harus ada, karena manusia bukanlah malaikat.

Kemudian, bisakah hukuman itu membuat jera para pelakunya, dan membuat orang lain menjadi takut untuk melakukannya? Mungkin ya, bisa. Tapi sayangnya manusia bukan robot yang perilaku dan kesadarannya bisa diset secara tetap dari waktu ke waktu. Pikiran dan suasana hati manusia itu sangat dinamis, bisa berubah-ubah sesuai situasi yang melingkupinya. Dan yang membahayakan, manusia itu sesekali suka khilaf dan lepas dari kendali kesadarannya. Pada saat itu apa pun bisa terjadi.

Hmmm... manusia memang tidak bisa diharapkan agar menjadi seperti malaikat.