Tuesday, April 04, 2006
Balzac dan Si Penjahit Cilik dari Cina
Sampul depannya bergambar wajah seorang gadis muda imut dengan lirikan mata polos yang penuh rasa ingin tahu. Kalau kita membuka halaman dalamnya akan terlihat layout dengan ukuran huruf-huruf yang cukup besar. Kedua hal itu jika digabungkan dengan judulnya yang mengandung kata 'Penjahit Cilik', kesan yang bisa muncul adalah "ini cerita untuk anak-anak ya?".
Kesimpulan yang tidak salah jika hanya melihat bagian2 itu saja. Tapi jika telah membaca isinya, maka yang didapati adalah : "Maaf, anda keliru, sama sekali bukan untuk anak-anak!" (Dan akupun berpikir tentang perlunya buku diberikan 'rating' sebagai peringatan mengenai isinya, sebagaimana pada film)
Judul aslinya adalah "Balzac and the Little Chinese Seamstress", terbitan tahun 2000. Karya dari Dai Sijie, penulis kelahiran China yang sekarang menetap dan bekerja di Perancis. Diterjemahkan dan diterbitkan oleh Gramedia, Februari 2006, dalam 238 halaman.
Buku ini berlatarbelakang masa-masa Revolusi Kebudayaan di China. Dimana sejak akhir 1968 Ketua Mao, Pemimpin Besar Revolusi China, memutuskan menutup semua perguruan tinggi dan mengirim semua lulusan Sekolah Menengah, yang dicapnya sebagai 'intelektual muda', ke pedesaan untuk 'dididik ulang oleh petani miskin'. Sebuah peristiwa di suatu masa yang belum pernah aku baca detil kejadiannya, sehingga aku tertarik untuk membacanya.
Pendidikan Ulang para Intelektual Muda
Buku ini berkisah tentang dua orang anak muda yang sedang menjalani pendidikan ulang tersebut. Adalah si penutur 'aku' (hingga akhir cerita tidak terungkap siapa nama si tokoh 'aku' ini) dan temannya bernama Luo harus menjalani pendidikan ulang di salah satu desa yang terletak di sebuah gunung yang dinamai "Burung Hong dari Langit". Mereka berdua berusia 18-an dan baru saja lulus Sekolah Menengah.
Umumnya mereka yang dikirim untuk mendapatkan 'pendidikan ulang' akan dikembalikan kepada keluarganya setelah dua tahun. Tapi kedua anak ini sangat sadar bahwa kemungkinan mereka akan kembali ke keluarganya hanyalah tiga dibanding seribu. Itu karena orang tua mereka telah mendapat cap sebagai 'musuh masyarakat'.
Kedua orang tua si 'aku' adalah dokter terkemuka, dan kejahatan terbesarnya adalah menjadi 'pemuka-pemuka ilmiah'. Sementara ayah Luo adalah seorang dokter gigi yang pernah membuat kesalahan besar karena menyebutkan di depan umum bahwa ia pernah merawat gigi Mao Zedong, Madame Mao, dan Jiang Jieshi. Kesalahan besar karena menyebutkan nama ketua Mao berjajar dengan bajingan terkotor: Jiang Jieshi.
Tanpa berani berharap bahwa suatu saat mereka akan bebas kembali, bahkan mungkin harus berada di desa itu sampai tua dan mati, mereka menjalani 'pendidikan ulang' penuh dengan kerja keras hari demi hari. Kepala Desa setempat yang memberi mereka perintah dan mengawasinya setiap hari. Kadang mereka harus seharian bergumul dengan lumpur di sawah, kadang mereka harus mengangkut ember-ember berisi kotoran yang merembes ke punggung mereka ke atas gunung, kadang mereka harus menyeret keranjang besar berisi batu bara dari dalam liang2 sempit di pertambangan.
Si Pendongeng dan Si Penjahit Cilik
Luo yang memiliki kemampuan bercerita dengan sangat menarik lambat laun berhasil memikat penduduk dan Kepala Desa. Luo dan si 'aku' menceritakan kembali film2 yang pernah mereka tonton semasa tinggal di kota dengan penuh ekspresi kepada penduduk desa. Karena senang sekali dengan cerita2 Luo, Kepala Desa memberikan kesempatan kepada mereka berdua pergi ke kota terdekat untuk menonton film terbaru setiap bulan sekali. Dan setelah itu mereka harus menceritakan kembali film itu di hadapan penduduk dengan durasi yang sama dengan film yang sesungguhnya. Satu selingan yang menyenangkan bagi mereka.
