Thursday, June 05, 2008

[K-O-M-A]

Judul : [K-O-M-A]
Pengarang : FX Rudy Gunawan
Penerbit : Spasi & VHR Book
Edisi : cetakan pertama, Maret 2008, 182 hlm


Dari desain sampulnya dan cara penulisan judulnya sebenarnya sudah tersirat bahwa ini adalah novel abstrak bin absurd. Dengan gambar sebentuk koma besar yang di dalamnya terdapat ilustrasi surealis yang entah apa maknanya. Sementara di sampul belakangnya tidak ada secuil sinopsis yang menjelaskan isi novel ini. Yang ada adalah tumpukan gambar-gambar yang dirangkai secara abstrak. Pembaca tidak diberi petunjuk sedikitpun tentang cerita di dalam novel ini. Dengan sedikit untung-untungan, siapa tahu isinya bagus, aku ambil dan baca novel ini, toh tidak terlalu tebal.

Ditulis oleh FX Rudy Gunawan, penulis yang karyanya sudah banyak beredar di khasanah perbukuan Indonesia. Mulai dari cerpen2 yang berbobot sastra, biografi tokoh dan selebriti Indonesia, hingga novel adaptasi film yang lebih ngepop. FX Rudy Gunawan yang lulusan UGM ini juga adalah salah satu pendiri penerbitan Gagas Media yang banyak menelurkan buku-buku pop yang laris manis. Namun entah kenapa novel ini malah tidak diterbitkan oleh GagasMedia, mungkin genre nya tidak sesuai dengan lini utama GagasMedia.

Kisah Kodrat dan Kenangan

Tokoh utamanya adalah seorang pemuda bernama Kodrat. Kehidupannya sehari-hari adalah membantu Ibunya yang bernama Kenangan membuat rangkaian bunga pesanan. Kenangan dengan masa lalunya yang suram sangat piawai dalam menyusun rangkaian bunga dukacita. Rangkaian bunganya selalu menebarkan nuansa kesedihan yang mengingatkan akan mendiang yang meninggal pada saat itu. Sebaliknya Kodrat adalah sosok yang ceria, hampir semua orang menyukainya. Dengan karakter tersebut rangkaian bunga yang disusun Kodrat selalu menguarkan suasana bahagia, cinta dan kegembiraan bagi orang yang menikmatinya.

Ayah Kodrat bernama Jauhhari, kini entah dimana. Ia menghilang saat Kodrat masih berusia lima tahun. Jauhhari adalah seorang pelukis yang gagal. Karya2 lukisannya tidak berhasil menghidupi keluarganya. Ia malah lebih sibuk dengan gerakan bawah tanah yang berusaha merongrong pemerintah dengan berbagai aksi sembunyi-sembunyi. Aparat tidak pernah berhasil melacak pelaku aksi2 tersebut. Hingga akhirnya Jauhhari lenyap tanpa jejak meninggalkan Kodrat dan Kenangan.

Pada satu saat, seseorang tak dikenal meneror Kodrat melalui telepon dengan berbagai ancaman. Yang paling mengejutkan adalah si peneror mengetahui nama ayah Kodrat. Bersamaan dengan itu Kenangan kedatangan seorang pelanggan yang memesan bunga rangkaian duka cita dengan harga sangat mahal. Nama yang meninggal akan disusulkan kemudian, Kenangan hanya diberi perkiraan bahwa yang meninggal adalah anak muda usia pertengahan duapuluhan. Seumur Kodrat.

Ditinggalkan dalam Kondisi Koma

Pada awalnya membaca novel ini mengalir saja layaknya fiksi pada umumnya, bahkan dialog-dialognya cenderung ngepop. Kisah masa kecil Kodrat dan masa lalu Kenangan dituturkan dalam kalimat-kalimat yang mudah dinikmati meskipun bermunculan bunga-bunga absurd di sudut2nya. Disela-sela alur cerita utama penulis juga menyempatkan diri untuk berkelana menuturkan berbagai topik menurut opininya melalui karakter2 yang ada di novel ini. Dari definisi cinta, kesengsaraan Aceh pasca Tsunami, kematian, neraka, hingga seks. Agak terlalu melebar kemana-mana memang, tapi ya sah sah saja.

Menginjak sepertiga akhir novel ini ketika kisahnya sedang menanjak menuju puncak konflik, penulis tiba tiba merubah gaya berceritanya. Sebuah alam surealis dihadirkan dalam bentuknya yang penuh fantasi mengelilingi tokoh Kodrat. Alur cerita yang pada titik ini secara konvensional mestinya terus mendaki ke arah klimaks, dihentikan di tengah jalan oleh penulis.

Tidak sepenuhnya berhenti sebenarnya, di antara bab-bab dari alam surealis, penulis melakukan flashback ke masa lalu untuk sedikit menjelaskan latar belakang dari konflik yang terjadi. Namun tetap tidak ada pergerakan plot yang maju ke depan. Dan hingga akhir novel ini, posisi cerita masih berhenti di tengah-tengah tanpa ending. Posisi 'Koma'.

Untuk Kelas Lanjut

Dengan ending seperti itu, membaca novel ini serasa membaca cerpen Kompas tapi dalam versi yang lebih panjang. Awalnya bisa diikuti dan dimengerti tetapi kemudian pada akhir cerita kita ditinggalkan dalam kabut tebal berusaha mencari-cari arah sendiri. Tipe-tipe prosa yang mengutamakan keindahan proses bercerita, dan mengesampingkan tujuan dan makna akhir dari sebuah cerita.

Yap, memang, aku lebih menggemari cerita realis konvensional. Bukan penikmat seni absurd surealis. Aku belum bisa menikmati keindahan rangkaian kata bila tujuan dan maknanya tidak jelas. Belum bisa melihat sebuah prosa sebagaimana lukisan yang bisa dinikmati keunikan pada tiap detilnya. Novel ini memang untuk penggemar prosa kelas lanjut :)

Di salah satu endorsement nya, seorang prosais mengatakan "beginilah novel di zaman mendatang akan ditulis". Oh no... jika itu benar2 terjadi, mungkin aku akan berhenti membaca novel :D