Friday, November 18, 2005

Imperia, Tersesat dalam Detail

Judulnya terkesan "wah", sebuah kata asing yang menjanjikan munculnya hal-hal baru. Bersampul depan gambar sesosok patung wanita yang namanya dijadikan judul novel ini, patung Imperia. Pose patung ini mengesankan seorang wanita kuat yang berkuasa. Tapi busananya yang digambarkan 'kemana-mana' menjelaskan kalau kekuasaan wanita ini bermodalkan kekuatan sensual. Dan ada dua patung kecil di tangan kanan dan tangan kirinya, yang tampaknya adalah perwujudan orang2 yang telah berada di genggaman tangannya.

Imperia, yang digambarkan oleh patung itu berdasarkan kisah yang ditulis oleh Balzac, adalah seorang pelacur, dan dua patung kecil itu adalah Raja Sigismund dan Paus Martinus V. Penguasa negara dan penguasa agama ada di genggaman seorang pelacur...

Tapi novel yang ditulis oleh jurnalis majalah Tempo - Akmal Nasery Basral - ini tidak menceritakan kisah hidup Imperia. Imperia hanya menjadi inspirasi. Dan hanya patungnya, yang terletak di kota Konstanz Jerman, yang ikut ambil bagian dalam cerita ini sebagai latar belakang.

Sepotong Ceritanya

Wikan Larasati, seorang wartawan baru, dijadikan salah satu tokoh utama yang membangun cerita. Berawal dari tugas meliput launching album baru seorang diva di dunia musik Indonesia, Melanie Capricia (errrgh.. pilihan namanya mengingatkan ke artis2 JK Records.. :P), kemudian berlanjut dengan pencarian berita tentang pembunuhan seorang pengacara ternama, Rangga Tohjaya, membawa Wikan dalam sebuah kisah rumit yang penuh intrik.

Rangga Tohjaya adalah pengacara yang beberapa tahun sebelumnya pernah sukses membawa MC (yap.. nama panggung dari Melanie Capricia.. ) memenangkan kasus tuduhan plagiat atas salah satu lagu hits ciptaan suaminya sendiri. Dan satu malam sebelum kematian Rangga, MC bersama dengan Adel manajernya dan Rendra suaminya tampak bersitegang dengan Rangga di suatu restoran. Merekapun menjadi kejaran wartawan yang ingin menyelidiki kematian Rangga untuk dijadikan headline pada medianya masing-masing.

SPOILER ON
Di balik kejadian itu ada kenyataan-kenyataan gelap yang membayangi. Bahwa Rangga Tohjaya adalah keponakan dari Jenderal Pur, sang 'Bapak' yang menjadikan MC sebagai kekasih simpanannya. Dan bahwa di suatu tempat tersimpan dengan rapi foto-foto yang merekam adegan-adegan mesra antara MC dan..... Adel.

SPOILER OFF

-- Hehehe.. spoiler memang :P tapi kan belum tahu gimana keterkaitan satu sama lain dan gimana endingnya kan? Soalnya kalo cuma dua paragraf di atasnya doang bakalan biasa aja, hambar, kurang memancing penasaran, dan kurang menggambarkan kerumitan intrik-nya ;) --

Kehidupan Jurnalis

Mengambil sudut pandang dan tokoh utama dari dunia yang sama dengan keseharian profesi si penulis, membuat penuturannya mengalir lancar dan detil-detil pekerjaan jurnalis tergambarkan dengan lengkap. Bagaimana prosedur meliput berita, bagaimana redaksi berdebat dalam menentukan berita mana yang perlu diliput dan digali lebih dalam, bagaimana beratnya wartawan mencari narasumber dan mengejar-ngejar artis, bahkan bagaimana persaingan di antara para wartawaan dalam satu media, semua itu menjadi latar belakang yang melengkapi novel ini. Pembaca akan dibawa hanyut dalam keseharian para wartawan.