Selingan yang lebih menyenangkan lagi mereka dapatkan setelah mengenal 'Putri Gunung Hong' alias 'Si Penjahit Cilik' dari desa sebelah. Si Penjahit Cilik juga terpukau dengan cara bercerita Luo, sehingga mereka tak bosan2nya kembali kesana untuk mendongengi Si Penjahit Cilik yang manis.
Koleksi cerita mereka bertambah semakin lengkap ketika mereka berdua berhasil memperoleh dengan sedikit kelicikan satu koper berisi buku-buku cerita dari pengarang barat yang merupakan buku2 terlarang pada masa itu. Buku2 karya Balzac, Flaubert, Gogol, Melville, dan Romain Rolland (errrr.. maaf, belum ada satupun yang aku pernah baca :) ). Mereka berduapun tenggelam dalam kisah2 itu, dan tersihir dalam khayalan tentang cinta, wanita dan seks.
Luo sangat menggemari karya2 Balzac. Dia semakin sering berkunjung ke tempat si Penjahit Cilik untuk menceritakan kembali kisah2 Balzac tersebut dengan kemahirannya mendongeng yang sangat hebat. Si Penjahit Cilik selalu mendengarkannya dengan penuh antusias. Hingga perlahan-lahan karya2 Balzac itupun memberikan pengaruh pada hidupnya dan mengikis kepolosan si Penjahit Cilik.
Mencari-cari Fokus
Terus terang, karena aku sama sekali tidak tahu apa dan bagaimana isi karya2 Balzac aku jadi seperti kehilangan petunjuk ketika membaca cerita ini. Aku pikir dengan membaca buku ini aku akan mendapat sedikit pencerahan tentang karya2 klasik sang sastrawan tersebut, tapi ternyata tidak. Aku dibiarkan tersesat dan menebak-nebak sendiri kira2 seperti apa isi buku2nya sehingga bisa merubah hidup si Penjahit Cilik menjadi seperti itu.
Kekerasan hidup selama masa Revolusi Kebudayaan di China hanya menjadi latar belakang dari kisah ini. Padahal sebenarnya hal itulah yang aku paling ingin tahu. Ketika si Penjahit Cilik mulai muncul, kisah ini malah menjadi riang. Suasana kelam dan penuh penderitaan yang dialami kedua anak yang 'dididik ulang' itu menjadi samar.
Agak mengherankan ketika kedua anak yang sebelumnya diceritakan harus bekerja keras setiap hari tiba2 memiliki banyak waktu untuk berkunjung ke desa si Penjahit Cilik. Padahal perjalanan ke desa itu paling tidak membutuhkan waktu 2 jam. Mereka juga beberapa kali mampir ke desa lain tempat teman mereka si Mata Empat menjalani 'pendidikan ulang' seperti mereka.
Cara bertutur Dai Sijie enak untuk diikuti, ringan dan kadang riang. Beban berat mengalami 'pendidikan ulang' tidak terlalu terasa. Mungkin karena Dai Sijie yang juga mengalami sendiri 'pendidikan ulang' ini sengaja membuatnya seperti itu agar memori kelam dalam kehidupannya itu tidak menjadi semakin berat.
Cuman sayang Dai Sijie dalam buku ini tampak kurang konsisten. Fokusnya berubah-ubah. Di salah satu bagian tiba-tiba ia menjadikan si penjahit cilik sebagai penutur 'aku', berganti ke pak tua tukang giling, lalu si Luo, dan kembali lagi ke si 'aku', yang berkesan nyempal dari alur yang sudah dibangun dari awal. Fokus yang tidak konsisten itu bikin pembaca tidak mendapat kesan yang kuat atas cerita yang dituturkan. Revolusi Kebudayaan hanya menjadi latar belakang. Penderitaan anak2 yang menjalani 'pendidikan ulang' hanya tergambar di awal, berikutnya mereka menjadi anak2 yang riang. Balzac yang menjadi bagian dari judul juga tidak diceritakan mendetil. Tidak ada yang cukup dalam membekas di benak pembaca.
Tapi kabarnya buku ini menimbulkan sensasi dan sangat laris ketika diterbitkan di Perancis. Memenangkan banyak penghargaan, diterjemahkan ke berbagai bahasa, bahkan sudah difilmkan di Perancis. Bisa jadi karena ini adalah satu dari sedikit karya yang membuka mata dunia tentang kehidupan di Cina semasa Revolusi Kebudayaan. Bisa jadi juga karena adanya 'adegan2' yang digambarkan secara indah sehingga membangkitkan sensasi. Atau bisa jadi karena mengangkat nama Balzac yang telah termasyhur sebelumnya. Yang jelas aku masih bingung, pesan utama apa sebenarnya yang ingin diceritakan oleh buku ini?
