Tuesday, June 21, 2005
Mereka Juga Manusia
Kalo di jalan papasan sama orang gila suka takut nggak?
Mestinya sih umumnya pada gitu, ato paling nggak ya jadi waspada nggak mau ambil resiko untuk terlalu dekat. Jaga jarak sambil mengawasi segala tindak-tanduknya jangan sampe tiba-tiba kita diserang atau diapain sama itu orang gila. Masalahnya kan orang seperti itu nggak bisa ditebak perilakunya. Kalo tiba2 kita diamprokin (apa sih artinya? aku juga nggak ngerti :P) kan berabe. Belum lagi kalo dia bawa2 benda yang berbahaya, dengan kewarasan yang dipertanyakan gitu kan bisa mengerikan. Apalagi kalo sampe dicium, kalo kita jadi doyan gimana coba?.. hehehe :P
Pernah ngebayangin nggak, kira2 apa sih yang terjadi pada pikiran orang2 yang dibilang "gila" itu?
Di Dalam Pikiran Mereka
Aku baru saja selesai membaca satu buku lokal yang ditulis oleh seorang yang pernah menderita Schizophrenia itu. Iya, nama keren dari "gila" itu adalah schizophrenia *susah ngetiknya*. Buku itu berjudul "Ratu Adil, Memoar Seorang Skizofren" ditulis oleh Satira Isvandiary. Nggak kebayang kan, ada seorang ex-penderita skizofrenia mampu menuliskan pengalamannya dalam sebuah buku. Salut.
Dalam buku ini Evie, panggilan dari Satira Isvandiary, mengisahkan tentang dunia lain di dalam pikirannya yang dia jalani selama dia sakit. Dunia yang mengangkatnya sebagai Ratu Adil yang ditugaskan untuk menyelamatkan dunia. Berkawan dengan Dewi Kwan Im, Sun Go Kong, Wong Fei Hung. Berdialog dengan Sang Buddha, Paus, Nabi. Mampu bertelepati dengan semua orang untuk menyebarkan rencananya dalam menyelamatkan dunia. Suatu kisah yang rumit berbelit melebihi telenovela.
Gimana? membaca sepenggal sinopsis aja pasti kita akan langsung berkomentar, "cerita gila yang tidak masuk akal". Ya itulah dunia yang dialami oleh Evie selama dia sakit. Walaupun semua itu hanyalah halusinasi dia saja, tapi nyatanya dia bisa menceritakan kembali semuanya dengan runtut. Bukti bahwa sebenarnya memori dan otaknya masih bekerja dengan baik, mereka masih sadar meskipun mungkin ada satu kabel yang salah colok :)
Perjalanan Evie
Evie memasuki dunia kelabu itu setelah rumahtangganya hancur berantakan. Suaminya selingkuh, dan dua orang anak yang sangat disayanginya diambil oleh mertuanya. Meskipun setelah kehancuran itu dia sempat mencoba berdiri sendiri hingga sempat menjadi seorang model bahkan menjuarai sebuah kontes, tapi ternyata batinnya tetap menderita sampai akhirnya pikirannya membuat dunia sendiri.
Dalam upaya penyembuhan Evie oleh keluarganya dititipkan diberbagai pondok pesantren yang melayani mereka yang mempunyai masalah yang sama, diajak ke paranormal, juga pernah dirawat di rumah sakit jiwa. Evie bisa dibilang cukup beruntung karena masih mendapat perhatian dari keluarganya, tidak dipasung atau malah dibiarkan menggelandang di pinggir jalan. Selama sekitar 3 tahunan Evie hidup dalam dunianya sendiri, bergaul dengan karakter2 khayal yang muncul di otaknya.
Kesembuhan Evie datang ketika dia mulai menyadari bahwa dia tidak bisa terus menerus tenggelam dalam dunia itu, dia harus menghadapi dunia nyata. Dia harus berani menolak ketika halusinasi2 itu datang. Menyibukkan diri dengan aktivitas yang lebih berguna, seperti menulis buku itu, tampaknya bisa menjadi terapi yang baik. Meskipun saat menulis buku itu Evie masih suka mondar-mandir di kamarnya selama berjam-jam.
