Tuesday, January 10, 2006

Fifth Mountain

Buku ini sebenernya udah hampir empat bulan yang lalu aku baca. Dan udah rencana mo bikin ripiu-nya. Nggak tau kenapa, kok rencana tinggallah rencana. Ketumpuk sama ripiu buku yang lain atau ide posting yang lain. Baru sekarang kepikir lagi untuk bikin ripiu buku ini. Kebetulan momennya rada2 pas, momen Idul Adha. Walaupun nggak terlalu nyambung sih, tapi karena ini berkisah tentang perjalanan seorang Nabi yang menyeru kepada Tuhannya jadi bisalah disambungin.

Berbeda dengan novel2 Paulo Coelho yang lain yang merupakan cerita fiktif, "Gunung Kelima", terjemahan dari "The Fifth Mountain", mengambil satu episode di dalam Alkitab tentang seorang nabi bernama Elia. Kisah dari Alkitab itu kemudian direka ulang menurut versi Coelho menjadi novel ini.

Perjalanan Seorang Nabi

Dikisahkan Raja Ahab, atas permintaan Izebel istrinya, memerintahkan rakyat Israel untuk mengganti kepercayaan mereka dari menyembah Allah dengan kepercayaan dari negeri Fenisia, negeri asal istrinya, yang menyembah dewa Baal.

Sementara seorang pemuda bernama Elia yang bekerja sebagai tukang kayu tiba2 mendapatkan wahyu dari malaikat Allah. Wahyu itu memerintahkan Elia untuk menghadap raja Ahab dan memberinya peringatan, bahwa jika bangsa Israel tidak kembali menyembah Allah maka negeri itu akan dilanda kekeringan yang panjang.

Usai menyampaikan peringatan itu, Izebel malah memerintahkan membunuh seluruh nabi2 Israel yang berjumlah ratusan. Namun Elia yang menjadi target utama berhasil lolos keluar kota. Atas petunjuk dari malaikat Allah, Elia menuju satu kota kecil bernama Akbar yang penduduknya juga menyembah Baal untuk menunggu hingga saat dia diperintahkan kembali ke Israel.

Di kota inilah Elia berhadapan dengan peristiwa2 yang menguji keyakinan akan Tuhannya. Penduduk Akbar tahu bahwa Elia adalah nabi Israel yang dicari2 oleh Izebel, tapi mereka membiarkannya menumpang di rumah seorang janda beranak satu selama Elia tidak menimbulkan kekacauan. Jika Elia mengacau, maka kepalanya akan dijual kepada Izebel. Hingga satu saat Elia dianugerahi satu mukjizat yang mencengangkan, penduduk Akbar pun mulai menghormatinya bahkan akhirnya dipercaya menjadi penasehat gubernur.

Namun akhirnya peperangan dan kehancuran membuat keyakinan Elia goyah. Dalam kegalauan dan keinginan menentang Tuhan, Elia harus membuat keputusan untuk hidupnya.

Nabi yang Penuh Kegalauan

Coelho menggambarkan Elia sebagai seorang nabi berusia 23 tahun yang kurang percaya diri. Sering tidak tahu harus berbuat apa. Sering menganggap dirinya tidak mampu melaksanakan perintah Tuhan. Sering memiliki prasangka buruk terhadap Tuhan, bahwa Tuhan tidak adil, bahwa Tuhan memberinya perintah tapi tidak memberikan bantuan kemudahan.

Mendapat kesempatan bertemu dan mendapat perintah langsung dari malaikat Tuhan, dan mampu mendatangkan mukjizat, ternyata tidak cukup untuk membuat seorang nabi muda memiliki keyakinan penuh akan kebijaksanaan Tuhannya. Elia masih sering mempertanyakan takdir dan keputusan Tuhan, yang seringkali malah membuatnya semakin jauh dari tujuan semula.

Mungkin akan menimbulkan tanda-tanya, Nabi kok peragu gitu sih?. Entahlah, yang pasti begitulah menurut Coelho. Coelho berusaha memanusiakan Elia. Bahwa meskipun telah menjadi Nabi, Elia tetap memiliki keraguan bahkan kadang putus harapan. Tapi selanjutnya Coelho memaparkan suatu rangkaian kejadian yang akhirnya membentuk Elia menjadi seorang Nabi yang selayaknya.

Yang Tak Terhindarkan

Dalam Sang Alkemis, Coelho mencetuskan pandangannya bahwa setiap orang mempunyai suatu Legenda Pribadi yang harus ia kejar. Jika seseorang mendambakan sesuatu, maka seluruh alam semesta akan membantunya untuk memperolehnya.