Kesimpulan yang tidak salah jika hanya melihat bagian2 itu saja. Tapi jika telah membaca isinya, maka yang didapati adalah : "Maaf, anda keliru, sama sekali bukan untuk anak-anak!" (Dan akupun berpikir tentang perlunya buku diberikan 'rating' sebagai peringatan mengenai isinya, sebagaimana pada film)
Judul aslinya adalah "Balzac and the Little Chinese Seamstress", terbitan tahun 2000. Karya dari Dai Sijie, penulis kelahiran China yang sekarang menetap dan bekerja di Perancis. Diterjemahkan dan diterbitkan oleh Gramedia, Februari 2006, dalam 238 halaman.
Buku ini berlatarbelakang masa-masa Revolusi Kebudayaan di China. Dimana sejak akhir 1968 Ketua Mao, Pemimpin Besar Revolusi China, memutuskan menutup semua perguruan tinggi dan mengirim semua lulusan Sekolah Menengah, yang dicapnya sebagai 'intelektual muda', ke pedesaan untuk 'dididik ulang oleh petani miskin'. Sebuah peristiwa di suatu masa yang belum pernah aku baca detil kejadiannya, sehingga aku tertarik untuk membacanya.
Pendidikan Ulang para Intelektual Muda
Buku ini berkisah tentang dua orang anak muda yang sedang menjalani pendidikan ulang tersebut. Adalah si penutur 'aku' (hingga akhir cerita tidak terungkap siapa nama si tokoh 'aku' ini) dan temannya bernama Luo harus menjalani pendidikan ulang di salah satu desa yang terletak di sebuah gunung yang dinamai "Burung Hong dari Langit". Mereka berdua berusia 18-an dan baru saja lulus Sekolah Menengah.
Umumnya mereka yang dikirim untuk mendapatkan 'pendidikan ulang' akan dikembalikan kepada keluarganya setelah dua tahun. Tapi kedua anak ini sangat sadar bahwa kemungkinan mereka akan kembali ke keluarganya hanyalah tiga dibanding seribu. Itu karena orang tua mereka telah mendapat cap sebagai 'musuh masyarakat'.
Kedua orang tua si 'aku' adalah dokter terkemuka, dan kejahatan terbesarnya adalah menjadi 'pemuka-pemuka ilmiah'. Sementara ayah Luo adalah seorang dokter gigi yang pernah membuat kesalahan besar karena menyebutkan di depan umum bahwa ia pernah merawat gigi Mao Zedong, Madame Mao, dan Jiang Jieshi. Kesalahan besar karena menyebutkan nama ketua Mao berjajar dengan bajingan terkotor: Jiang Jieshi.
Tanpa berani berharap bahwa suatu saat mereka akan bebas kembali, bahkan mungkin harus berada di desa itu sampai tua dan mati, mereka menjalani 'pendidikan ulang' penuh dengan kerja keras hari demi hari. Kepala Desa setempat yang memberi mereka perintah dan mengawasinya setiap hari. Kadang mereka harus seharian bergumul dengan lumpur di sawah, kadang mereka harus mengangkut ember-ember berisi kotoran yang merembes ke punggung mereka ke atas gunung, kadang mereka harus menyeret keranjang besar berisi batu bara dari dalam liang2 sempit di pertambangan.
Si Pendongeng dan Si Penjahit Cilik
Luo yang memiliki kemampuan bercerita dengan sangat menarik lambat laun berhasil memikat penduduk dan Kepala Desa. Luo dan si 'aku' menceritakan kembali film2 yang pernah mereka tonton semasa tinggal di kota dengan penuh ekspresi kepada penduduk desa. Karena senang sekali dengan cerita2 Luo, Kepala Desa memberikan kesempatan kepada mereka berdua pergi ke kota terdekat untuk menonton film terbaru setiap bulan sekali. Dan setelah itu mereka harus menceritakan kembali film itu di hadapan penduduk dengan durasi yang sama dengan film yang sesungguhnya. Satu selingan yang menyenangkan bagi mereka.
Selingan yang lebih menyenangkan lagi mereka dapatkan setelah mengenal 'Putri Gunung Hong' alias 'Si Penjahit Cilik' dari desa sebelah. Si Penjahit Cilik juga terpukau dengan cara bercerita Luo, sehingga mereka tak bosan2nya kembali kesana untuk mendongengi Si Penjahit Cilik yang manis.