Dunia wartawan memang dunia yang penuh kasus dan cerita. Dan pada setiap kasus, seorang jurnalis harus menggalinya hingga detil sedalam mungkin agar bisa menyajikan informasi yang lengkap untuk pembaca atau pemirsanya. Tak heran kalo seorang wartawan di dalam memorinya jadi memiliki segudang informasi dari setiap kasus yang diliputnya.

Akmal Nasery Basral tampaknya juga demikian. Pengetahuannya sangat luas dan mendetil atas berbagai hal. Tapi apa jadinya kalo detil2 pengetahuan itu ditumpahkan berhamburan mentah-mentah dalam satu alur cerita yang tidak memiliki hubungan apapun dengan pengetahuan itu, dan hanya diberi seutas benang penyambung saja di ujungnya? Mubazir tentunya. Itulah yang terjadi dalam novel ini.

Banyak sekali uraian2 yang detilnya mungkin layak menjadi satu entry dalam suatu ensiklopedia. Tapi sayangnya uraian detil itu terasa hanya tempelan, karena ternyata tidak ada sangkut pautnya dengan inti cerita. Mungkin penulis ingin menyamai penulis2 novel international, macam Michael Crichton atau Dan Brown, yang memberikan penjelasan sangat detail atas satu demi satu masalah yang muncul, tapi disini jadinya malah membuat kacau karena detil yang diberikan bukan detil yang ikut membangun cerita inti.

Memang, detil pengetahuan itu cukup menarik untuk dibaca, bisa memperluas wawasan tentang hal-hal yang mungkin tidak pernah kita dalami. Tapi coba bayangkan, jika di saat ketegangan mulai meningkat, pembaca semakin penasaran dengan apa yang terjadi selanjutnya... tiba-tiba saja ada kuliah singkat tentang sesuatu di luar alur cerita. Apa nggak bikin gondok?

Dalam Labirin

Dibuka dengan adegan terbunuhnya Rangga Tohjaya, memberi kesan awal bahwa novel ini berjenis thriller dengan alur yang cepat. Dilanjutkan dengan bab perkenalan dengan Wikan Larasati. Di bab ini pembaca akan mulai tersesat dengan penampakan bayangan monster di dalam lift. Akan kemana ini? thriller mistis?. Berlanjut dengan rapat redaksi yang dituturkan dengan lengkap tentang semua berita yang akan diliput media tempat Wikan bekerja. Ya, diskusi tentang semua berita dituturkan lengkap komplit dengan guyonan garingnya. Yang mana yang bakal jadi inti cerita?. Dan kejadian gaib kembali terjadi dalam rapat redaksi ini... wah! mistis beneran nih?

Ternyata bukan. Aksesoris kejadian mistis itu kembali hanyalah tempelan. Wikan punya kemampuan supranatural juga hanya tempelan. Kemampuannya tidak diberi andil dalam cerita inti. Kesan yang timbul adalah penulis hanya ingin memberitahukan pengetahuannya tentang dunia supranatural.

Alur cerita tidak dibuat lurus terus ke depan. Beberapa kali flashback untuk mengisahkan kejadian sebelumnya dan pendalaman karakter tokoh. Bahkan di dalam flashback ada flashback lagi ke waktu yang lebih awal. Di tambah dengan detil-detil yang kadang tanpa tujuan menjadikan alur cerita novel ini berkelok-kelok, bercabang kemana-mana, serasa dalam labirin.

Lazimnya, novel dengan garis besar cerita seperti ini akan beritme cepat. Berlompat-lompatan dari kejadian satu ke kejadian lain mengungkap fakta demi fakta. Tapi novel ini tidak mau seperti itu. Mendekati klimaks, penulis malah menyajikan tour guide yang santai dan menyenangkan di kota Konstanz. Kemudian pembaca masih diminta bersabar dan meluangkan waktu membaca sekilas kisah hidup Stefan, salah satu tokoh yang tidak punya andil dalam cerita inti, tentang masa kecilnya, tentang kemampuan musikalnya.

