Friday, February 03, 2006

Lorca, Kelamnya Dunia Marginal

Judulnya "Lorca", dengan sub judul "Memoar Penjahat Tak Dikenal". Ditulis oleh Sihar Ramses Simatupang (di dalam ada foto sang penulis ini.... wow! sangar jek!! :D ), dan diterbitkan oleh Melibas pada Agustus 2005.

Desain sampulnya terkesan kusam, bergambar seorang laki-laki yang sedang merenungi nasibnya. Sub judulnya menjanjikan kisah perjalanan hidup seorang penjahat, yang jika digabung dengan gambar sampulnya akan membentuk imagi tentang seseorang yang sebenarnya tidak berkeinginan menjadi penjahat.

Daya tarik yang bermagnet besar ada di sampul belakang, ada sejumlah komentar dari beberapa orang tentang novel ini. Yang diletakkan paling atas adalah komentar dari sastrawan besar Pramoedya Ananta Toer! :

"... Berbobot! Karena isinya sarat dengan kejadian, tidak mengada-ada. Bobotnya pada perjalanan pribadi, tidak kosong, belajar pada lingkungan hidup. Juga tidak menarik kesimpulan sembarang!"


Baru kali ini aku tahu ada novel yang secara khusus mendapat pujian dari Pak Pram. Padahal kalo merujuk dari wawancara dengan beliau di buku "Saya Terbakar Amarah Sendirian!" (entar kalo ada waktu aku bahas tersendiri), Pak Pram mengaku bahwa dia tidak pernah bisa membaca karya penulis2 Indonesia generasi terdahulu. Satu2nya penulis muda yang masih bisa dia baca karyanya, hanyalah Seno Gumira Ajidarma. Itupun cuma 5-7 halaman!... Yang lainnya hanya menulis semaunya, tanpa tanggung jawab moral yang tinggi untuk bangsanya.. (kalimat ini aku re-arrange sendiri, mudah2an tidak merubah artinya)

Kisah Hidup Lorca

Mengisahkan tentang perjalanan hidup Lorca Inocencia, anak sulung dari pasangan Ernesto dan Vanessa, sejak ia berusia 14 tahun hingga masa dewasanya. Masa kecilnya dihabiskan di kampung pinggir kota yang dihuni berbagai macam orang yang sering dikelompokkan sebagai sampah masyarakat. Bersama dengan kedua adiknya Ibel dan Roseti, mereka tumbuh dalam kegamangan hidup yang tanpa arah. Mereka dilarang bergaul dengan anak2 tetangga, karena satu sama lain hidup di dunianya sendiri2 dan saling mencurigai.

Kehidupan Lorca mulai berubah ketika Papanya, Ernesto, membuat perhitungan dengan lelaki bujangan tetangga sebelah yang bermain cinta dengan istrinya. Setelah kejadian itu, Ernesto tidak pernah pulang dan Vanessa sering mengamuk seperti orang sakit jiwa. Lorca mulai menjadi anak jalanan bergaul dengan pengemis. Ibel bergaul dengan anak2 penjudi dan pecandu narkotik, yang kemudian minggat tidak kembali ke rumah lagi setelah memukul Lorca hingga pingsan.

Ketika seorang lelaki mantan kekasih lama Vanessa mulai ikut menghuni rumah, keluarga itu jatuh di titik terburuk. Lorca dan Roseti yang tidak setuju Mamanya main gila dengan lelaki lain di rumah itu, malah diusir dari rumah. Roseti yang tak pernah hidup di jalanan, oleh Lorca ditinggalkan di sebuah Biara agar bisa hidup dengan tenang di Rumah Tuhan. Sementara Lorca yang masih belasan tahun akhirnya memutuskan bergabung dengan geng Atilos yang dipimpin Frederico.

Dan di mulailah kehidupan Lorca dalam dunia yang semakin gelap, dunia kejahatan. Merampok bank, membunuh orang, menjadi hal-hal rutin dalam keseharian Lorca bersama geng Atilos. Lorca pun tumbuh dewasa menjadi seorang jagoan dari dunia kriminal. Jatuh dan bangun dalam persaingan internal, dikejar2 polisi, terbuang ke negeri orang, hingga mencapai puncak menjadi pemimpin geng yang disegani.

Ketika nasib Lorca kembali berada di bawah, dia kembali ke kota kelahirannya untuk menjemput takdir yang selanjutnya...

Kehidupan yang Gelap

Dibuka oleh kondisi suatu keluarga yang tidak berpondasi. Bukan sekedar suatu keluarga bermasalah, tapi ini adalah suatu keluarga tanpa pijakan yang siap hancur luluh setiap saat. Entah apa tujuan Ernesto dan Vanessa berkeluarga jika anak2nya mereka biarkan hidup tanpa masa depan bahkan kemudian mereka sia-siakan. Keluarga dan lingkungan tidak mengajarkan moral dan etika, yang ada hanyalah masing2 orang berusaha bertahan hidup semampunya. Bertahan hidup dengan mendapat uang untuk makan dengan cara apapun, dan bertahan hidup agar nyawa tidak terlepas karena mati konyol akibat kekerasan orang lain.

