Thursday, July 14, 2005

Kok Nggak Ada Berita Menyenangkan Ya?


Kenapa ya, kok sekarang-sekarang ini aku baru nyadar kalo berita2 yang aku baca dari koran atau yang aku tonton di tivi itu lebih banyak berita2 yang tidak menyenangkan. Jarang sekali ada berita yang menyenangkan, kalopun ada itu lebih banyak dari segmen olahraga ketika pemain atau grup kesayangan kita menang di suatu pertandingan, atau dari segmen dunia hiburan. Berita yang lainnya lebih banyak berisi tentang demo, rusuh, wabah, sandiwara politik, teroris, dan sejenisnya. Yang isinya lebih banyak bikin orang senewen dan paranoid, atau buat yang udah mati rasa akan jadi tambah skeptis.

Apakah itu emang adalah kenyataan dari kehidupan di negara kita yang semakin tidak menjanjikan ketenangan, ketertiban dan kebahagiaan? atau itu adalah semata karena pihak media massa yang cenderung hanya mencari hal-hal sensasional sebagai bahan berita yang menggemparkan untuk menaikkan rating?

Rentetan Berita Buruk

Coba aja deh kita ikuti berita akhir2 ini.
Dimulai dari wabah polio di Sukabumi yang sempat mengejutkan karena sudah sejak bertahun2 sebelumnya Indonesia sudah mencanangkan untuk bebas polio. Apa daya ternyata gerakan imunisasi belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat pedesaan. Adanya berita ini kemudian berkembang dengan ekspose2 terhadap penderita kelumpuhan dimana2. Mereka yang sudah sejak lama lumpuh walaupun bukan karena virus polio menjadi berita yang disangkut2kan dengan topik polio.

Setelah wabah polio sudah terlalu lama menguasai berita, media mencari2 wabah yang lain. Ditemukanlah berita baru, ada wabah busung lapar di Nusa Tenggara. Busung lapar sebenarnya bukan penyakit langka, banyak terjadi di kalangan masyarakat yang sangat miskin yang tidak mampu membeli makanan yang berkecukupan gizi. Tapi karena diangkat di saat masyarakat sedang peduli dengan isu kesehatan, menghangatlah topik ini dimana-mana. Media mencari2 di setiap rumah sakit di seluruh pelosok nusantara jika ada penderita busung lapar. Dan tentu saja ribuan penderita busung lapar pun ditemukan.

Begitu topik ini mulai mendingin, media tampak mencoba mencari2 lagi wabah lain yang bisa menjadi isu yang sama panasnya. Ada yang mengangkat muntaber, ada yang mengangkat wabah kusta, tapi rupanya tidak mampu menjadi hitmaker. Yang satu hanyalah wabah lokal sesaat, dan yang satu adalah wabah lokal yang sudah menetap sejak lama di suatu tempat.

Yang berhasil menjadi hotnews selanjutnya ternyata adalah keributan demi keributan dalam Pilkada dari seluruh penjuru nusantara. Mulai dari keributan karena ada masyarakat yang mengamuk karena calonnya tidak diterima oleh KPUD setempat, ketidakmampuan dan ketidaksiapan KPUD dalam penyelenggaraan, pelanggaran aturan kampanye, politik uang, hingga akhirnya keributan ketika sebagian masyarakat tidak dapat menerima hasil pilkada dan mengamuk menyerbu KPUD.

Sebelum pilkada yang menjadi sumber banyak berita buruk ini reda karena proses pilkada masih berlangsung di banyak tempat, muncullah satu berita buruk lain yang cukup besar. Kelangkaan BBM. Kelangkaan BBM terjadi dimana2, seiring dengan naiknya harga minyak internasional hingga menembus US$60. Antrian panjang di SPBU menjadi santapan untuk menghiasi berita di media2.

Keinginan Pasar?

Diakui atau tidak media sangat antusias menyebarkan berita2 buruk itu sebagai headlines di program2nya. Berita2 buruk yang semakin buruk malah semakin memiliki nilai jual tinggi. Semakin mengenaskan, semakin sadis, semakin banyak yang tersiksa, akan semakin menjadi berita panas yang patut diangkat.

Apakah memang pasar dari penikmat berita ini lebih menyukai dan menikmati berita2 buruk? ataukah media yang mencoba mencekoki penikmat berita dengan apa yang mereka anggap sebagai berita?

Kenyataannya sih penikmat berita memang sangat menyukai berita buruk. Entah kenapa. Apakah mereka membutuhkan suatu kehebohan dari luar untuk memberi sedikit percikan dalam kehidupan rutin mereka yang datar? Apakah itu untuk sedikit memuaskan dorongan liar yang kadang muncul dalam diri setiap orang tapi tidak bisa dilampiaskan secara langsung?

Penikmat berita juga bisa belajar dari berita2 buruk itu untuk lebih peduli dan waspada jika mereka sampai mengalaminya juga, bahkan hingga beberapa orang menjadi paranoid. Sebagian penikmat berita yang lain menjadikan berita2 buruk ini menjadi sumber bahan diskusi dengan kolega di saat makan siang. Biar nggak ketinggalan jaman.

Yang Penting Dapat Berita

Memang lebih mudah mempopulerkan berita buruk daripada berita baik. Coba saja, berita baik seperti akan naiknya gaji PNS akhirnya bakalan dibuntuti dengan berita buruk bahwa harga sembako akan ikut naik. Berita baik tidak akan bertahan lama, sementara berita buruk akan tetap bertahan selama masih bisa diulik dan belum ada berita buruk lain yang lebih panas yang mampu menandinginya.

Media sendiri tampaknya juga mati2an mengumpulkan berita buruk. Satu berita buruk akan diulik dari berbagai sisi manapun yang bisa diekspos. Kadang bahkan melanggar privasi atau malah mengabaikan kemanusiaan. Kemarin aku sempet melihat berita seorang pengurus yayasan suatu universitas yang digebukin beramai2 oleh mahasiswa. Wartawan ramai menyerbu mengerumuni peristiwa itu, tentunya untuk bisa merekam dan mengabadikan peristiwa itu menjadi berita, bukan untuk mencoba menyelamatkan orang yang sedang digebukin yang bisa saja segera menemui ajal.

Media massa memang tidak memihak siapa2 kecuali kepada berita paling hangat. Kepada berita itu sendiri, bukan pelakunya, bukan juga korbannya. Ke-tidak-berpihak-an itu bahkan kadang sampai pada tingkatan tidak peduli dengan keadaan si sumber berita, yang penting sudah direkam dan bisa disetor untuk memenuhi deadline berikutnya.

Capek Denger Berita

Aku sendiri sedang lelah mengikuti berita. Isinya hanya berita buruk dan berita buruk. Malah bisa nambah stress. Belum lagi kalo ada yang mencoba mengait2kan suatu berita dengan sebuah skenario konspirasi politik tingkat tinggi... wuaah.. tambah pusing deh.

Seorang yang cukup senior pernah memberikan resep2 untuk mengurangi bahkan menghilangkan stress. Salah satunya adalah, mengikuti berita cukup seminggu sekali, baik itu koran maupun berita televisi....