Tapi dalam novel ini, Coelho mencoba lebih realistis dalam memaparkan ide tersebut. Jalur menuju Legenda Pribadi seringkali tidaklah mulus dan lurus. Ada serangkaian proses berat yang harus dilewati. Ada peristiwa2 "yang tak terhindarkan" yang harus dijalani. Peristiwa tak terhindarkan itu kadang berkesan membelokkan seseorang jauh dari jalur Legenda Pribadinya.

Di antara mereka ada yang menyerah di tengah jalan, tak ingin lagi melanjutkan perjalanan. Hanya mereka yang terus berjalanlah yang pada akhirnya akan sampai di titik yang menjadi Legenda Pribadinya.

Sebagaimana Elia yang harus melewati masa-masa kehancuran yang nyaris tidak menyisakan lagi harapan. Pada saat kritis itu malaikat Tuhan malah tidak pernah mendatanginya untuk memberi petunjuk atau perintah. Elia harus berdiri di atas kakinya sendiri dan membuat keputusan harus melakukan apa. Keputusan untuk tetap "hidup" akhirnya membentuk Elia menjadi orang yang lebih kuat untuk menjalani tugasnya sebagai Nabi.

Sebagaimana juga Coelho yang harus merasakan peristiwa "yang tak terhindarkan" berupa dipecat dari perusahaan rekaman tempat ia bekerja bertahun2, untuk kemudian menemukan jalurnya sebagai penulis ternama seperti sekarang.

Peristiwa2 "yang tak terhindarkan" itu memang kadang berasa amat pahit. Tapi itu hanyalah sesuatu yang bersifat sementara. Sementara ada sesuatu yang akan abadi setelah itu, yakni hikmah2 yang bisa diambil dari peristiwa2 tersebut.

Ke-Maha Kuasa-an Tuhan

Coelho juga memberikan pencerahan spiritual melalui kalimat2 Elia kepada si anak laki2 yang menanyakan apakah Tuhan itu jahat sehingga terjadi hal2 yang buruk di dunia. Elia menjawab bahwa Tuhan selalu Maha Kuasa. Jika Tuhan hanya kuasa melakukan hal2 yang baik, maka berarti ada kekuasaan yang lain yang melawan kekuasaan Tuhan, dan Tuhan tidak lagi Maha Kuasa.

"Tapi, justru karena kemahakuasaan-Nya itu, Dia memilih hanya berbuat Kebaikan. Saat kita tiba di akhir cerita, barulah kita melihat bahwa sering kali hal2 yang Baik datang dalam kemasan yang kelihatannya Jahat, tapi dia terus mendatangkan Kebaikan, dan merupakan bagian dari rencana Tuhan bagi manusia"


Bijak sekali pakde Coelho ini ya... :D

Ending, Cameo dan Nabi Ilyas

Dari beberapa novel Coelho yang aku baca, baru ini yang memberikan ending yang paling pas. Tanpa keganjilan dan kejanggalan yang memunculkan ketidaksetujuan "kok gitu sih?". Mungkin karena memang ceritanya sudah memiliki pakem dari kitab2. Coelho tinggal menghidupkannya dan menyisipkan pandangan2nya, tidak perlu pusing lagi membuat ending yang njelimet dan aneh.

Kalo di Veronika, Coelho menjadi cameo dengan muncul sebagai dirinya sendiri di salah satu bagian, di novel ini Coelho memunculkan cameo yang lain. Elia yang dipercaya penduduk sebagai tempat menyelesaikan masalah, sempat mendapat kasus tentang seorang anak gembala yang bermimpi tentang harta karun di Mesir. Santiago si tokoh di Alkemis nyempil tanpa nama. Kemudian di bagian akhir Elia menyuruh anak laki2 angkatnya untuk mempelajari "Buku Suci Ksatria Cahaya" saat Elia harus kembali ke Israel. Bukan kebetulan jika Coelho telah menulis buku yang berjudul sama.

Dari mencari referensi dengan googling sana sini, akhirnya aku temukan bahwa tokoh Elia ini tidak lain adalah Nabi Ilya yang disebut di Taurat, dan tidak bukan adalah Nabi Ilyas yang disebut di Al-Qur'an. Meskipun ada sedikit ketidaksamaan dalam plot cerita, tapi yang jelas sama adalah bahwa diceritakan kaum Nabi Ilyas ini menyembah dewa Baal dan kemudian ditimpa bencana kekeringan bertahun-tahun. Selama dalam pelarian karena diburu tentara Israel, Nabi Ilyas menemukan seorang anak laki2 yang diangkatnya sebagai anak. Di kemudian hari anak laki2 itu dikenal sebagai Nabi Ilyasa'. Dan kisah di novel ini tampaknya adalah salah satu fragmen pada saat Nabi Ilyas sedang dalam pelarian.