Kisah Ken Steele
Sebelumnya beberapa bulan yang lalu, aku juga pernah baca buku "Mereka Bilang Aku Gila, Memoar seorang skizofrenik", buku terjemahan dari tulisan Ken Steele. Ken juga adalah ex-penderita skizofrenia yang akhirnya mampu mandiri bahkan hingga mendirikan sebuah penerbitan surat kabar yang mengkhususkan diri pada seputar masalah para penderita penyakit mental dan juga aktif dalam kegiatan sosial yang berusaha memperjuangkan hak para penderita penyakit mental.
Tidak seperti Evie, Ken tidak hidup dalam dua dunia. Gangguan yang dialaminya adalah adanya suara2 di telinganya yang terus menerus mengikutinya. Suara itu selalu menyuruh dia untuk bunuh diri karena dia dianggap sebagai manusia yang tidak berguna. Ken merasakan semuanya datang begitu saja, suara2 itu datang tanpa diundang sejak dia berusia 14 tahun. Dan itu menyebabkan dia tidak bisa melanjutkan sekolahnya, dibuang oleh keluarganya dan menjadi gelandangan.
Ken pun menjadi orang gila di jalanan, yang kemudian ditangkap dan dimasukkan rumah sakit jiwa, tapi kemudian kabur, menggelandang lagi, tertangkap lagi. Dari pengalaman keluar masuk rumah sakit jiwa, Ken bisa bercerita tentang betapa buruknya penanganan terhadap penderita penyakit mental. Bahkan dia pernah, maaf, diperkosa...... menyedihkan. Dan seperti juga Evie, dia bisa menceritakan kembali itu semua.
Ken sebenarnya beberapa kali telah meraih suatu pencapaian yang cukup baik ketika dia mampu mengalahkan suara2 yang menghantuinya. Sempat menjadi koki yang cukup handal di sebuah restoran, menjadi aktivis suatu lembaga sosial di Hawaii, tapi semuanya akhirnya kembali lagi ke titik nol ketika dia diserang oleh bisikan2 paranoid di telinganya yang membuat dia pergi dari kehidupan itu dan kembali menggelandang. Sampai dia bertemu dengan psikiatris yang mampu memahami dan membangkitkan semangatnya. Hingga kemudian dia akhirnya berhasil hidup mandiri.
Tentang Schizophrenia
Dari situs Schizophrenia.com, ternyata penyakit ini belum diketahui penyebabnya. Belum bisa didiagnosa secara fisik. Baru bisa diketahui setelah terlihat gejala2 perilaku yang tidak wajar. Obat-obat yang diberikan kepada penderita biasanya adalah obat untuk menurunkan aktifitas otak, agar segala macam halusinasi itu berkurang. Dan upaya penyembuhan dilakukan dengan berusaha mengembalikan penderita ke alam nyata.
Dalam usaha penyembuhan itu diperlukan kemauan keras dari si penderita untuk keluar dari penyakit itu. Dia harus berusaha memerangi halusinasi yang muncul di kepalanya dan tidak terjebak lagi di dalamnya. Banyak dari ex-penderita mengakui kalo gangguan berupa halusinasi atau suara2 itu masih kerap mendatanginya, tapi mereka mampu mengabaikannya. Kalo ingat dengan film "A Beautiful Mind", tentu ingat bahwa di saat John Nash menerima nobel, tokoh2 dari dunia khayalnya masih muncul dan berusaha mendatanginya, tapi John mengabaikan mereka.
Penderita juga harus mau mengakui kalo mereka mempunyai masalah, dan memerlukan pertolongan dan pengobatan. Para ex-penderita juga harus tetap mengkonsumsi obat2an, terutama di saat mereka merasakan gejala2 itu kembali. Sebagaimana John Nash ketika dia memutuskan untuk tidak meminum lagi obatnya, diapun tenggelam kembali dalam proyek intelijen halusinasinya.
Dukungan Keluarga dan Lingkungan
Dukungan keluarga dan lingkungan menjadi faktor yang sangat penting. Kesediaan keluarga untuk tetap merawat dan tetap mengakuinya sebagai bagian dari orang yang disayangi sangatlah diperlukan, agar si penderita tetap merasa dihargai sebagai manusia selayaknya.
Tapi faktor lingkungan memang seringkali tidak mendukung. Stigmatisasi terhadap penderita schizophrenia sebagai orang gila, membuat penderita menjadi orang buangan. Pelecehan dan penghinaan menjadikan mereka merasa tidak layak berada di antara orang waras dan semakin tenggelam dalam dunianya sendiri.
