Tuesday, December 20, 2005

Sepotong Nyawa di Titik Nol

Tadi pagi
Orang berkerumun di tepi jalan
Ramai memperhatikan sesuatu
Mata mereka tertuju ke satu arah

Ada sesuatu teronggok di tengah jalan
Dengan beberapa lembar koran ditutupkan di atasnya
Dan di ujung jajaran koran itu...
tersembul sebentuk kaki

Satu manusia telah mati...

Berjalan lagi aku sepanjang kerumunan
Ada lagi sesuatu teronggok di tepi jalan
Lembaran koran juga menutup hampir seluruh wujudnya
Orang-orang hanya bisa memandangi dengan iba

Dua manusia telah mati...

Dibiarkan saja tergeletak menunggu keranda
Seperti tidak punya arti lagi



***

Sementara pula hari ini
Siklus waktuku kembali ke titik nol
Suatu penanda waktu bahwa telah sekian lama
Aku diijinkan berjalan di bumi
Meraih apa yang bisa aku raih

***

Antara aku dan kedua onggokan itu
Hanya dibedakan oleh sepotong nyawa

Nyawa yang membuat tubuh yang ditempatinya
Tetap bisa bergerak hidup
Sadar dan berpikir
Membuat rencana untuk hidupnya
Mengejar tujuan-tujuannya
Tetap bisa merasa indahnya dunia

Namun sepotong nyawa itu
Ternyata begitu mudah tercerabut
Karena tubuh manusia ini begitu rapuh
Hanya dibalut kulit yang mudah tersayat
Ditegakkan oleh tulang yang mudah remuk
Gumpalan-gumpalan di dalamnya pun mudah membusuk

***

Hanya sepotong nyawa itu yang membedakan
Antara manusia yang masih bisa berjuang
Dan punya harga diri
Dengan seonggok mayat
Yang tak punya apa-apa lagi

***

Atas sepotong nyawa
Yang berharga demikian tinggi
Sudahkah aku sempat memberinya arti
Sebagaimana seharusnya aku memberinya arti?