Koleksi cerita mereka bertambah semakin lengkap ketika mereka berdua berhasil memperoleh dengan sedikit kelicikan satu koper berisi buku-buku cerita dari pengarang barat yang merupakan buku2 terlarang pada masa itu. Buku2 karya Balzac, Flaubert, Gogol, Melville, dan Romain Rolland (errrr.. maaf, belum ada satupun yang aku pernah baca :) ). Mereka berduapun tenggelam dalam kisah2 itu, dan tersihir dalam khayalan tentang cinta, wanita dan seks.
Luo sangat menggemari karya2 Balzac. Dia semakin sering berkunjung ke tempat si Penjahit Cilik untuk menceritakan kembali kisah2 Balzac tersebut dengan kemahirannya mendongeng yang sangat hebat. Si Penjahit Cilik selalu mendengarkannya dengan penuh antusias. Hingga perlahan-lahan karya2 Balzac itupun memberikan pengaruh pada hidupnya dan mengikis kepolosan si Penjahit Cilik.
Mencari-cari Fokus
Terus terang, karena aku sama sekali tidak tahu apa dan bagaimana isi karya2 Balzac aku jadi seperti kehilangan petunjuk ketika membaca cerita ini. Aku pikir dengan membaca buku ini aku akan mendapat sedikit pencerahan tentang karya2 klasik sang sastrawan tersebut, tapi ternyata tidak. Aku dibiarkan tersesat dan menebak-nebak sendiri kira2 seperti apa isi buku2nya sehingga bisa merubah hidup si Penjahit Cilik menjadi seperti itu.
Kekerasan hidup selama masa Revolusi Kebudayaan di China hanya menjadi latar belakang dari kisah ini. Padahal sebenarnya hal itulah yang aku paling ingin tahu. Ketika si Penjahit Cilik mulai muncul, kisah ini malah menjadi riang. Suasana kelam dan penuh penderitaan yang dialami kedua anak yang 'dididik ulang' itu menjadi samar.
Agak mengherankan ketika kedua anak yang sebelumnya diceritakan harus bekerja keras setiap hari tiba2 memiliki banyak waktu untuk berkunjung ke desa si Penjahit Cilik. Padahal perjalanan ke desa itu paling tidak membutuhkan waktu 2 jam. Mereka juga beberapa kali mampir ke desa lain tempat teman mereka si Mata Empat menjalani 'pendidikan ulang' seperti mereka.
Cara bertutur Dai Sijie enak untuk diikuti, ringan dan kadang riang. Beban berat mengalami 'pendidikan ulang' tidak terlalu terasa. Mungkin karena Dai Sijie yang juga mengalami sendiri 'pendidikan ulang' ini sengaja membuatnya seperti itu agar memori kelam dalam kehidupannya itu tidak menjadi semakin berat.
Cuman sayang Dai Sijie dalam buku ini tampak kurang konsisten. Fokusnya berubah-ubah. Di salah satu bagian tiba-tiba ia menjadikan si penjahit cilik sebagai penutur 'aku', berganti ke pak tua tukang giling, lalu si Luo, dan kembali lagi ke si 'aku', yang berkesan nyempal dari alur yang sudah dibangun dari awal. Fokus yang tidak konsisten itu bikin pembaca tidak mendapat kesan yang kuat atas cerita yang dituturkan. Revolusi Kebudayaan hanya menjadi latar belakang. Penderitaan anak2 yang menjalani 'pendidikan ulang' hanya tergambar di awal, berikutnya mereka menjadi anak2 yang riang. Balzac yang menjadi bagian dari judul juga tidak diceritakan mendetil. Tidak ada yang cukup dalam membekas di benak pembaca.
Tapi kabarnya buku ini menimbulkan sensasi dan sangat laris ketika diterbitkan di Perancis. Memenangkan banyak penghargaan, diterjemahkan ke berbagai bahasa, bahkan sudah difilmkan di Perancis. Bisa jadi karena ini adalah satu dari sedikit karya yang membuka mata dunia tentang kehidupan di Cina semasa Revolusi Kebudayaan. Bisa jadi juga karena adanya 'adegan2' yang digambarkan secara indah sehingga membangkitkan sensasi. Atau bisa jadi karena mengangkat nama Balzac yang telah termasyhur sebelumnya. Yang jelas aku masih bingung, pesan utama apa sebenarnya yang ingin diceritakan oleh buku ini?
<< Home