Kita sendiri mungkin bisa merasakan bagaimana sikap kita terhadap orang yang sudah dicap sebagai orang gila. Tidak mau dekat2, agak2 jijik, seolah dia adalah penyebar virus gila yang mengerikan. Tidak bisa disalahkan memang, karena kita tidak bisa memprediksi perilaku mereka, dan apalagi di antara penderita itu ada yang perilakunya bisa membahayakan.
Terhadap penderita yang membahayakan mungkin memang kita harus menjauh, dan mereka selayaknya harus dirawat ditempat yang sesuai. Tapi terhadap penderita yang sedang menuju kesembuhan mungkin kita harus mau belajar berempati untuk mendukung kesembuhannya.
Yah... mereka juga manusia kan.
Kambing Nyempil
Ada satu buku lagi yang baru selesai aku baca. Sepertinya hampir senada dengan buku2 di atas. Berkisah tentang seorang anak muda yang berperilaku aneh. Suka pake boxer kembang2 warna ijo kemana-mana, alisnya pitak sebelah, wajahnya suka manyun2 kayak ikan mas, bulu idungnya nyembul kemana-mana, insomnia berat (salah satu gejala awal schizophrenia), dan yang paling menunjukkan gejala kegilaan parah adalah dia mengaku dirinya kambing.... :D
Huhuhuhu... aku emang baru aja baca buku "Kambing Jantan" yang dikutip mentah2 dari blognya Radhitya Dika. Bener2 yang nulis emang rada gila! :P
Tulisannya emang seringkali nggak fokus, judulnya apa isinya kemana-mana. Sebentar ngebahas ini tiba-tiba lompat ngebahas yang lain lagi. Lagi konsen ke topik satu eh tiba2 nyempil ada tulisan tentang topik yang lain... makanya aku ikut2an ngebahas buku itu dengan cara aku bikin nyempil di tulisan yang nggak ada hubungannya :p
Tapi emang baca buku itu bikin seger. Bisa ngakak sendirian nggak jelas. Hal-hal kecil di keseharian si Dika ini bisa diekploitasi secara sangat hiperbola hingga menjadi gila dan kocak abis. Asik juga kalo kita bisa memandang kehidupan kita sehari-hari dengan ceria dan gila seperti si Dika.. :D
pesan moral: aku belum bisa memastikan, apakah kambing yang ini juga manusia... huhuhuhu....:D
Mestinya sih umumnya pada gitu, ato paling nggak ya jadi waspada nggak mau ambil resiko untuk terlalu dekat. Jaga jarak sambil mengawasi segala tindak-tanduknya jangan sampe tiba-tiba kita diserang atau diapain sama itu orang gila. Masalahnya kan orang seperti itu nggak bisa ditebak perilakunya. Kalo tiba2 kita diamprokin (apa sih artinya? aku juga nggak ngerti :P) kan berabe. Belum lagi kalo dia bawa2 benda yang berbahaya, dengan kewarasan yang dipertanyakan gitu kan bisa mengerikan. Apalagi kalo sampe dicium, kalo kita jadi doyan gimana coba?.. hehehe :P
Pernah ngebayangin nggak, kira2 apa sih yang terjadi pada pikiran orang2 yang dibilang "gila" itu?
Di Dalam Pikiran Mereka
Aku baru saja selesai membaca satu buku lokal yang ditulis oleh seorang yang pernah menderita Schizophrenia itu. Iya, nama keren dari "gila" itu adalah schizophrenia *susah ngetiknya*. Buku itu berjudul "Ratu Adil, Memoar Seorang Skizofren" ditulis oleh Satira Isvandiary. Nggak kebayang kan, ada seorang ex-penderita skizofrenia mampu menuliskan pengalamannya dalam sebuah buku. Salut.
Dalam buku ini Evie, panggilan dari Satira Isvandiary, mengisahkan tentang dunia lain di dalam pikirannya yang dia jalani selama dia sakit. Dunia yang mengangkatnya sebagai Ratu Adil yang ditugaskan untuk menyelamatkan dunia. Berkawan dengan Dewi Kwan Im, Sun Go Kong, Wong Fei Hung. Berdialog dengan Sang Buddha, Paus, Nabi. Mampu bertelepati dengan semua orang untuk menyebarkan rencananya dalam menyelamatkan dunia. Suatu kisah yang rumit berbelit melebihi telenovela.