Dan kemudian berpindah ke 'keluarga' lain yang tidak kalah kelamnya. Sekelompok orang yang hanya mengenal uang dan kekerasan. Merampas uang dengan kekerasan untuk berfoya2 bersama kelompoknya. Jangan harap ada penghargaan atas hak milik orang lain, bahkan atas nyawa orang lain pun mereka tidak segan merampasnya. Mereka hidup dalam dunia mereka sendiri, dengan aturan mereka sendiri. Mereka mengambil manfaat dari dunia lain yang terlalu banyak aturan sehingga menjadi lemah dan mudah diserang.

Lorca seolah tak punya pilihan lain, dan memang dia tidak berusaha mencari dan mencoba jalan lain. Yang ada dihadapannya adalah dunia marginal, yang hanya mempunyai pilihan menjadi kriminal atau pengemis. Dia pun memilih yang lebih keras, sesuai dengan temperamennya. Ada satu saat dimana dia bersinggungan dengan dunia religius yang lebih bermoral, tapi Lorca merasa dirinya tidak pantas untuk sekedar mengenalnya.

Kondisi dunia yang terpinggirkan itu dikuak dari dalam. Tidak dijelaskan apakah penulis memiliki pengalaman pribadi berada di dunia yang satu ini atau tidak. Penulis membuatnya sangat gelap. Dimana ikatan antara manusianya sangatlah tipis. Satu sama lain saling mencurigai, bahkan dalam satu keluarga sendiri. Hari ini saling percaya, besok bisa saling berusaha membunuh.

Tapi disela-sela itu, ada terselip ikatan2 yang tulus. Di dalam kelompok penjahat yang satu sama lain saling mencurigai, di dalam persaudaraan satu keluarga yang sudah tercerai berai, masih ada ikatan2 yang meskipun tipis tapi terjalin sangat kuat. Kesetiaan Lorca terhadap gengnya Atilos dan pemimpinnya Frederico, saling percaya antara beberapa anggota geng pendukung Lorca, dan hubungan Lorca dengan adik2nya meskipun tidak pernah berjumpa.

Bisakah Mereka Memilih?

Membuka mata pembaca tentang dunia yang kelam itu. Dunia yang ada dan bisa muncul dan tumbuh dimana saja. Satu sisi gelap kehidupan yang mungkin tidak terbayangkan oleh orang yang berada di sisi yang lain. Sama seperti yang dibukakan oleh film "Daun di atas bantal" tentang kehidupan anak jalanan. Bercerita kepada dunia yang 'beradab', "inilah dunia kami, yang bukan seperti duniamu".

Adakah mereka memilih untuk menjalani dunia kelam itu, atau kah mereka tak punya pilihan lain? Bisa jadi lingkungan dan keluarga yang secara sengaja atau tidak mengkondisikan anak2nya untuk menelusuri kehidupan pinggiran itu. Bisa jadi karena mereka tidak mengetahui adanya pilihan yang lain. Kalaupun mereka tahu ada pilihan, mereka tidak tahu caranya memilih atau tidak punya sarana untuk memilihnya.

Memoar Penjahat

Ditulis dengan gaya memoar. Potongan demi potongan kehidupan Lorca disajikan secara kronologis. Dingin, lugas, tapi mengalir. Meskipun belum bisa disejajarkan dengan karya sastrawan besar karena di beberapa tempat masih terasa kurang mengalir dengan lancar. Kadang ada sepenggal kehidupan Lorca yang dilompati hanya sekilas dikisahkan, tapi di penggal kehidupan yang lain dikisahkan dengan detil lengkap dengan tekanan emosinya nyaris seperti film2 mafia.

Setting lokasinya tidak dijelaskan, tapi dari nama2 pelakunya mengisyaratkan nama2 Amerika Latin atau Spanyol – Portugis. Meskipun begitu, kejadian2nya bisa terjadi dimana saja, karena tidak nampak ada kekhasan dari satu bangsa tertentu selain nama pelakunya.

Sub judulnya "Memoar Penjahat Tak Dikenal" rada rancu. Karena dalam cerita novel ini, Lorca adalah penjahat yang cukup dikenal baik di dalam kelompok kriminal kawan dan lawan ataupun oleh masyarakat. Ketika Lorca kembali ke kota kelahirannya pun bertahun2 kemudian, masih ada masyarakat yang mengenalinya sebagai personil geng Atilos. Atau mungkin "Tak Dikenal" disini punya makna lain?

Kabarnya sudah pernah dimuat sebagai cerita bersambung di harian Sinar Harapan, tapi dengan sub judul "Lelaki yang Mengimpikan Sorga". Wah, tambah rancu lagi. Judulnya terlalu religius tidak cocok dengan isinya. Karena Lorca tak pernah mengenal Tuhan, hanya tahu bahwa biara adalah 'rumah Tuhan'.

***

Sebuah variasi bacaan yang menghanyutkan, mencoba memandang dunia kekerasan dan kriminal dari kacamata pelakunya. Pembaca mau tidak mau akan dipaksa memihak kepada si penjahat. Dan tertegun di akhir ceritanya....