Monday, July 28, 2008

Lanang

Lanang, Yonathan RahardjoJudul : Lanang
Penulis : Yonathan Rahardjo
Penerbit : Pustaka Alvabet
Edisi : Cet I, Mei 2008, 440 hlm


Novel "Lanang" karya Yonathan Rahardjo ini adalah pemenang harapan kedua Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2006. Entah mengapa novel pemenang sayembara Novel DKJ 2006 ini terlambat dibukukan. Sementara novel2 pemenang sayembara yang sama di tahun 2007 malah hampir semua telah dibukukan sebelum novel ini.

Desain sampulnya yang gelap buram sama sekali tidak memberikan petunjuk tentang isi cerita. Sekilas tampak sesosok tubuh yang menatap malam. Itu saja. Namun tipografi judulnya lumayan menarik. Label "Pemenang Sayembara Novel DKJ 2006" yang sangat mencolok di sampul depan rupanya masih dianggap kurang sebagai nilai lebih dari novel ini. Penerbit berusaha memperkuat lagi dengan mencantumkan belasan endorsement dari beberapa sastrawan dan media terkemuka yang memuji2 novel ini.

Sejujurnya aku tidak tertarik ketika pertama kali membaca potongan kisahnya di sampul belakang. Terutama karena disebutkan adanya mahluk aneh "Burung Babi Hutan". Ah, pastilah kisah fantasi yang terlalu dipaksakan. Ketertarikan atau lebih tepatnya rasa penasaran mulai timbul saat mengetahui bahwa novel ini dalam beberapa minggu2 terakhir ini sempat menjadi topik di beberapa diskusi perbukuan.

Kehidupan Seorang Dokter Hewan

Lanang adalah seorang Dokter Hewan yang bertugas di sebuah daerah pegunungan dimana penduduknya banyak beternak sapi perah. Ia baru saja menikahi Putri, teman semasa kuliahnya. Belum sempat berbulan madu, Lanang langsung memboyong Putri ke daerah pegunungan tempat tugasnya.

Namun malam bulan madu pertama mereka ternyata menjadi awal dari rentetan bencana. Diawali dengan pemunculan sesosok mahluk aneh di saat mereka berdua sedang bergumul mesra. Makhluk serupa babi hutan besar berbulu hitam, dengan sayap di kaki depannya. Burung Babi Hutan.

Belum sempat pulih dari kekagetan melihat makhluk aneh, paginya Lanang harus menangani wabah penyakit yang mendadak menyerang sejumlah sapi perah. Di depan mata Lanang, sapi sapi sekarat dan meledak. Selanjutnya wabah aneh itu dalam waktu singkat nyaris memusnahkan sapi-sapi perah di banyak tempat.

Sama sekali tidak ada petunjuk apa jenis penyakit tersebut. Sejenis rabies tapi lebih mengerikan. Dalam sebuah pertemuan, para dokter hewan tidak ada yang memiliki solusi. Hanya satu orang yang berani bicara. Namanya Rajikun, dikenal sebagai dukun hewan karena tidak mengikuti prosedur ilmiah dalam pengobatannya. Rajikun menyatakan bahwa penyakit itu disebabkan oleh makhluk berwujud Burung Babi Hutan.

Tidak ada yang mempercayai kesimpulan itu, kecuali Lanang. Lanang yang masih terus dihantui oleh makhluk tersebut bertekad menemukannya dan membunuhnya. Perburuan terhadap Burung Babi Hutan tersebut mendamparkan Lanang bertemu kembali dengan Dewi, seorang ahli terkemukan dalam bidang rekayasa genetika. Dewi juga adalah mantan kekasih Lanang, yang ditinggalkan untuk menikah dengan Putri.

Novel yang Rumit

Seperti yang diungkapkan pada beberapa endorsement untuk buku ini, novel ini rumit. Kata itulah yang aku paling setuju. Rumit sampai aku harus sedikit bersusah payah untuk mencernanya.

Pertama karena penulis memiliki basis awal sebagai penulis puisi, maka tak pelak jika novel inipun bertaburan kalimat puitis. Sebagai orang yang tidak begitu mampu memahami puisi, aku tersesat dalam bunga-bunga bahasa puitis yang seringkali bias itu.

Kedua, novel ini dengan lumayan mendetil banyak menjelaskan tentang seluk-beluk ilmu kehewanan. Dari mulai jenis hewan, jenis penyakit, jenis obat, ilmu rekayasa genetika hewan, hingga carut marut persaingan bisnis dalam dunia pengobatan hewan. Tentu itu karena penulisnya memang seorang dokter hewan. Sebagian besar pembahasan itu aku hanya bisa memahami permukaannya saja. Penjabaran2 detilnya malah membuatku bingung.

Ketiga, aku agak bingung membangun imajinasi selama membaca cerita ini. Dimanakah genre cerita ini harus diletakkan? cerita fiksi ilmiah, atau cerita fantasi? atau malah cerita mistis? Karena unsur ilmiah, fantasi dan mistis bercampur baur tanpa jarak disini. Padahal ketiga genre itu masing2 meletakkan realitas pada posisi yang berbeda-beda. Walaupun pada ending akhirnya semua hendak diposisikan secara ilmiah dan realistis, tapi tetap banyak hal berbau fantasi dan mistis yang tidak terjelaskan secara ilmiah dengan baik.