Gimana? membaca sepenggal sinopsis aja pasti kita akan langsung berkomentar, "cerita gila yang tidak masuk akal". Ya itulah dunia yang dialami oleh Evie selama dia sakit. Walaupun semua itu hanyalah halusinasi dia saja, tapi nyatanya dia bisa menceritakan kembali semuanya dengan runtut. Bukti bahwa sebenarnya memori dan otaknya masih bekerja dengan baik, mereka masih sadar meskipun mungkin ada satu kabel yang salah colok :)
Perjalanan Evie
Evie memasuki dunia kelabu itu setelah rumahtangganya hancur berantakan. Suaminya selingkuh, dan dua orang anak yang sangat disayanginya diambil oleh mertuanya. Meskipun setelah kehancuran itu dia sempat mencoba berdiri sendiri hingga sempat menjadi seorang model bahkan menjuarai sebuah kontes, tapi ternyata batinnya tetap menderita sampai akhirnya pikirannya membuat dunia sendiri.
Dalam upaya penyembuhan Evie oleh keluarganya dititipkan diberbagai pondok pesantren yang melayani mereka yang mempunyai masalah yang sama, diajak ke paranormal, juga pernah dirawat di rumah sakit jiwa. Evie bisa dibilang cukup beruntung karena masih mendapat perhatian dari keluarganya, tidak dipasung atau malah dibiarkan menggelandang di pinggir jalan. Selama sekitar 3 tahunan Evie hidup dalam dunianya sendiri, bergaul dengan karakter2 khayal yang muncul di otaknya.
Kesembuhan Evie datang ketika dia mulai menyadari bahwa dia tidak bisa terus menerus tenggelam dalam dunia itu, dia harus menghadapi dunia nyata. Dia harus berani menolak ketika halusinasi2 itu datang. Menyibukkan diri dengan aktivitas yang lebih berguna, seperti menulis buku itu, tampaknya bisa menjadi terapi yang baik. Meskipun saat menulis buku itu Evie masih suka mondar-mandir di kamarnya selama berjam-jam.
Kisah Ken Steele
Sebelumnya beberapa bulan yang lalu, aku juga pernah baca buku "Mereka Bilang Aku Gila, Memoar seorang skizofrenik", buku terjemahan dari tulisan Ken Steele. Ken juga adalah ex-penderita skizofrenia yang akhirnya mampu mandiri bahkan hingga mendirikan sebuah penerbitan surat kabar yang mengkhususkan diri pada seputar masalah para penderita penyakit mental dan juga aktif dalam kegiatan sosial yang berusaha memperjuangkan hak para penderita penyakit mental.
Tidak seperti Evie, Ken tidak hidup dalam dua dunia. Gangguan yang dialaminya adalah adanya suara2 di telinganya yang terus menerus mengikutinya. Suara itu selalu menyuruh dia untuk bunuh diri karena dia dianggap sebagai manusia yang tidak berguna. Ken merasakan semuanya datang begitu saja, suara2 itu datang tanpa diundang sejak dia berusia 14 tahun. Dan itu menyebabkan dia tidak bisa melanjutkan sekolahnya, dibuang oleh keluarganya dan menjadi gelandangan.
Ken pun menjadi orang gila di jalanan, yang kemudian ditangkap dan dimasukkan rumah sakit jiwa, tapi kemudian kabur, menggelandang lagi, tertangkap lagi. Dari pengalaman keluar masuk rumah sakit jiwa, Ken bisa bercerita tentang betapa buruknya penanganan terhadap penderita penyakit mental. Bahkan dia pernah, maaf, diperkosa...... menyedihkan. Dan seperti juga Evie, dia bisa menceritakan kembali itu semua.
Ken sebenarnya beberapa kali telah meraih suatu pencapaian yang cukup baik ketika dia mampu mengalahkan suara2 yang menghantuinya. Sempat menjadi koki yang cukup handal di sebuah restoran, menjadi aktivis suatu lembaga sosial di Hawaii, tapi semuanya akhirnya kembali lagi ke titik nol ketika dia diserang oleh bisikan2 paranoid di telinganya yang membuat dia pergi dari kehidupan itu dan kembali menggelandang. Sampai dia bertemu dengan psikiatris yang mampu memahami dan membangkitkan semangatnya. Hingga kemudian dia akhirnya berhasil hidup mandiri.