Kumpulan Pengetahuan

Ada dua buah gambar yang melengkapi novel ini. Satu gambar tentang posisi bintang-bintang dalam rasi Cancer, dan satu diagram tentang pembagian suara dalam Stabat Master karya Rossini. Apakah itu menjadi sebuah clue dalam penyidikan yang dilakukan Wikan? Sama sekali bukan! Dua gambar itu tidak punya andil apa-apa dalam inti cerita. Terus kenapa dipasang?

Entahlah...
Tampaknya memang penulis ingin sekali mencurahkan segala pengetahuan yang dia punya dalam satu novel ini. Untuk memberikan detail cerita penulis menguraikan banyak hal tentang senjata dan peluru, juga tentang musik dan penciptaan lagu, tentang hak cipta, semua diulas lengkap untuk menghidupkan cerita.

Tapi di samping itu juga ada ulasan tentang Fiorella Terenzi, seorang ahli fisika yang mempelajari opera. Ada tentang program-program partai politik. Ada tentang email yang berisi 419 scam. Ada tentang Extra Sensory Perception alias indera keenam. Ada kutipan wawancara dengan pencipta program VRML. Tentang cara melihat bintang. Ditambah juga opini penulis tentang studi banding para pejabat ke luar negeri, tentang kondisi dan pelayanan KRL. Semua dikupas lengkap, dan semua tidak terkait dengan inti cerita :(

Ada juga adegan seks cukup panjang dalam novel ini. Mungkin penulis menganut pakem film Hollywood. Kisah apapun akan terasa hambar kurang garam tanpa adanya adegan seks. Atau... mungkin juga ini adalah sarana mencurahkan pengetahuan.

Satu hal yang menarik, di salah satu bagian penulis memperkenalkan satu istilah baru. Yaitu M.A.S. : Male Answer Syndrome. Laki-laki yang merasa punya jawaban atas semua hal meskipun diluar wilayah pengetahuan dan pemahamannya.... Hmmm...

Akan Berseri?

Seabrek pujian dari banyak selebritis menghiasi novel ini. Dari Addie MS, Dewi Lestari, Eep Saifulloh Fatah, Dana Iswara, Gola Gong dan beberapa lainnya. Sebagai wartawan tentunya penulis punya akses untuk cukup akrab dengan mereka. Dan pujian-pujian itu juga yang mendorong aku penasaran ingin membaca novel ini.

Tapi maaf kalau aku tidak bisa mengamini sepenuhnya pujian2 itu disini. Penulis memang mempunyai kemampuan bercerita yang bagus, dialog antar tokoh mengalir dengan lancar, penggambaran setting juga cukup detil. Didukung pula dengan seabrek data yang sangat lengkap. Tapi novel ini menurutku sering kehilangan fokus, terlalu banyak berbelok zig-zag tanpa arah kesana kemari. Mungkin memang aku yang terlalu konservatif dalam membaca novel. Karena membaca novel menurutku ya seharusnya membaca cerita yang runtut, bukan seperti membaca ensiklopedia atau membaca blog...

Entah lagi kalau penulis berencana akan membuat sekuelnya, atau malah membuat berseri dengan Wikan sebagai tokoh tetapnya. Mungkin nanti akan terkuak apa tujuan dari belokan-belokan, detil-detil, yang dalam novel ini terasa kehilangan arah. Mungkin di novel berikutnya Wikan akan menggunakan kemampuan indera keenamnya untuk memecahkan satu kasus. Siapa tahu?

Ada tersisa satu pertanyaan, siapa sebenarnya yang dilambangkan sebagai Imperia? MC, Adel, 'Bapak', Rangga, atau Rendra?... tidak ada yang cukup pas dianalogikan sebagai Imperia... menurutku.