Maka, demi agar buku ini dapat terbaca dengan tuntas, bagian2 yang menurutku rumit itu dengan sengaja aku lompat-lompati. Yang penting masih bisa menangkap inti cerita.

Idenya Segar dan Unik

Pujian untuk buku ini terutama adalah untuk segi ide topik cerita yang memang sangat unik. Tampaknya memang belum ada novel karya penulis Indonesia yang berani mengangkat topik dari dunia dokter hewan yang merembet jauh hingga ke rekayasa genetika hewan. Untuk yang satu ini memang patut diacungi jempol, karena berhasil dijabarkan dengan sangat detil. Dan juga topik2 itu berhasil dimasukkan sebagai bagian utama cerita, bukan sekedar tempelan ajang pamer pengetahuan penulis. Walaupun sayangnya pada beberapa bagian, penjabaran keilmuan dan detil bisnis kehewanan itu terasa berpanjang-panjang membosankan dan kurang menarik.

Ide tentang rekayasa genetika, hingga terciptanya makhluk2 gabungan dua jenis hewan memang lumayan gila. Walaupun ternyata sebenarnya tidak perlu2 amat ada mahluk2 super aneh tersebut di kisah ini. Tapi cukup menambah wawasan bagi pembaca, bahwa hal itu secara teoritis bisa terjadi, meski belum terbukti. Ide lain yang menjadi twist dalam novel ini tentang perilaku Lanang yang sebenarnya, juga cukup mengejutkan dan menarik.

Tampaknya juri2 pada Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta lebih menyukai tulisan2 yang memiliki keberanian mengangkat ide yang unik dan berbeda untuk menjadi pemenang dalam ajang tersebut, daripada novel2 yang ditulis dengan latarbelakang klise.

Berbelit-belit Banyak Kejutan

Plot ceritanya lumayan rumit dan berbelit-belit. Harus kesana kemari terlebih dahulu untuk mendapatkan kesimpulan. Pada saat wabah sudah menyerang dimana-mana, para dokter hewan malah sibuk berdebat tentang peraturan tentang obat, bukannya mencari solusi. Lanang pun tampak tidak memikirkan penjelasan ilmiah tentang wabah tersebut, malah sibuk kesana kemari mencari dan memburu Burung Babi Hutan. Setelah cerita memuncak dengan pertemuan kembali antara Lanang dan Burung Babi Hutan, tiba-tiba kisah yang masih separuh ini menurun drastis menjadi lembek tentang kisah percintaan masa lalu ... Dan selanjutnya ditutup dengan kejutan2 yang memutarbalikkan semua cerita.

Karakter2nya juga penuh kejutan. Lanang yang sejak awal tampak penuh tanggung jawab dan romantis, meskipun agak mudah stress, pada endingnya digambarkan sebagai maniak. Putri yang lemah ternyata menyimpan dendam. Rajikun dari awal memang orang yang licik mampu berubah-ubah peran sebabai siasat dalam mencapai tujuannya. Sementara Dewi wanita cerdas yang penuh gejolak dendam.

Mengenai adanya adegan2 pergumulan seksual yang lumayan banyak bertebaran di beberapa bab, menurutku tidak terlalu menjadi masalah. Karena sudah terasa lazim pada novel-novel karya penulis lokal masa sekarang memberikan imbuhan-imbuhan adegan percintaan yang cukup mendetil. Penulis dengan cerdik menjadikan adegan2 tersebut sebagai bagian dari cerita yang tak mungkin dihilangkan. Hanya saja yang terasa agak mengganggu adalah adanya adegan seksual antara manusia dengan hewan. Bagian itu langsung aku lompati.

Yang Tak Terjawab

Ada beberapa penggambaran yang menimbulkan pertanyaan dalam novel ini.
- Mengapa Rajikun disebut sebagai dukun hewan dan penganut klenik? sementara sama sekali tidak digambarkan dalam novel ini Rajikun melakukan kegiatan2 berbau klenik. Rajikun malah bekerja di sebuah laboratorium modern.
- Yang memiliki kemampuan klenik malah Lanang. Dari campuran potongan daging sapi, telor dan susu serta cairan wanita ditambah dengan doa-doa, Lanang menciptakan biji-biji kesempurnaan yang dijadikan senjata melawan Burung Babi Hutan. Dari mana kemampuan ini datang?
- Ketika Rajikun begitu saja menyebutkan penyebab wabah adalah Burung Babi Hutan, tak seorang pun berinisiatif untuk meminta fakta detailnya dan mempelajarinya. Bahkan hingga saat Menteri mengumumkannya sebagai pernyataan resmi pemerintah secara mentah-mentah, tak ada alasan kuat yang mendukungnya. Kemana para petinggi dunia ilmiah?
- Dalam sebuah acara seminar ilmiah, Rajikun dengan sangat bebas menghujat dan menuduh Lanang habis-habisan di depan publik tanpa ada seorang moderator yang berniat menengahi. Acara ilmiah macam apakah itu?
- Burung Babi Hutan disebutkan memiliki wujud seperti Babi hutan dengan lengan depan bersayap. Bisakah membayangkan Babi hutan yang nyaris tak berleher itu mampu menjilati bagian bawah tubuhya?
- Apa tujuannya menjadikan Lanang sebagai yang terjadi pada ending novel ini?


Pertanyaan terbesarku memang adalah: ini novel fiksi ilmiah, fantasi, atau malah mistis?