Tentang Schizophrenia
Dari situs Schizophrenia.com, ternyata penyakit ini belum diketahui penyebabnya. Belum bisa didiagnosa secara fisik. Baru bisa diketahui setelah terlihat gejala2 perilaku yang tidak wajar. Obat-obat yang diberikan kepada penderita biasanya adalah obat untuk menurunkan aktifitas otak, agar segala macam halusinasi itu berkurang. Dan upaya penyembuhan dilakukan dengan berusaha mengembalikan penderita ke alam nyata.
Dalam usaha penyembuhan itu diperlukan kemauan keras dari si penderita untuk keluar dari penyakit itu. Dia harus berusaha memerangi halusinasi yang muncul di kepalanya dan tidak terjebak lagi di dalamnya. Banyak dari ex-penderita mengakui kalo gangguan berupa halusinasi atau suara2 itu masih kerap mendatanginya, tapi mereka mampu mengabaikannya. Kalo ingat dengan film "A Beautiful Mind", tentu ingat bahwa di saat John Nash menerima nobel, tokoh2 dari dunia khayalnya masih muncul dan berusaha mendatanginya, tapi John mengabaikan mereka.
Penderita juga harus mau mengakui kalo mereka mempunyai masalah, dan memerlukan pertolongan dan pengobatan. Para ex-penderita juga harus tetap mengkonsumsi obat2an, terutama di saat mereka merasakan gejala2 itu kembali. Sebagaimana John Nash ketika dia memutuskan untuk tidak meminum lagi obatnya, diapun tenggelam kembali dalam proyek intelijen halusinasinya.
Dukungan Keluarga dan Lingkungan
Dukungan keluarga dan lingkungan menjadi faktor yang sangat penting. Kesediaan keluarga untuk tetap merawat dan tetap mengakuinya sebagai bagian dari orang yang disayangi sangatlah diperlukan, agar si penderita tetap merasa dihargai sebagai manusia selayaknya.
Tapi faktor lingkungan memang seringkali tidak mendukung. Stigmatisasi terhadap penderita schizophrenia sebagai orang gila, membuat penderita menjadi orang buangan. Pelecehan dan penghinaan menjadikan mereka merasa tidak layak berada di antara orang waras dan semakin tenggelam dalam dunianya sendiri.
Kita sendiri mungkin bisa merasakan bagaimana sikap kita terhadap orang yang sudah dicap sebagai orang gila. Tidak mau dekat2, agak2 jijik, seolah dia adalah penyebar virus gila yang mengerikan. Tidak bisa disalahkan memang, karena kita tidak bisa memprediksi perilaku mereka, dan apalagi di antara penderita itu ada yang perilakunya bisa membahayakan.
Terhadap penderita yang membahayakan mungkin memang kita harus menjauh, dan mereka selayaknya harus dirawat ditempat yang sesuai. Tapi terhadap penderita yang sedang menuju kesembuhan mungkin kita harus mau belajar berempati untuk mendukung kesembuhannya.
Yah... mereka juga manusia kan.
Kambing Nyempil
Ada satu buku lagi yang baru selesai aku baca. Sepertinya hampir senada dengan buku2 di atas. Berkisah tentang seorang anak muda yang berperilaku aneh. Suka pake boxer kembang2 warna ijo kemana-mana, alisnya pitak sebelah, wajahnya suka manyun2 kayak ikan mas, bulu idungnya nyembul kemana-mana, insomnia berat (salah satu gejala awal schizophrenia), dan yang paling menunjukkan gejala kegilaan parah adalah dia mengaku dirinya kambing.... :D
Huhuhuhu... aku emang baru aja baca buku "Kambing Jantan" yang dikutip mentah2 dari blognya Radhitya Dika. Bener2 yang nulis emang rada gila! :P
Tulisannya emang seringkali nggak fokus, judulnya apa isinya kemana-mana. Sebentar ngebahas ini tiba-tiba lompat ngebahas yang lain lagi. Lagi konsen ke topik satu eh tiba2 nyempil ada tulisan tentang topik yang lain... makanya aku ikut2an ngebahas buku itu dengan cara aku bikin nyempil di tulisan yang nggak ada hubungannya :p
Tapi emang baca buku itu bikin seger. Bisa ngakak sendirian nggak jelas. Hal-hal kecil di keseharian si Dika ini bisa diekploitasi secara sangat hiperbola hingga menjadi gila dan kocak abis. Asik juga kalo kita bisa memandang kehidupan kita sehari-hari dengan ceria dan gila seperti si Dika.. :D
pesan moral: aku belum bisa memastikan, apakah kambing yang ini juga manusia... huhuhuhu....:D
<< Home